Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)
Hari Raya Idul Fitri telah berlalu, namun silaturahmi masih tetap terjalin. Baik itu dengan saudara, teman, bahkan kepada para ulama dan pemimpin. Adakalanya kita saling bersalaman dan duduk bersama untuk sekedar bercakap-cakap.
Perintah untuk bersilaturahmi tercantum dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al-anshari:
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ، ذَرْهَ
Artinya: "Beribadahlah pada Allah SWT dengan sempurna jangan syirik, dirikanlah sholat, tunaikan zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orangtua dan saudara." (HR Bukhari).
Dalam riwayat lain, Aisyah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
"Kekerabatan itu berada di arsy, ia berkata, 'siapa yang menyambung ku niscaya Allah akan menyambungkan kepadanya (kebaikan), dan siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus darinya (kebaikan).'" (HR Bukhari dan Muslim).
Bersalaman adalah sunnah Rasulullah ﷺ. Ketika dua orang muslim bersalaman, Allah akan mengampuni dosa mereka berdua hingga mereka berpisah (HR. Abu Dawud no. 5212, Imam Ibnu Abdil Barr menilai hadis ini hasan).
Menghormati ulama juga bagian dari sunnah Rasulullah ﷺ. Beliau ﷺ memberi predikat yang sangat tinggi kepada ulama, yaitu “pewaris para nabi” (HR. Abu Dawud no. 3641, Imam Ibnu Al-Mulaqqin menilai hadis ini shahih).
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak pula mengerti hak seorang yang alim (HR. Ahmad no. 21693, Imam Haitsami menilai hadis ini hasan).
Mencium tangan saat bersalaman sebagai bentuk penghormatan juga pernah dipraktekkan oleh para sahabat di masa Rasulullah ﷺ dan di masa setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, yaitu masa para sahabat dan tabiin.
Sahabat Abu Juhaifah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ suatu kali memimpin shalat berjamaah. Setelah itu Abu Juhaifah meriwayatkan:
فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ، فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِي، فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ
Aku pun menyalami dan mencium tangannya. Aku perhatikan bahwa tangan beliau ﷺ lebih dingin dari es dan lebih harum dari minyak kesturi (HR. Bukhari no. 3553).
Dalam kesempatan lain, sahabat Ibnu Umar ra. juga meriwayatkan:
فَدَنَوْنَا فَقَبَّلْنَا يَدَهُ
Kemudian kami mendekat dan mencium tangan beliau (Rasulullah ﷺ) (HR. Abu Dawud no. 2647; Imam Suyuti menilai hadis ini shahih).
Selain kepada Rasulullah ﷺ, para sahabat menunjukkan hormat mereka kepada ulama di kalangan mereka. Sahabat Ibnu Abbas ra. suatu kali pernah mengundang Sahabat Zaid bin Tsabit ra. ke wilayahnya. Saat Zaid datang, Ibnu Abbas menyambut beliau dan memegangi tali tunggangan Zaid.
Ibnu Abbas berkata, “Seperti inilah kami memperlakukan ulama kami.” Setelah itu, Zaid kemudian mencium tangan Ibnu Abbas dan berkata, “Seperti inilah kami memperlakukan pembesar kami.”
Dengan catatan ulama dan pemimpin yang adil lah yang berhak kita hormati dengan mencium tangannya. Begitulah cara Rasulullah dan para sahabat menghormati yang lebih tua, para ulama, dan pemimpin.
Namun satu yang perlu kita ingat bagaimana caranya memilih ulama dan pemimpin terbaik untuk kita. Maka Rasulullah bersabda:
"Sebaik-baiknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintamu, kamu menghormati mereka dan merekapun menghormati kamu. Pun sejelek-jeleknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun benci kepada kamu. Kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknatmu”(HR Muslim).