Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)
Kejahatan apa yang belum ada di Indonesia? Bentuk kemaksiatan seperti apa, yang belum ada di Indonesia? Hampir semua spesies kejahatan dan kemaksiatan sudah ada di Indonesia. Mulai dari yang terkecil hingga terbesar.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melaporkan, ada 137.419 kasus kejahatan yang terjadi di Indonesia selama periode Januari-April 2023. Jumlah tersebut meningkat 30,7% dibanding Januari-April tahun lalu (cumulative-to-cumulative/ctc) yang sebanyak 105.133 kasus.
Adapun berikut daftar 10 kasus kejahatan yang paling banyak terjadi di Indonesia sepanjang Januari-April 2023:
1) Pencurian dengan pemberatan: 30.019 kasus
2) Pencurian biasa: 20.043 kasus
3) Penipuan: 6.425 kasus
4) Penganiayaan: 6.374 kasus
5) Narkotika: 5.287 kasus
6) Penggelapan asal-usul: 3.516 kasus
7) Curanmor roda dua: 3.136 kasus
8) Pencurian dengan kekerasan: 3.124 kasus
9) Pengeroyokan: 1.953 kasus
10) Penggelapan: 7 kasus
Kasus-kasus di atas belum masuk bab korupsi, pencucian uang, dan penggelapan oleh para pejabat dan aparat negara. Mengutip dari databoks.katadata.co.id, Laporan Transparency Internasional terbaru menunjukkan, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100 pada 2022. Angka ini menurun 4 poin dari tahun sebelumnya. Artinya korupsi semakin memburuk di Indonesia.
Dari sisi kemaksiatan, Indonesia sudah berada di ambang batas toleransi. Kemaksiatan merajalela, bahkan LGBT semakin mendapatkan panggungnya.
Hutan kota di kawasan Cawang, Jakarta Timur, menjadi sorotan usai diduga menjadi tempat berkumpulnya kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Kini kawasan tersebut dijaga oleh aparat selama 24 jam. Sorotan itu mulanya disampaikan oleh anggota DPRD DKI Jakarta dari F-PDIP Wa Ode Herlina.
Kemudian jauh dari pusat ibu kota. Tulungagung, Jawa Timur kembali menjadi sorotan. Dari yang terungkap di Kota Marmer ini, kategori usia pelajar menjadi penyumbang angka yang cukup signifikan. Dinas Kesehatan mencatat, pelajar yang terdeteksi LSL (Lelaki Suka Lelaki) mencapai 50-60 persen.
Miris bukan, kondisi negara ini? Apakah masyarakat Indonesia sudah tidak takut lagi dengan adzab Allah atas segala kejahatan dan kemaksiatan? Padahal sudah beberapa kali Indonesia diguncang gempa dahsyat sebagai peringatan. Apakah Indonesia tidak takut mengalami nasib yang sama menjadi kota yang hilang?
Kejahatan dan kemaksiatan ini sepertinya sudah sistemik. Atas hingga bawah, hulu hingga hilir. Sehingga dalam tulisan ini akan dibahas dua poin, yaitu?
1) Mengapa kejahatan dan kemaksiatan terus meningkat di Indonesia?
2) Adzab Allah seperti apa hingga membuat sebuah kota hilang?
Kejahatan dan Kemaksiatan Terus Meningkat di Indonesia
Dalam Sidang Sesi ke-32 Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (the Commission on Crime Prevention and Criminal Justice – CCPCJ) di Wina, Austria, Indonesia tunjukkan upaya nasional dalam meningkatkan akses pada keadilan bagi semua warga negara Indonesia.
CCPCJ merupakan badan pembuat kebijakan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa di bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana dengan mandat untuk memperbaiki langkah internasional untuk memerangi kejahatan nasional dan transnasional, serta meningkatkan efisiensi dan keadilan sistem administrasi peradilan pidana.
Strategi Nasional Akses pada Keadilan (SNAK) diluncurkan pertama kali tahun 2009 dengan fokus akses terhadap pelayanan hak-hak dasar, peradilan dan mekanisme penyelesaian sengketa non-formal, bantuan hukum dan penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam. Selanjutnya, Pemerintah memperbaruinya dengan SNAK 2016-2019 yang diarahkan untuk memperkuat kapasitas masyarakat dalam mengetahui dan mempertahankan haknya.
Sayangnya, jika melihat fakta yang ada, tingkat kejahatan di Indonesia tidak menampakkan penurunan angka. Justru semakin berani dan sadis. Jika melihat hal ini, maka butuh untuk meninjau ulang hukum yang diterapkan di negeri tercinta ini.
Peningkatan kasus kejahatan dan berbagai kemaksiatan juga menunjukkan bahwa hukum yang ada sekarang belum memberikan efek jera. Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak memberikan efek jera pada pelaku ataupun menjadi upaya pencegahan untuk masyarakat lain. Sehingga masyarakat akan dengan mudahnya melakukan tindak pembunuhan. Seakan-akan tindakan pembunuhan, pemerkosaan, LGBT dibenarkan. Kesadaran bahwa tindakan tersebut adalah sebuah kesalahan dan dosa besar seakan memudar. Karena tidak adanya hukuman yang dapat membuat jera ditambah telah tumbuh budaya pemakluman kejahatan di tengah masyarakat.
Tontonan yang beredar tanpa berfilter juga menjadi salah satu faktor peningkatan kasus kejahatan. Hal ini menjadi semacam stimulus dari luar untuk melakukan kejahatan. Tontonan yang berujung menjadi tuntunan, karena tontonan memiliki peran besar dalam aspek persuasif. Masyarakat seperti diberi contoh. Tontonan yang seakan memberikan pesan bahwa kejahatan yang mereka adalah jalan keluar, sehingga terangsang untuk melakukannya. Termasuk seperti kampanye-kampanye tidak bermoral para pelakunya LGBT. Hari ini publik memang tengah dibombardir dengan tontonan-tontonan yang tidak edukatif bahkan melemahkan keimanan. Adegan dewasa, kekerasan, pembunuhan, pornografi, dan lain sebagainnya sangat mudah untuk diakses.
Masyarakat membutuhkan hukum yang jelas, sanksi yang tegas, dan aparat yang bisa diandalkan. Sehingga kejahatan dan kemaksiatan tidak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana Islam dengan piranti hukum syariahnya. Penerapan syariat Islam yang tercakup di dalamnya sanksi yang tegas bagi pelaku maksiat termasuk pencurian, pembunuhan, serta berbagai bentuk kejahatan dan kemaksiatan, tentu akan mencegah masyarakat melakukan tindak kejahatan. Sistem sanksi dalam Islam memiliki 2 fungsi, yaitu jawabir atau penebus dosa bagi pelaku dan zawajir atau pencegah bagi masyarakat. Dengan penerapan sanksi tegas yang berasal dari Allah, maka nyawa tidak akan dipandang remeh, masyarakat akan berpikir berulang kali jika ingin melakukan kemaksiatan.
Adzab Allah Mampu Membuat Sebuah Kota Hilang
Islam datang untuk memerangi segala bentuk kemaksiatan, kemungkaran, dan kejahatan. Islam datang memberikan perlindungan penuh kepada seluruh umat manusia. Sayangnya banyak manusia yang bertahan pada kemungkaran.
Mereka tidak mau tunduk pada syariah yang dibawa oleh Rasulullah. Menganggap sebelah mata hukum aturan Allah. Bahkan menganggap syariah itu bodoh dan terbelakang.
Mari kita perhatikan dan jadikan pelajaran apa yang terjadi pada umat terdahulu. Agar kita tidak menyesal dikemudian hari. Mulai dari nasib kaum Nabi Luth, Penduduk Kota Pompei, hingga yang terjadi pada warga Dukuh Legetang Banjarnegara Jawa Tengah.
