Islam Mengatasi Kejahatan Seksual pada Anak



Oleh: Yeni Marpurwaningsih, S.Hum. (Pegiat Literasi)


Anak adalah anugerah yang harus dijaga. Anak hadirkan kebahagiaan bukan kemalangan. Anak akan indah bila dirawat penuh cinta. Namun, banyak anak tertimpa kemalangan. Senyum tak terukir di wajah, apalagi keceriaan berbinar.


Sekitar 9.588 kasus kekerasan seksual dialami anak-anak selama tahun 2022 lalu. (CNN Indonesia, 28-01-2022) Saat ini, penemuan kasus serupa pun masih terjadi. Ketua Komnas-PA mengungkapkan, hingga 23 Juli 2023, Komnas PA telah menerima 2.739 laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ironisnya, sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang terdekat, seperti ayah kandung, ayah tiri, kakek, kakak, paman, dan tetangga. (Kompas, 26-07-2023)


Fakta ini membuat KemenPPPA menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual pada anak sudah terkategori darurat. Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga KemenPPPA, Indra Gunawan mengungkapkan keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).


"Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual," kata Indra. (Republika, 27-08-2023)


Masalah Mendasar


Keluarga adalah tempat ternyaman untuk anak meluapkan emosi yang dialami. Terbangunnya kedekatan antara ayah dan ibu penting dilakukan, agar diberkahi. Anak tidak akan merasa sendiri tanpa ayah dan ibu membersamai.


Seorang Psikolog, Dr. Elly Risman dalam kanal YouTube menyatakan, "Saat ini anak bukan lagi busung lapar, tapi 'busung orang tua'" (Kanal YouTube Alanabi Channel, 13-05-2023)


Betapa pentingnya peran ayah dan ibu. Kini, banyak diantara anak kita telah kehilangan figur ayah dan figur ibu. Padahal mereka masih hidup membersamai anak. Keluarga yang menjadi benteng utama bagi anak, telah hancur, akibat penerapan kapitalisme-sekuler.


Sistem kapitalisme-sekuler telah menghilangkan fungsi qawwamah pada ayah dan madrasatul ula bagi ibu. Orientasi ayah sebatas mencari nafkah. Jika sudah di rumah tidak ada pengasuhan pada anak. Pengasuhan diserahkan penuh pada ibu. Ibu pun memikul sendiri beban persoalan kebutuhan rumah dan anak.


Untuk ibu yang hilang fungsinya sebagai madrasatul ula, sibuk di luar rumah untuk menutupi kebutuhan keluarga atau sibuk bersosialita. Anak tidak lagi melihat sosok ibu pada ibunya. Untuk pengasuhan diserahkan pada neneknya atau pengasuh. Hal ini membuat anak semakin berjarak dengan orang tua.


Bila keluarga begini, peran orang tua jadi digantikan oleh gadget yang difasilitasi. Anak lebih dekat pada gadgetnya dibandingkan orang tuanya. Saat di rumah pun, handphone yang ia tanya, bukan menanyai orang tuanya. Kalo sudah begini, adakah lagi kelekatan itu?


Gaya hidup hedonisme, hilangnya fungsi qawwamah dan madrasatul ula telah membuat anak sulit bercerita pada keluarganya. Apalagi, jika pelaku kekerasan seksual adalah pihak ayah, kakek, saudaranya, atau siapapun yang ada di rumahnya. Tentu, anak menjadi khawatir apa yang akan terjadi jika ia ungkapkan masalahnya. Ditambah lagi jika pelaku mengancam korban, tentu korban akan semakin takut dan memilih diam.


Aturan hidup kapitalisme telah membuat keteraturan hidup bersandar pada materi. Banyaknya harta menjadi patokan utama keberhasilan seseorang. Standar hidup seperti ini telah membuat ketahanan keluarga di rumah menjadi rapuh.


Belum lagi di masyarakat menengah ke bawah. Mereka dituntut untuk mencari uang lebih keras karena biaya hidup yang mahal. Berdekat-dekat dengan anak pun jadi sulit, karena sibuk mencari uang. Selain itu, standar hidup pada materi juga telah membuat orang tua tidak dibekali ilmu mumpuni dalam pengasuhan. Orang tua menjadi sulit memenuhi kebutuhan psikis anak dengan baik. Kapitalisme-sekuler telah membuat orang tua dan anak tidak dekat walau terikat.


Sistem yang Rusak


Kasus kekerasan seksual pada anak sungguh mengerikan. Kasus yang dilakukan oleh relasi keluarga ini, bahkan sampai pada kasus pemerkosaan sesama jenis. Relasi kuasa yang ada tentu merugikan pihak korban.


Lagi-lagi, sistem kapitalisme-sekuler dengan liberalisme yang menggelayut di pikiran telah merusak moral. Pelaku kelewat batas, karena tidak adanya filter di dirinya. Konten pornografi dan pornoaksi yang mudah di akses. Kehidupan bebas tanpa kontrol yang ketat dari masyarakat dan negara, membuat siapapun mudah menjadi pelaku kejahatan seksual.


Sistem yang memisahkan kehidupan dengan agama, telah merusak moral bangsa. Pelaku tindak kejahatan sudah diluar batas kewajaran. Anak yang seharusnya dipenuhi kasih sayang, malah menderita kemalangan. Gaya hidup materialistik telah membuat hidup jauh dari akal sehat. Akal sehat untuk mencegah perbuatan keji. Akal sehat yang dapat mengendalikan nafsu dan berpikir jera terhadap tindakan yang akan dilakukan.


Sanksi yang kurang tegas membuat pelaku tidak jera untuk melakukan. Apalagi, jika korban ungkapkan masalahnya, pihak keluarga tak menggubris dan memihak pada pelaku. Disanksi sesuai hukum pun bisa jadi lolos dari yang sepatutnya.


Islam sebagai Solusi


Islam adalah agama yang unik. Bukan hanya sekedar agama, Islam adalah ideologi yang mampu mengatur kehidupan. Aturan hidup yang berasal dari sang pencipta, Allah SWT. Aturan yang menggerakkan hati tiap manusia untuk tunduk pada ketaatan dan takut pada siksa-Nya.


Sudah sepatutnya kita tinggalkan kapitalisme-sekuler yang sudah merusak negeri ini. Menghidupkan aturan Islam yang akan membawa rasa aman dan nyaman di rumah.


Islam memiliki sistem aturan yang dapat membuat tiap ayah paham tentang fungsinya sebagai qawwamah. Ibu dibekali sebagai madrasatul ula, tanpa khawatir kebutuhan hidup bisa terpenuhi atau tidak. Anak pun tumbuh dalam keimanan yang aman dan nyaman.


Islam memiliki mekanisme yang menjadikan negara sebagai puncak pelaksana penerapan syariat Islam. Negara tidak abai dan memfasilitasi keperluan keluarga tanpa ada kepentingan para kapitalis. Negara pun menegakkan hukum sanksi yang berat untuk pelaku tindak kejahatan kekerasan seksual.


Masyarakat pun akan sadar pentingnya menjadi pengawas tiap individu yang menyimpang dan berbuat salah. Masyarakat akan mampu mengontrol individu tanpa ada egoisme dan kepentingan materialistik. Masyarakat bergerak bersama satu peraturan bahwa kejahatan harus dihukum sesuai syariat. Individu di dalamnya pun akan menjadi individu yang salih. Individu akan selalu berusaha bertakwa pada Allah SWT.


Sanksi dalam Islam pun sangat berat. Pelaku tindak kejahatan seksual akan dijatuhi hukum jinayat. Selain itu, hukum dalam Islam berfungsi sebagai zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus). Artinya, tiap individu yang hendak melakukan tindak kejahatan akan berpikir ulang untuk melakukan. Sistem Islam pun akan membuat manusia untuk selalu terikat dalam ketaatan.


Akhir kata, peran keluarga saja tidak cukup untuk mengatasi persoalan ini. Perlu peran negara. Bukan dalam kapitalisme-sekuler, melainkan Sistem Islam. Sistem Islam dalam negara (Khilafah) akan mampu mengatasinya dengan tuntas. Sebab, khilafah berdiri bukan untuk kepentingan kapitalis. Khilafah tegak untuk menjaga ketakwaan individu di dalamnya.

Wallahu a'lam bish-shawwab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama