Oleh : Septa Yunis (Analis Muslimah Voice)
Kebijakan impor masih terus berlanjut dan semakin menggila di tengah melonjaknya kebutuhan pangan di momen Ramadhan dan idul fitri. Hal ini dibuktikan dengan besarnya impor gula yang dilakukan Indonesia. Sebagaimana yang dilansir detikFinance.com (25/03/2023), Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menugaskan kepada BUMN Pangan dalam hal ini ID FOOD dan PTPN Holding untuk mengimpor gula konsumsi. Secara total impor gula untuk tahun ini 215.000 ton. Sementara untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi selama Ramadan, akan masuk gula kristal putih sebanyak 99.000 ton gula kristal putih (GKP). Targetnya, gula impor tersebut sudah masuk Maret atau April.
Kebijakan ini dilakukan pemerintah lantaran kebutuhan gula semakin tinggi, sedangkan negara kehabisan stok gula. Berdasarkan Prognosa Neraca Pangan Nasional Januari-Desember 2023, diperkirakan pada tahun ini produksi gula dalam negeri sekitar 2,6 juta ton, sedangkan angka kebutuhan gula nasional 2023 sekitar 3,4 juta ton.
Dengan demikian pemerintah mengeluarkan kebijakan impor gula. Ketidakmampuan pemerintah memenuhi pasokan gula ini sangat disayangkan. Indonesia sebagai negara agraris dengan lahan pertanian yang sangat luas. Seharusnya pemerintah mampu mengelola lahan tersebut untuk kesejahteraan rakyatnya tanpa mengeluarkan kebijakan impor.
Tidak adanya jaminan terhadap kebutuhan pangan masyarakat saat ini disebabkan asas untuk mengatur negeri ini adalah asas kapitalis bukan islam (khilafah). Dimana sistem ini memberi peluang yang besar bagi para kapital untuk mengintervensi kedaulatan negara inferior mereka. Berbeda dengan islam yang memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Lain kapitalis lain pula Islam. Di dalam Islam, pengelolaan pangan sangat diperhatikan dari segi tercapainya tingkat produksi, menyuburkan lahan, menghasilkan kualitas yang baik digunakan rakyatnya, menjamin suplay benih untuk petani dan pengelolaan tanah. Kebijakan pengelolaan tanah dengan memeberikan jalan kepada siapa saja dan bukan dengan cara pembebasan tanah untuk investasi asing. Masalah pendistribusian, dalam negara Islam bisa melakukan impor pada kondisi insidental darurat, hal ini pun tidak sembarangan, hanya akan impor dari negara yang mempunyai hubungan politik luar negeri.
Selain itu, Islam juga sudah memberikan contoh bagaimana peran negara dalam mengatasi rakyatnya yang kelaparan lewat Khalifah Umar ibn Khattab. Di dalam suatu riwayat, Khalifah Umar ibn Khattab di suatu malam melakukan inspeksi ke perkampungan penduduk mengambil dan memikul sendiri karung bahan makanan dari Baitul Mal lalu dipikulnya sendiri untuk diberikan pada keluarga yang sedang menghadapi kelaparan tersebut. Inilah wujud tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
Demikianlah antara kapitalisme dengan Islam dalam pengelolaan pangan. Dari sini bisa dilihat sistem mana yang benar-benar mementingkan kesejahteraan rakyat dengan sistem yang mengatasnamakan rakyat hanya demi kesejahteraan individu. Seperti itulah lemahnya aturan buatan manusia, karena manusia adalah makhluk yang lemah dan bergantung. Benarlah firman Allah SWT, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang yakin” (QS. Al-Maidah : 50).[]