POLITIK IDENTITAS, APA SALAHNYA?



Oleh : Irawati Tri Kurnia

(Aktivis Muslimah)


Presiden Joko Widodo mengajak rakyat Indonesia menolak politisasi identitas dan agama, serta menyambut Pemilu 2024 dengan kedewasaan.


“Saudara-saudara sebangsa, se-Tanah Air. Toleransi, persatuan, dan gotong royong adalah kunci membangun bangsa yang kokoh. Oleh sebab itu, saya mengajak kita semuanya untuk menolak ekstremisme, menolak politisasi identitas, menolak politisasi agama,” kata Jokowi dalam pidatonya di Jakarta, Kamis (1-6-2023) lalu (www.m.kbr.id , Jumat 2 Juni 2023).


Hal ini perlu dikritisi. Kita sebagai seorang muslim, memang harus mengedepankan Islam dalam seluruh perkara hidup kita, termasuk dalam politik. Islam haruslah menjadi nafas dan ciri khas muslim dalam berpolitik. Karena ini sudah menjadi konsekuensi logis keimanannya pada Allah SWT.


Rakyat sangat penting untuk diperhatikan aspirasinya. Karena itu, wajar aspirasi berdasarkan agama harus dianggap sesuatu yang normal, karena mayoritas penduduk di negeri kita adalah muslim. Bahkan di Jerman sebagai negara liberal yang merupakan kiblat demokrasi, ada partai yang dengan tegas menyebut Christian, lengkapnya Christian Democratic Union. Ironisnya, malah di Indonesia, tidak ada partai yang secara tegas menyebut dirinya sebagai partai Islam, meskipun asasnya Islam.


Sungguh mengherankan ketika presiden dan banyak pejabat tinggi di negeri ini, termasuk beberapa tokoh agama, begitu kerasnya menolak apa yang disebut politik identitas. Lebih spesifik lagi,  arahnya adalah penolakan terhadap politik identitas Islam atau politik Islam.


Sebetulnya apa masalahnya? Sementara itu, di saat yang sama kita melihat ada banyak sekali kenyataan yang kontradiktif. Banyak seruan menolak politik identitas, tetapi di saat yang sama mereka menggunakan identitas-identitas agama untuk menarik simpati masyarakat muslim sebagai pemilih dalam pemilu.


Yang harus dilakukan umat Islam adalah Islamisasi politik, yakni politik berdasarkan Islam, baik dalam visi misinya, aspirasinya, maupun langkah-langkah perjuangannya. Ini yang harus menjadi agenda utama umat. Penting untuk menegaskan bahwa kita ini harus mendukung islamisasi politik, sama seperti islamisasi ekonomi, islamisasi budaya, islamisasi pendidikan, dan sebagainya. Islamisasi politik itu menggunakan Islam sebagai dasar dalam berpolitik. Ketika berpolitik, maka itu politik ibadah, yaitu politik yang berdasarkan ketentuan-ketentuan Allah. Karena itulah, tidak bisa tidak, jikalau kita ingin betul-betul mewujudkan hidup kita untuk beribadah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalam politik, maka politik itu harus berdasarkan risalah Islam. Disinilah ada upaya islamisasi politik, yang berbuah berkah dan rida dari Allah SWT.


Harus dengan tegas menolak politisasi Islam. Karena ini sama saja mengeksploitasi Islam untuk kepentingan partai sekuler konvensional yang ada. Politisasi Islam itu menjadikan Islam sebagai sekadar alat politik.


Yang menyedihkan saat ini, yang terjadi adalah penolakan terhadap Islamisasi politik, tetapi membiarkan terjadinya politisasi Islam, seperti menggunakan simbol-simbol Islam tadi untuk kepentingan mendulang suara.


Keluar masuk pesantren, tetapi bukan untuk belajar agama, melainkan berupaya meraih simpati para santri sebagai kantung suara. Datang kepada kyai bukan untuk mendengar nasihat, tetapi sekadar menarik simpati kyai dan penghuni pesantren untuk mendukungnya. Sedangkan ia sendiri sebagai calon, juga partai yang mendukungnya itu, sama sekali tidak pernah memperjuangkan Islam. Dia tidak berasas Islam, bahkan sekuler. Tujuan, narasi yang dibangun,  tidak pernah bersentuhan dengan Islam. Bahkan terkadang bertentangan dan memusuhi Islam. Maka inilah wujud nyata politisasi Islam.


Maka publik harus cermat dalam menilai yang sedang datang ini melakukan politisasi Islam atau islamisasi politik. 


Terkait kekhawatiran jika Islam diterapkan akan menimbulkan perpecahan seperti di Timur Tengah, dan sebagainya; itu tidak akan terjadi jika dibiarkan sebagai sebuah proses yang normal. Kegaduhan terjadi karena para buzzer (para pembenci Islam di media sosial) menyemburkan narasi-narasi kebencian dan kecurigaan. Contohnya seperti ‘jika Islam berkuasa di negeri ini, maka orang-orang kafir akan diusir, akan dijadikan seperti Suriah’, dan sebagainya. Itu adalah narasi-narasi yang menimbulkan kecemasan, padahal faktanya tidak seperti itu.


Oleh karena itu, umat Islam harus berpikir cerdas dan kritis, dengan memakai Islam sebagai standar. Umat Islam harus mempunyai sikap yang tegas, yaitu Islami politik sebagai upaya menjadi muslim sejati, wujud ketakwaan pada Allah SWT. Banggalah mengemban Politik Islam sebagai identitas kemusliman kita. Karena politik dalam Islam adalah bagaimana mengurus umat dengan Syariat Islam, politik berdasar sistem Islam dan berparadigma surga. Wallahu’alam bishshawab.[]


Catatan Kaki : 

(1) https://m.kbr.id/nasional/06-2023/pemilu-2024-jokowi-serukan-tolak-politisasi-agama-politik-identitas/111721.html

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama