Hakikat Sebuah Kemerdekaan

 



Oleh: Ummu Syam (Aktivis Muslimah Cibarusah)


Dewasa ini, istilah "kemerdekaan" sering dianggap sama dengan "kebebasan", yakni suatu istilah umum yang berkenaan dengan keadaan yang paling baik bagi seorang manusia. Sehingga istilah kemerdekaan kemudian menjadi istilah yang sangat menarik dan sakral . Karena mampu menjadi magnet yang berhasil membangkitkan semangat untuk membebaskan diri dari penindasan kaum penjajah, sebagai tujuan pokok yang harus diraih. 


Semangat inilah yang menjadi latar belakang perjuangan sekaligus dorongan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaannya dan mengusir penjajah dari bumi Pertiwi. Hingga akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, lonceng kemerdekaan pun dibunyikan dan teks proklamasi dibacakan oleh Bung Karno. Menandakan bahwa tidak ada lagi romusha/kerja paksa/kerja rodi dan segala bentuk penjajahan fisik lainnya.


Sehingga kesengsaraan yang dialami oleh rakyat Indonesia saat itu, telah lenyap seiring dengan perjuangan rakyat Indonesia. Namun sayangnya di balik kemerdekaan yang diraih oleh rakyat Indonesia, mereka tidak menyadari bahwa ada permainan politik global. Yaitu pada tahun 1939, ketiga negara penjajah yakni Inggris, Perancis dan Belanda telah bersepakat membuat strategi politik. Dengan secara perlahan-lahan membiarkan  negara-negara jajahan mereka menentukan nasibnya sendiri. 


Kemudian komitmen ini ditindaklanjuti dengan pemberian mandat dari Liga Bangsa-Bangsa yang membagi wilayah kekuasaan negara Khilafah Turki Utsmani dan Jerman sebagai wilayah yang mereka kuasai secara militer. Di samping itu, seiring dengan perubahan konstelasi politik dunia, munculah semangat nasionalisme dan patriotisme di seluruh wilayah negeri jajahan. Sehingga, selama rentang waktu antara tahun 1945-1960, di wilayah-wilayah negeri jajahan ketiga negara tersebut, telah muncul semangat untuk memerdekakan diri dan memproklamirkan kemerdekaannya, termasuk Indonesia. Artinya, jika kita menelaah kembali sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, maka ada berbagai premis yang menyimpulkan bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa ini, bukanlah murni hasil perjuangan rakyat, melainkan ada indikasi bahwa kemerdekaan bangsa ini merupakan "kesempatan" yang diberikan sebagai bagian dari strategi kaum imprealis (penjajah).


Mirisnya, rakyat Indonesia tidak menyadari hal ini. Bahwa di balik kemerdekaan yang mereka raih, ternyata tersimpan siasat licik yang telah dirancang oleh para imperialis. Karena bagi para imperialis, penjajahan fisik dinilai tidak lagi relevan, maka dirancanglah model imperialisme (penjajahan) gaya baru, yakni dengan menanam agen/para penguasa boneka yang mereka pilih untuk menjalankan agenda serta kebijakan di setiap negara jajahannya melalui invasi ideologi, politik dan budaya (gozwul fikr).


Sungguh sangat naif, bila kita berfikir bahwa lembaga legislatif dan eksekutif yang dibentuk pasca kemerdekaan, dan juga lembaga administrasi serta para penguasa itu tidak diwarnai dengan rencana-rencana konspiratif dari para imperialis. Hal ini bisa kita buktikan melalui sistem perundang-undangan dan peradilan yang berlaku di Indonesia pasca merdeka ternyata hukum yang berlaku di negeri ini masih berasal dari warisan  Belanda. Sungguh ironis, penjajahnya diusir namun hukumnya masih dipertahankan.


Demikian pula dengan sistem demokrasi-kapitalisme yang masih diterapkan hingga saat ini, juga telah membuka keran neo-kolonialisme di negara ini. Menyuburkan oligarki kapitalis, yang berimbas pada kebijakan yang menumbalkan kesejahteraan rakyat. Kemiskinan, pengangguran dan anak-anak putus sekolah, menjadi lingkaran setan yang siklusnya tidak pernah berakhir. Di sisi lain, hukum di negeri ini pun tampak tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Menandakan bahwa sistem hukum di negeri ini masih menjadikan uang dan jabatan yang memiliki kuasa penuh atas putusan hukum.