Nabi Luth AS diutus kepada sebuah kaum yang biadab, Sadum atau dalam bahasa populer disebut Sodom. Sodom ini kemudian diadopsi menjadi istilah hubungan menyimpang antar lelaki. Nabi Luth mendapat mandat yang berat. Berdakwah di tengah kaum Sodom yang gemar berbuat kejahatan, diyan pesta pora, dan satu lagi yang paling terkenal berperilaku seks menyimpang. Mereka adalah penyuka sesama laki-laki. Dalam berbagai riwayat diceritakan, tamu yang datang ke kota ini tidak akan lepas dari kejahatan mereka.
Harta para tamu dirampok. Lantas, jika mereka lelaki, terlebih tampan atau menarik, kaum Sodom akan menjadi korban kaum Sodom.
Allah berfirman,
“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar". (Q.S. Al-‘Ankabut 29:28-29).
“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah. (Kami balikan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidak jauh dari orang-orang yang zhalim.” (Hud: 82-83)
Dalam khazanah modern, bencana tersebut disebut likuefaksi yang biasanya beriringan dengan gempa bumi dahsyat.
Kemudian kita beralih ke Kota Pompeii adalah sebuah kota zaman Romawi Kuno yang terkubur karena peristiwa letusan Gunung Vesuvius pada 79 Masehi. Melansir History, jutaan ton abu vulkanik yang dimuntahkan Gunung Vesuvius menyelimuti kota hingga membuat Pompeii gelap gulita.
Peristiwa tersebut menewaskan lebih dari 10.000 orang dan Pompeii pun dibiarkan terkubur di bawah abu selama ratusan tahun. Kota Pompeii ditemukan kembali pada 1748 setelah tenggelam dalam abu sejak peristiwa letusan Gunung Vesuvius pada 79 Masehi.
Temuan-temuan tersebut tidak hanya menampilkan karya arsitektur menakjubkan, tetapi juga membantu mengungkap kehidupan sehari-hari masyarakat Kota Pompeii sebelum hancur, yang suka memamerkan kemewahan dan suka bermaksiat. Temuan-temuan itulah yang membuat Pompeii dijuluki kota maksiat, terlepas dari arsitekturnya yang megah dan keberagaman karya seninya. Dan Allah membayar tunai setiap kemaksiatan yang dilakukan oleh penduduk Kota Pompei.
Salah satu kejadian yang masih segar di benak banyak orang, terutama warga Dieng. Dukuh Legetang menghilang dalam satu malam karena terkena timpaan longsor dari Gunung Pengamun-amun. Kejadian ini terjadi pada malam hari tanggal 16 April 1955, pada malam itu hujan deras mengguyur kawasan Dieng dan sekitarnya, hanya bunyi petir dan angin kencang yang bersahut-sahutan. Pada dini hari, beberapa warga mendengar bunyi dentuman keras seakan langit runtuh ke bumi.
Pagi harinya, warga berduyun-duyun menyaksikan dukuh tersebut tertimbun dan berubah menjadi sebuah bukit kecil. Korban yang berjatuhan tercatat sebanyak 351 orang, terinci dengan 332 berasal dari Dukuh Legetang dan 19 dari dukuh lain. Banyak desas desus beredar mengenai hilangnya dukuh dalam semalam, salah satunya adalah dukuh tersebut sudah berulang kali melakukan maksiat.
Begitulah jika Allah berkehendak, tinggal kun fayakun, maka adzab mengerikan akan menimpa siapapun yang Allah kehendaki. Bisa jadi adzan tersebut tidak hanya mengenai para ahli maksiat, tapi juga orang-orang yang tidak bermaksiat. Maka senyampang hal tersebut terjadi, tugas kita adalah berupaya untuk menghentikan kejahatan dan kemaksiatan, dan kembali pada satu-satunya aturan kehidupan, yakni sistem aturan Islam yang tegak dalam bingkai Khilafah.
#Lamrad
#LiveOppresedOrRiseUpAgaints