Oleh Nahida Ilma (Aktivis Mahasiswa)
Kasus kriminalitas masih terus menjadi topik berita harian yang dikabarkan berbagai media online maupun cetak. Kasus pembunuhan yang marak terjadi yang diikuti dengan tingkat kreativitas tindakan yang juga meningkat. Berita pembunuhan yang berujung mutilasi sudah seperti makanan rutin harian yang semakin marak terjadi. Sosok yang menjadi korban pun bukan orang asing bagi pelaku, seperti saudara, teman bahkan anggota keluarga.
Kasus mutilasi di Jombang, warga temukan tubuh manusia tanpa kepala dalam karung (TribunNew.com, 6 Agustus 2023). Dua PR kasus kejahatan di Polres Jombang, mayat mutilasi dan tewasnya balita (Celah.id, 19 Agustus 2023). Belum tuntas kasus tewasnya seorang balita berusia 3-4 tahun dalam kondisi tengkurap ditepi sungai tanpa sehelai kain pada September 2022, tahun ini warga Jombang digegerkan Kembali dengan temuan mayat mutilasi.
Warga Sidoarjo juga menemukan potongan tubuh manusia terbungkus plastik hijau di wilayah Desa Trosobo, Kecamatan Taman (Kompas.com, 13 Juni 2023). Korban diduga sudah tewas 3-5 hari.
Mahasiswa Jogja dimutilasi di kamar kos kemudian potongan tubuh Sebagian direbus oleh kedua pelaku untuk menghilangkan jejak (Detik.com, 18 Juli 2023). Perkembangan terkini untuk kasus ini adalah tengah dilakukan rekonstruksi adegan pembunuhan oleh pelaku. Masih di DI Yogyakarta tepatnya di Sleman, tengah berlangsung persidangan terhadap kasus pembunuhan disertai mutilasi dengan korban seorang mama muda yang terjadi di sebuah wisma penginapan di Pakembinangun, Pakem (TribunNews.com, 15 Agustus 2023). Kasus ini terjadi tepatnya pada 19 Maret 2023.
Pada awal Agustus juga tengah ramai kasus pembunuhan mahasiswa UI oleh seniornya dengan motif pembunuhan diduga karena faktor ekonomi dan iri hati (Kompas.com, 5 Agustus 2023).
Kabar terbaru, pemuda di depok tega menusuk ibu kandungnya sendiri hingga tewas dan juga membacok ayahnya hingga mengalami luka serius (Kompas.com, 14 Agustus 2023). Alasan dibalik tindakan kejahatan tersebut, pelaku mengaku dirinya sering diomeli sejak kecil dan sakit hati atas kata-kata ibu dan ayahnya.
Deretan kasus tersebut menunjukkan bahwa kasus pembunuhan bukanlah hal yang baru, sudah ada sejak dulu dan masih saja terus terjadi bahkan kini tindakannya semakin sadis. Berdasarkan data yang dipublikasi Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kejadian kejahatan pada tahun 2021 sejumlah 239.481 (bps.go.id, 30 September 2022). Jumlah kasus tahunan mengalami trend peningkatan dibandingkan dengan tahun 2020. Trend penurunan telah terjadi sejak 2017 hingga 2020, kemudian data terbaru 2021 ini mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah kasus kriminalitas tak lepas dari adanya suasana yang terkesan seperti pembiaran ditengah masyarakat. Ketika awal-awal muncul kasus pembunuhan sadis, semua orang yang mendengar tak terkecuali akan bergidik ngeri dan merasa miris. Bertanya-tanya, bagaimana bisa seseorang melakukan hal setega itu. Namun, ketika kasus pembunuhan dan kejahatan semakin marak terjadi, berujung pada pudarnya sensitivitas atau rasa empati publik. Merasa demikian itu adalah hal yang lumrah terjadi dan merupakan hal biasa karena memang sudah menjadi menu harian. Muncullah fenomena lumrahisasi kejahatan.
Disisi lain, peningkatan kasus kriminalitas dan kejahatan juga menunjukkan bahwa hukum yang ada sekarang belum memberikan efek jera. Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak memberikan efek jera pada pelaku ataupun menjadi upaya pencegahan untuk masyarakat lain. Sehingga masyarakat akan dengan mudahnya melakukan tindak pembunuhan. Seakan-akan tindakan pembunuhan dibenarkan jika didasarkan pada rasa benci atau tidak suka. Kesadaran bahwa tindakan tersebut adalah sebuah kesalahan dan dosa besar seakan memudar. Karena tidak adanya hukuman yang dapat membuat jera ditambah telah tumbuh budaya lumrahisasi kejahatan di tengah masyarakat.
Tontonan yang beredar tanpa berfilter juga menjadi salah satu faktor peningkatan kasus kejahatan. Hal ini menjadi semacam stimulus dari luar untuk melakukan kejahatan. Tontonan yang berujung menjadi tuntunan, karena tontonan memiliki peran besar dalam aspek persuasif. Masyarakat seperti diberi contoh. Tontonan yang seakan memberikan pesan bahwa membunuh adalah jalan keluar, sehingga terangsang untuk melakukannya. Hari ini publik memang tengah dibombardir dengan tontonan-tontonan yang tidak edukatif bahkan melemahkan keimanan. Adegan dewasa, kekerasan, pembunuhan dan lain sebagainnya sangat mudah untuk diakses.
Banyak pakar mengatakan kejahatan terjadi karena adanya niat dan kesempatan. Keduanya saling berkaitan. Ketika ada kesempatan, maka niat atau keinginan akan muncul dengan mudahnya. Ketika ada niat, maka kesempatan akan dicari-cari bahkan diupayakan.
Ketika seseorang tahu bahwa mencuri atau membunuh hukumannya hanya ringan, maka seseorang itu akan merasa aman melakukan kejahatan tersebut. Merasa kesempatan untuk melakukan kejahatan terbuka lebar. Disinilah peran aturan-aturan yang seharusnya mampu membuat jera dan dapat digunakan sebagai upaya pencegahan. Ketika seseorang tahu bahwa hukuman dari pembunuhan adalah dibunuh, hukuman dari mencuri adalah potong tangan, maka tidak akan muncul setitik niat untuk melakukan kejahatan.
Penerapan syariat islam yang tercakup di dalamnya sanksi yang tegas bagi pelaku maksiat termasuk pembunuhan tentu akan mencegah masyarakat melakukan tindak kejahatan. Sistem sanksi dalam islam memiliki 2 fungsi, yaitu jawabir atau penebus dosa bagi pelaku dan zawajir atau pencegah bagi masyarakat. Dengan penerapan sanksi tegas yang berasal dari Allah, maka nyawa tidak akan dipandang remeh oleh siapa pun.
Negara seharusnya memblokir konten yang berunsur kekerasan, pornografi, kebebasan bertingkah laku, kebohongan dan lain sebagainya, guna menghilangkan rangsangan dari luar untuk melakukan tindak kejahatan. Seharusnya negara mampu, layaknya mampu memblokir media-media yang dinilai menyuarakan tentang radikalisme. Menciptakan sosial media yang sehat.
Dari sini dapat kita tilik bersama bahwa Islam memiliki solusi atas semua permasalahan kehidupan, termasuk kriminalitas. Kembali pada poin, bagaimana kita bisa Kembali ke Islam. Hanya dengan Islam inilah yang memuliakan kita. Ketika kita mencampakkan Islam, sesungguhnya kita sedang menghinakan diri kita sendiri. Membiarkan tata kehidupan ini semakin pekat dan tak tau arah.
Wallahua’lam bish showab.[]