Selanjutnya dari sisi budaya, standar berpikir dan berperilaku rakyat masih berkiblat pada Barat. Atas nama kebebasan, rakyat dibebaskan untuk berpakaian ala Barat. Aliran musik satanic juga begitu digandrungi saat ini. Gerai makanan cepat saji ada di mana-mana. Bahkan budaya having sex, telah memberikan kebebasan kepada siapapun untuk melakukan aktivitas seksual di mana pun dan kapan pun selama tidak merugikan orang lain.


Sebab dalam sistem kapitalisme-sekuler dan demokrasi telah menawarkan kehidupan  pemisivisme dan hedonis. Hingga di kalangan kaum muda muncul slogan "muda foya-foya, mati masuk surga" yang sengaja dihembuskan ke dalam angan-angan. Dampaknya adalah lahirnya karakter individualis yang melekat pada masyarakat yang hidup di bawah naungan sistem ini. Menjadikan kepuasan materialistik sebagai standar sebuah kebahagiaan.


Inilah bentuk penjajahan model baru dari Barat yakni penjajahan pemikiran. Menjadi alat propaganda Barat untuk menyerang masyarakat Indonesia yang notabene beragama Islam, agar kaum Muslim semakin jauh dari agamanya.


Dari ideologi kapitalisme juga lahir sistem aturan kehidupan yang rusak dan merusak. Maka, bukan hal yang aneh jika sistem ini telah menghasilkan tatanan kehidupan yang rusak. Oleh karena itu, seharusnya kita mulai berfikir, benarkah negara ini sudah merdeka?


Hakikat Kemerdekaan Dalam Perspektif Islam


Hakikat kemerdekaan dalam Islam adalah saat manusia terbebas dari penghambaan kepada sesama manusia menjadi bentuk penyerahan diri hanya kepada Allah SWT semata. Kemerdekaan hakiki tidak hanya terbebas dari belenggu penjajahan secara fisik. Akan tetapi merdeka pula dari penjajahan ekonomi, budaya dan politik. Oleh karena itu makna kemerdekaan bagi kaum Muslim tidak boleh sekadar menjadi obsesi, akan tetapi harus diiringi dengan pemahaman politik dalam perspektif Islam. Karena kemerdekaan yang sempurna dalam perspektif Islam adalah kemerdekaan yang hanya bersumber dari penghambaan kepada Allah SWT semata. 


Kaum Muslim tidak boleh terjebak pada kemerdekaan yang semu, sesuai dengan strategi penjajah. Sebab, hal ini akan menjauhkan kaum Muslim dari kebangkitan hakiki.  Maka, di dalam jiwa kaum Muslim harus tumbuh kesadaran politis tentang pentingnya mewujudkan hakikat kemerdekaan yang sempurna. Sehingga terbebas dari budaya pemikiran kolonisabilitas dan menggantinya dengan pemikiran yang ideologis.


Seperti peristiwa hijrahnya para sahabat dari Mekkah ke Madinah atas perintah Rasulullah Saw. Peristiwa ini menjadi tonggak awal perjalanan menuju kemerdekaan yang hakiki. Di Madinah, tidak ada satu pun sendi kehidupan, kecuali di dalamnya telah diterapkan seluruh sistem aturan Islam secara kaffah. 


Maka, sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki solusi sempurna untuk menyelesaikan seluruh problem kehidupan manusia. Sebab, hukum/syariah Islam tidak hanya mengatur masalah tentang akidah dan ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Tetapi juga mengatur masalah seperti ekonomi, sosial, budaya, hukum, pemerintahan dan juga politik. Baik politik dalam negeri maupun luar negeri.


Selain itu, harus tumbuh kesadaran dari kaum Muslim tentang tujuan dakwah Islam. Yaitu agar Islam diterima sebagai sebuah  sistem kehidupan yang akan mengatur seluruh sendi kehidupan bagi umat manusia di muka bumi ini. Maka, kesadaran ini akan menjadikan Islam sebagai ideologi yang lahir bagaikan oasis di tengah gurun pasir.


Seperti peristiwa hijrah kaum Muslim dari Mekkah ke Madinah. Dari sini, kita bisa belajar bahwa untuk meraih kemerdekaan yang hakiki, kaum Muslim harus meninggalkan sistem yang diadopsi saat ini yang notabene merupakan sistem kafir penjajah. Dan menggantinya dengan sistem yang baru yaitu sistem Islam kaffah yang hanya bisa diterapkan dalam sebuah institusi negara yaitu Khilafah Islamiyah. Sebagaimana firman Allah SWT;


“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208)


Wallahu a'lam bish-showab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama