Sistem Pendidikan Islam Solusi Tuntas Atasi Kisruh PPDB

 



Oleh: Tri S, S.Si


Setiap tahunnya, Persiapan Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu dilanda masalah. Mulai dari aturan zona sistem yang eror, nama siswa tidak masuk seleksi, hingga pemungutan liar. Menyikapi permasalahan yang terjadi, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung meminta seluruh lapisan masyarakat turut mengawasi jalannya proses PPDB. Hal itu dilakukan untuk memastikan agar praktik pungli tidak terjadi, baik di tingkat SD dan SMP di Kabupaten Bandung. Kadisdik Kabupaten Bandung, Ruli Hadiana mengatakan bahwa untuk menekan kecurangan yang terjadi selama masa PPDB 2023 kali ini, pihaknya telah bekerja sama dengan tim saber pungli serta memasang spanduk sosialisasi di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Bandung. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa di Kabupaten Bandung saat ini ada sekitar 81 SMP negeri yang tersebar di seluruh wilayah. Sedangkan untuk SD ada sejumlah 1.294 unit. Terkait pelaksanaan PPDB di tingkat SD ini, Disdik menitikberatkan pada program transisi SD tanpa persyaratan Baca Tulis Hitung (calistung). Apabila ada pelanggaran terjadi tentu akan ada sanksi bagi sekolah. Untuk itu diharapkan agar seluruh elemen masyarakat ini mengawasi proses tersebut agar lancar dan tidak ada kecurangan (melansir.com, 12/07/2023).


Namun, pada kenyataannya praktik pungli saat PPDB telah menjadi rahasia umum di tengah para orang tua dan murid. Adanya sistem zonasi yang tidak merata, sementara sekolah favorit masih sangat didambakan, para wali siswa akan melakukan berbagai cara karena ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya sekalipun harus menempuh gratifikasi atau suap. Sedangkan dari sisi sekolah, sekalipun yang seharusnya berperan sebagai lembaga pendidikan yang akan mencetak peserta didik yang berkualitas, menjadi contoh dan teladan dalam membentuk karakter yang beriman bertakwa justru malah berorientasi materi.


Kualitas pelajaran dengan kurikulum yang sering berganti pun tidak membuahkan hasil yang lebih baik. PPDB dengan sistem zonasi yang diterapkan saat ini juga banyak melahirkan masalah, diantaranya ada sekolah-sekolah negeri yang sepi peminat. Karena letak sekolah yang jauh dari pemukiman atau anak-anak yang berdomisili di sekitar sekolah tersebut belum cukup umur untuk bersekolah. Di sinilah peluang terjadinya jual-beli kursi. Sungguh sangat disayangkan, sistem yang digadang akan memberi solusi, tetapi faktanya justru menimbulkan masalah baru. Inilah yang terjadi saat kapitalisme dijadikan sebagai landasan, sifatnya parsial tidak mengakar. Orientasi pendidikan pun hanya ditujukan untuk menciptakan generasi yang hanya menjadikan materi sebagai standar bagi segala sesuatu, dengan asas manfaat sebagai cara untuk meraihnya. 


Mereka adalah orang-orang yang akan siap menghadapi tantangan zaman, namun jauh dari nilai-nilai agama. Karena dalam sistem ini, sekularisme dijadikan asas bagi segala sesuatu, di mana aturan dari Sang Pencipta tidak boleh ikut campur dalam urusan dunia. Maka tidak heran jika siswa didik yang dihasilkan adalah generasi kapitalistik yang minim pemahaman akan syariat. Lain halnya dengan sistem pendidikan di dalam Islam, negara akan memfasilitasi segala hal yang dibutuhkan baik sarana maupun prasarana yang memadai, dengan kualitas yang terjamin, kesejahteraan guru dan sekolah yang memadai, disertai dengan civitas akademika yang beriman dan bertakwa dan kompeten di bidangnya.


Tujuan pendidikan Islam bertitik tolak dari konsep penciptaan manusia sebagai khalifah, yang di dalam Al-Qur'an menempati posisi yang sangat istimewa, karena ia diciptakan oleh Allah SWT. sebagai khalifatan fil’ardhi (wakil Tuhan) dengan tugas dan fungsi untuk ibadah hanya kepada-Nya. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an Surat, Al-Baqarah ayat 30, yang artinya: 


“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.


Pendidikan Islam harus diselenggarakan dan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk dan membina karakter menjadi insan kamil yang beriman, bertakwa dan berakhlak kepada Allah Swt. berdasarkan fitrah yang dibawanya sejak lahir yang merupakan perwujudan komitmen antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai penciptanya. Komitmen yang sudah terbentuk itu harus diperkuat agar manusia tetap lurus sebagai tujuan penciptaan dan senantiasa mengikuti perintah dan menjauhi laranganNya.


Dalam Islam pembiayaan seluruh pendidikan adalah tanggung jawab negara. Sejarah Islam juga telah mencatat bahwa khalifah menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sehingga mau di manapun sekolahnya kualitasnya terjamin. Namun semua itu hanya dapat terwujud ketika Islam dijadikan landasan dan diterapkan di setiap aspek kehidupan.


Pemerataan pendidikan sejatinya adalah tujuan mulia yang harus didukung. Namun, kebijakan ini hanya akan menjadi kebijakan yang sia-sia manakala tidak didukung oleh kebijakan di bidang yang lain. Kesenjangan kualitas pendidikan dapat ditemui di seluruh wilayah di Indonesia. Misalnya, kesenjangan kualitas pendidikan di desa dan kota, pusat dan pinggiran kota, serta Jawa dan luar Jawa. Mulai dari perbedaan kualitas guru, sarana dan prasarana, keterjangkauan teknologi informasi, serta infrastruktur pendukung. Meraih pemerataan pendidikan haruslah dimulai dengan meluruskan paradigma pendidikan itu sendiri. Bahwa pendidikan merupakan hak warga negara yang harus diberikan secara optimal oleh negara.


Implementasinya, negara harus memastikan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan terwujud secara merata di seluruh daerah. Begitupun tenaga pendidik harus memiliki standar kompetensi tertentu yang seragam di seluruh wilayah. Mekanisme demikian akan mencegah favoritisasi pada sekolah tertentu karena kualitas pendidikan merata. Hal ini dapat diwujudkan jika pendidikan ditopang oleh sistem ekonomi dan political will yang kuat. Sistem ekonomi yang mapan mampu mewujudkan pemerataan infra dan suprastruktur pendidikan di seluruh wilayah. Sementara political will yang kuat melahirkan penguasa yang memahami tanggungjawabnya untuk melakukan riayah (pengurusan masyarakat) yang menyeluruh termasuk dalam hal pendidikan. Namun, di alam ekonomi kapitalistik dan politik sekuler demokrasi seperti saat ini, hal tersebut menjadi amat sulit untuk diwujudkan. Pendidikan dianggap sebagai komoditas bisnis. Penguasa tidak memahami tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat. Sehingga kita dapati saling lempar tanggung jawab dari statement-statement para pemangku kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan pun terkesan gegabah dan tidak menyentuh akar persoalan. Hasilnya, lahir permasalahan baru serta menimbulkan keresahan dan kekacauan di tengah masyarakat. 


Islam memenuhi persyaratan dalam mewujudkan sistem pendidikan ideal. Islam memandang bahwa penguasa adalah penanggung jawab utama keberlangsungan hidup masyarakat. Kepemimpinan Islam wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya secara langsung. Dan syara' telah menetapkan bahwa negara yang secara langsung menjamin pengaturan pemenuhan kebutuhan primer ini (Abdurrahman Al-Maliki, 2001 hal. 186). 

 

Penguasa berkewajiban memenuhi segala keperluan mendasar warga negara seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara optimal. Maka, gambaran pendidikan dalam Islam adalah pendidikan gratis berkualitas yang diampu oleh para pengajar terbaik serta fasilitas penunjang yang lengkap. Pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh negara didukung dengan politik ekonomi Islam yang kokoh. Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan Negara Islam memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari Negara (Baitul Mal). Terdapat dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu (1) pos fa'i dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah dan dhariibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

 

Andaikan penerimaan tersebut tidak mencukupi, negara akan mengupayakan segera dengan cara utang tanpa riba. Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan,dan lain-lain. Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya (An-Nabhani, 1990).

 

Karena pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara, maka negara akan memastikan distribusinya terjadi secara merata. Andaikan sistem zonasi diterapkan pun tidak akan menimbulkan masalah karena kualitas pendidikan merata di setiap wilayah. Demikianlah gambaran pendidikan dalam Islam. Hanya saja, hal tersebut takkan pernah terwujud tanpa adanya institusi negara Indonesia yang berkomitmen menerapkan Islam kaffah. Wallahu'alam bishshawwab.[] 

 

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama