Oleh: Binti Masruroh
Penyandang disabilitas merupakan orang yang mengalami keterbatasan fisik atau sensorik atau intelektual, maupun mental dalam waktu yang lama sehingga mengalami hambatan atau kesulitan dalam berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas tidak boleh dipandang sebelah mata. Apa yang mereka alami merupakan ujian dari AllaH swt, yang tentu saja tidak mereka kehendaki. Kalau disuruh untuk memilih tentu tidak ada seorang pun di dunia ini yang memilih terlahir sebagai penyandang disabilitas.
Kita masih sering mendapati penyandang disabilitas yang hidupnya masih sangat memprihatinkan, jauh dari kata sejahtera. Dengan keterbatasan yang mereka miliki mereka harus memenuhi kebutuhannya sendiri, ada yang meminta-minta dijalan, ada yang mengamen dari pagi hingga petang di seberang lampu-lampu merah. Bahkan ada pihak yang sengaja mengeksploitasi demi untuk mendapatkan keuntungan secara materi, mereka disuruh untuk meminta-minta, keterbatasan yang mereka miliki dimanfaatkan untuk mengundang belas kasihan orang.
Penyandang disabilitas sebenarnya memiliki hak yang sama dengan orang non disabilitas atau orang normal pada umumnya, termasuk dalam bidang ekonomi. Ternyata selama ini para penyandang disabilitas belum mendapatkan akses dari sektor keuangan. Karenanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berupaya mempermudah akses keuangan bagi penyandang disabilitas atau difabel, karena penyandang disabilitas dipandang mampu berkontribusi pada perekonomian nasional, bahkan disebut sebagai pahlawan ekonomi Sebab mayoritas mereka merupakan bagian dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Bahkan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari menyatakan bahwa para disable bisa menjadi Pahlawan Ekonomi Nusantara, “Saya melihat sendiri bagaimana saudara-saudara kita yang difabel itu, bisa menjadi pahlawan-pahlawan ekonomi Nusantara, mereka itu bisa menjadi tukang foto keliling, berjualan di pasar, dan berbagai profesi lain yang luar biasa,” ujar Friderika dalam acara Edukasi Keuangan bagi Penyandang Disabilitas di Aula Serbaguna Nasional Jakarta (antaranews.com.15/08/23).
Frederika juga mengajak seluruh pelaku usaha jasa keuangan untuk memberikan kemudahan kepada para penyandang disabilitas untuk membuka rekening, mendapatkan pembiayaan kredit untuk meluaskan usaha, hingga memperoleh produk asuransi.
Memang penyandang disabilitas perlu mendapat bantuan dan kemudahan untuk mengakses segala sesuatu yang mereka perlukan termasuk masalah ekonomi. Penyandang disabilitas juga sangat perlu dilatih kemandirian secara ekonomi terlebih jika mereka adalah seorang laki-laki yang memiliki keluarga, selain memenuhi kebutuhannya sendiri mereka juga memiliki tanggung jawab nafkah istri dan anak-anaknya.
Namun pemberian bantuan kepada penyandang disabilitas tidak boleh mengarah kepada mengeksploitasi mereka dengan dalih pemberdayaan ekonomi, apalagi membiarkan mereka dalam medan persaingan dengan pengusaha secara umum, apalagi hari ini dunia usaha dikuasai oleh korporasi yang bermodal besar.
Mereka adalah orang-orang yang harus mendapat bantuan, negara tidak boleh membiarkan mereka menanggung beban sendiri, berapapun biaya yang mereka perlukan, negara tidak boleh menganggap mereka sebagai beban ekonomi. Negara tidak boleh berhitung untung rugi dalam mengurusi mereka. Meski kondisinya terbatas mereka berhak hidup layak dan sejahtera. Mereka adalah orang-orang yang harus diurus oleh negara.
Islam sangat menghargai dan menghormati para penyandang disabilitas dan bertanggungjawab atas nasib mereka. Sebagai sistem kehidupan yang sempurna Islam memiliki berbagai mekanisme yang mampu menjamin kesejahteraan seluruh warga negaranya termasuk penyandang disabilitas. Islam memandang penyandang disabilitas memiliki kedudukan yang sama dengan orang yang normal. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 13 yang artinya “ Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”
Dalam pandangan Islam, penguasa adalah pengurus rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyat yang dia urus. (HR Bukhari dan Ahmad).
Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pengurusan rakyat Islam memastikan bahwa kebutuhan dasar publik, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan adalah tanggung jawab negara. Negara menyediakan seluruh fasilitas pendidikan, kesehatan maupun keamanan yang memadai secara cuma-cuma kepada seluruh warga negara termasuk pada penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas akan mendapatkan perhatian khusus, karena kondisinya yang terbatas, negara akan menyediakan sarana pendidikan, kesehatan, keamanan khusus sesuai dengan kebutuhan mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, papan dan pangan, maka negara akan melihat kondisi penyandang disabilitas, apabila mereka masih mampu bekerja maka negara akan memberikan pekerjaan sesuai kemampuan mereka, yang hasilnya cukup untuk membiayai nafkah diri dan keluarganya. Apabila mereka tidak mampu bekerja maka nafkah mereka menjadi tanggung jawab walinya, apabila sudah tidak memiliki wali, atau walinya tidak mampu menafkahi, maka negara secara langsung akan memberikan santunan hingga terpenuhi seluruh kebutuhan dasar dirinya dan keluarganya.
Dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah, tidak ada penyandang disabilitas yang harus bekerja membanting tulang demi sesuap nasi, apalagi meminta-minta seperti dalam sistem kapitalis sekuler hari ini. Juga tidak akan ada eksploitasi terhadap penyandang disabilitas atas nama pemberdayaan ekonomi semua rakyat termasuk penyandang disabilitas akan hidup layak dan sejahtera.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al A'raf ayat 96 yang artinya “Jikalau sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.“
Wallahu a’lam bi ash-showab.[]