Oleh : Anita Humayroh
Baju baru, Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari Raya
Tak adapun tak apa apa
Masih ada baju yang lama
Ini adalah sepenggal lirik lagu yang senantiasa di dengar di era tahun 90-an. Lagu yang menceritakan tentang suka cita menyambut hari Raya dengan segala aktivitas uniknya termasuk berburu baju lebaran.
Tapi sangat disayangkan, Ramadhan yang harusnya menjadi momen memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dilupakan begitu saja dan justru masyarakat sibuk berburu baju hari Raya. (detikNews, 010423).
Padahal Ramadhan baru memasuki 10 hari kedua. Dimana seharusnya, aktivitas ibadah saat ini meningkat dan bertambah. Karena saat ini Allah SWT memberikan limpahan rahmat kepada seluruh hambaNya
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dimana ia berkata bahwa Rasulullah SAW Bersabda:
“Awal bulan Ramadan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka).”
10 hari kedua di bulan Ramadan ini merupakan hari terbaik untuk berdoa meminta kebaikan dunia dan akhirat. Sebab pada hari-hari tersebut Allah SWT memberi kenikmatan dikabulkannya doa bagi hambaNya. Karena waktu terkabulnya doa yang paling mustajab ada di bulan Ramadan.
Virus sekuler telah membelenggu ke dalam raga kaum muslim sampai ke akar-akarnya, sehingga melahirkan virus turunannya yaitu hedonisme. Mereka lebih memilih berburu baru model terbaru dari pada sekedar memperbanyak dzikir memohon ampun dari segala sifat buruk yang membelenggu. Mereka lebih sibuk mencocokkan antara pakaian dan sepatu agar terlihat indah saat hari raya dari pada berdiam diri di masjid dan beribadah dengan maksimal mengharap rahmat dari Sang Pencipta. Na'udzubillah.
Tak sedikit dari mereka justru rela meninggalkan puasa Ramadhan mereka karena tak sanggup lagi setelah seharian berdesak desakan mencari outfit terkini. Bahkan tidak jarang didapati mereka mengajak serta buah hati di tengah terik matahari dan debu jalanan yang wara wiri. Inilah aktivitas mubazir masyarakat saat ini, potret buruk dari penerapan sistem yang sangat buruk.
Dalam Islam, aktivitas manusia seluruhnya diatur oleh hukum Syara'. Ketika sebuah aktivitas yang dilakukan oleh manusia menjadi penyebab lalainya mereka dari penyembahan kepada Allah SWT, maka aktivitas itu akan dilarang oleh Khalifah. Pun dengan aktivitas yang lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat. Islam akan senantiasa menjaga Aqidah masyarakatnya dengan cara yang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta, dan Khalifah sebagai kepala negara hanya sekedar pelaksana. Allah SWT sang Pencipta maha tau segala apa yang dibutuhkan oleh hambaNya. Maka sudah pasti dengan Islam segala urusan manusia akan terselesaikan sampai pada penjagaan keimanan manusia. Masha Allah.
Wallahu alam bisshowaab.[]