Apa Kabar Bekal Akhirat Kita?

 


Oleh: Yaya Aulia


Galau, Resah, Kesal, mungkin inilah yang mewakili perasaan kita, ketika rekening kita terganggu. Khawatir takut uangnya raib, apalagi yang isi rekeningnya banyak. Apakah masih aman uang tabungan kita, atau jangan-jangan sudah dimanfaatkan oleh pihak lain? 


Perasaan seprti di atas sangat wajar dirasakan oleh siapapun yang mengalaminya. Namun sangat jarang yang merefleksikannya dengan realitas kehidupan, apakah sudah segalau, seresah, dan sekesal itu manakala tabungan akhirat kita sudah cukup atau belum? Apakah tabungan kita bisa menjamin kehidupan kita di akhirat kelak? Terkadang kita melewatkan pertanyaan ini, bahkan merasa aman-aman saja sekalipun belum punya bekal apa-apa.


Padahal waktu untuk mempersiapkan bekal akhirat tidak ada yang tahu berapa lama, bisa jadi waktunya panjang bisa jadi hanya sebentar. Mengapa kita santai-santai saja? Sementara bekal menuju surga tidaklah sedikit.


Banyak yang sudah terlena dengan dunia. Terlena dengan jabatan, harta, pujian, dan lainnya. Merasa apa yang telah dimiliki adalah jaminan kebahagiaan hidupnya. Merasa aman jika rekening cukup bahkan lebih, aman jika jabatan masih ditangan, aman jika reputasi masih terdepan. Benarkah itu semua bisa menjadi jaminan kebahagiaan seorang muslim?


Kebahagiaan hakiki seorang muslim adalah memperoleh Ridho Allah swt, tanpa Ridhonya Allah, sekalipun harta melimpah, jabatan mentereng, pujian terus mengalir, maka semua menjadi sebuah kesia-siaan. Sebagaimana firman Allah,


فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّمَاشَآءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ إِلاَّ مَاشَآءَ رَبُّكَ عَطَآءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ


“Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS. Hud: 106-108).


Lantas bagaimana cara kita untuk bisa bahagia tidak hanya di dunia melainkan juga di akhirat? Allah SWT berfirman,


فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَيَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى


“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha: 123-124).


Menjalani hidup dengan petunjuk Allah, niscaya akan memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa, karena hanya Allah yang Maha Mengetahui apa yang akan menenangkan dan menentramkan bagi makhlukNya. Semua petunjuk tersebut termaktub di dalam sumber hukum Islam, yakni Al-Qur'a, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Sudah paket lengkap dan pas tidak kurang tidak lebih. 


Namun sayangnya masih banyak yang berpaling kepada sumber kebahagiaan yang lain, yang tidak dapat menjamin apapun. Alih-alih mendapatkan kebahagiaan, justru kesulitan merajalela. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, demikian kiranya perumpamaan yang tepat menggambarkan realitas masyarakat yang selalu berharap pada aturan manusia. Sibuk memupuk kepercayaan pada aturan yang hanya fokus untuk bekal di dunia namun abai terhadap bekal akhirat. Sehingga menjadi pribadi-pribadi yang hanya mengedepankan kebahagiaan semu tanpa memikirkan kebahagiaan hakiki. Sibuk dengan perbekalan dunia, lantas sudah cukupkah bekal akhirat kita?

Wallahu'alam.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama