Kilang Minyak Pertamina Meledak (Lagi), Salah Perencanaan atau Karena Pengabaian




Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)
 

Belum selesai penyelesaian penanganan kasus terbakarnya Depo Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, akibat terbakar pada Jumat malam, 3 Maret 2023, yang menewaskan 21 orang. Dan tragedi itu kembali terulang, kali ini Kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai, Riau, terbakar pada Sabtu malam, 1 April 2023. Akibat kebakaran ini, sembilan pekerja mengalami luka-luka.


Kebakaran di fasilitas Pertamina diketahui bukanlah yang pertama kali. Dalam catatan Tempo, ada sejumlah kebakaran kilang dan depo Pertamina yang pernah terjadi sejak 2009, yaitu: Depo Plumpang (18 Januari 2009), Kilang Balongan Indramayu (29 Maret 2021), Kilang Cilacap (11 Juni 2021), Kilang Cilacap unit IV (16 November 2021), Kilang Balikpapan Plant 3 (4 Maret 2022), Kilang Balikpapan Plant 5 (15 Mei 2022), Depo Plumpang (3 Maret 2023).


Terakhir kebakaran Kilang Pertamina di Dumai Riau yang menambah daftar panjang insiden kebakaran ataupun ledakan di rumah Pertamina itu. Sehingga tidak jika masyarakat mempertanyakan Profesionalitas Pertamina, apakah ini salah perencanaan atau bentuk pengabaian? Karena bagaimanapun banyak nyawa yang sudah menjadi korban.
 

Saking berharganya nyawa Rasulullah SAW bersabda, dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu,
 

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).


Sangat disayangkan jika kurangnya profesionalitas, mengakibatkan nyawa seorang muslim harus hilang. Apalagi jika hal tersebut muncul dari pengabaian.


Mempertanyakan Profesionalitas Perencanaan Pertamina 


Kebakaran yang kerap terjadi menunjukkan lemahnya sistem keamanan Pertamina. Sebagai salah satu perusahaan milik negara, harusnya Pertamina mendapatkan suport penuh serta memberikan contoh yang baik untuk perusahaan lain. Apalagi dalam hal keselamatan kerja dan lingkungan kerja.


Kebakaran yang terjadi pada depo dan kilang Pertamina bukan semata karena faktor alam atau kesalahan petugas (human error), tetapi tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Sistem kapitalis adalah sistem pemerintahan yang berbiaya tinggi.
 

Bagi oknum partai yang duduk di posisi-posisi "basah" seperti Pertamina, memiliki tugas khusus sebagai mesin pencari dana untuk kemenangan partai. Dan ini sudah menjadi rahasia umum.


Akhirnya, berakibat pada dana BUMN tersedot untuk pengeluaran tidak resmi yang dilakukan oleh para oknum. Hal ini berdampak pada kualitas pekerjaan yang dilakukan. Misalnya terkait pengadaan, pemeliharaan, perbaikan, dan lain-lain, menjadi tidak sesuai standar. Sehingga tidak salah jika beberapa waktu lalu publik ingin perusahaan plat merah itu diaudit. 


Termasuk tata kelola kawasan yang padat penduduk di beberapa depo milik Pertamina. Ketidak tegasan dan cenderung adanya pembiaran membuat beberapa wilayah sekitar kawasan depo Pertamina menjadi pemukiman padat penduduk. 


Insiden ledakan yang berkali-kali harusnya menjadi bahan evaluasi dan dicari solusinya dengan segera agar tidak terulang apalagi hingga memakan banyak korban jiwa. Di sinilah publik kembali mempertanyakan profesionalitas Pertamina. Jangan hanya mengejar untung tapi keselamatan kerja dan masyarakat menjadi taruhannya. 


Khatimah

Tragedi Pertamina adalah wujud ketidak profesionalitasnya penguasa dan jatuh pada wujud pengabaian terhadap keselamatan kerja dan masyarakat umum. Tragedi Pertamina juga disinyalir sebagai buruknya perencanaan suatu kawasan, sekaligus menegaskan kentalnya kepentingan kapitalistik dalam mengeruk keuntungan. Dumai dan Plumpang hanyalah setitik objek kapitalisasi. Jangan sampai terus terulang tragedi yang disebabkan karena pembangunannya sesat dan nihil keselamatan bagi masyarakat di sekitarnya. Wallahualam bissawab.




*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama