Wajah Buram Ide Kesetaraan Gender




Oleh : Triana Nur Fausi 

(Pegiat Literasi Kota Malang)


Tanggal 8 Maret setiap tahun dikenal sebagai hari Perempuan Internasional atau International Women's Day (IWD). Hari Perempuan Internasional dirayakan sebagai pencapaian sosial, ekonomi, budaya dan politik perempuan. Di tahun 2023 ini, tema Hari Perempuan Internasional adalah DigitALL: Innovation and technology for gender equality". Tema kampanye Hari Perempuan Internasional 2023 digaungkan dengan tagar #EmbraceEquity. Tujuan dari tema kampanye IWD 2023 dengan tagar #EmbraceEquity adalah agar dunia berbicara tentang Mengapa peluang yang sama tidak cukup untuk perempuan. (www.fin.co.id, 08/03/2023)


Berbicara paham kesetaraan gender,  pada hari ini begitu kuat mengalir pada kehidupan bermasyarakat. Paham kesetaraan gender ini telah mendorong perempuan untuk menuntut kesetaraan yang sama antara laki-laki dan perempuan, salah satunya dalam aktifitas bekerja. Para pejuang gender menuntut kebebasan untuk perempuan dengan harapan agar para perempuan bisa lebih berkarya dan mengembangkan potensinya di dunia publik dari pada diam dirumah menjadi wanita yang mengurus rumah tangga. Di barat gerakan kesetaraan gender muncul sebagai bentuk perlawanan dari kekerasan terhadap perempuan. Para pegiat gender juga memandang bahwa perempuan yang tidak bekerja sama saja tidak diberi kebebasan untuk berkarya, di rampas hak-haknya untuk mengembangkan potensinya, serta sebagai bentuk kemunduran bagi perempuan, padahal pandangan ini belum tentu benar.  Massifnya ide kesetaraan gender telah membuat banyak sekali perempuan pada saat ini yang lebih senang bekerja dari pada menjadi ibu rumah tangga. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk bekerja sampai mereka hampir tidak punya waktu untuk mengelola pekerjaan rumah tangga atau mengelola keluarga mereka sendiri. Ada juga kasus di mana perempuan harus berpindah tempat dan meninggalkan keluarga mereka untuk jangka waktu tertentu demi karir mereka. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa kasus perceraian juga meningkat karena faktor suami dan istri tidak menjalani kehidupan yang harmonis lagi. Selain itu hal ini juga berdampak pada meluasnya penyakit sosial di kalangan remaja karena runtuhnya kondisi keluarga mereka. Sebagaimana mestinya perempuan pasti memainkan peran penting dalam mendidik moral dan perilaku anak-anak mereka di rumah, tapi sayangnya peran ini sedang diabaikan oleh sebagian besar ibu-ibu saat ini. Banyak ditemui kasus kenakalan remaja seperti pergaulan bebas, hamil di luar nikah, LGBT, narkoba dan tawuran adalah bentuk dari kurangnya pengawasan orang tua terhadap anaknya. Salah satunya dipicu dari sibuknya para ibu dalam bekerja sehingga kontrol terhadap anak kurang, padahal peran seorang ibu adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya.


Berdasarkan fakta diatas muncul pertanyaan apakah ide kesetaraan gender sebuah kemajuan atau justru malah sebagai kemunduran bagi perempuan? Jika gerakan kesetaraan gender hadir dan mereka sangat aktif menyuarakan kebebasan perempuan sebagai bentuk untuk memajukan perempuan, maka hal ini perlu ditinjau kembali, karena pada faktanya ide kesetaraan gender justru bukan malah memajukan perempuan tapi merupakan sebuah bentuk kemunduran bagi perempuan. Mereka kehilangan identitasnya sebagai perempuan yang mulia, mereka lebih banyak di luar rumah dan menjadi obyek kaum kapitalis (pengusaha) untuk mereguk keuntungan. Tenaga perempuan dimanfaatkan besar-besaran di dunia kerja, baik di sektor perindustrian, hiburan, dan sektor pariwisata, serta sektor-sektor yang lain. Bukankah hal ini sama saja dengan penjajahan bagi perempuan? Hal ini justru mengungkung perempuan karena mereka diperas tenaganya untuk bekerja dan bekerja. Hari-hari mereka dipenuhi dengan tumpukan pekerjaan sehingga mereka tidak bebas dalam berkarya maupun mengurus rumah tangga. Lalu dimana letak kemajuan yang disuarakan para kaum pegiat gender yang aktif menyuarakan kebebasan untuk perempuan. Dari hal ini bisa ditarik kesimpulan bahwa ide kesetaraan gender justru malah membuat perempuan tertindas dan mengalami kemunduran baik kemunduran moral maupun kemunduran cara berfikir. Ide kesetaraan gender yang mengusung kebebasan sejatinya tidak akan pernah mampu memuliakan perempuan. Kebebasan diberikan tanpa aturan yang memadai telah mencengkeram perempuan menjadi masyarakat yang rusak dan tidak manusiawi. Pencampuran bebas antara pria dan wanita di dunia kerja juga telah membuka pintu-pintu maksiat dan kriminal, kejahatan pun menyebar tanpa kendali. Martabat perempuan rasanya menjadi tidak berharga yang membuat wanita menjadi 'murah' sampai-sampai mereka dapat dinilai dengan sejumlah uang. Paham kebebasan dan kesetaraan gender yang dimaksudkan untuk diperkenalkan, pada akhirnya menjadi sekedar 'slogan' dan fatamorgana. Mereka telah memperjuangkan hak-hak perempuan selama puluhan tahun tapi sayangnya perempuan masih tertindas di seluruh penjuru dunia. 


Sungguh telah jelas bahwa sesungguhnya kesetaraan gender adalah bentuk kemunduran bagi wanita. Kesetaran gender lahir dari sistem kapitalis sekuler yang menjadikan wanita sebagai obyek untuk meningkatkan penjualan suatu produk. Ide kesetaraan gender berkembang di Barat karena menjauhkan agama dari kehidupan sehingga tidak heran bila peradaban Barat sangat bebas dan tidak memuliakan wanita. 


Kemuliaan bagi perempuan hanya bisa didapat bila sistem yang menopang dalam sebuah negara adalah sistem yang menempatkan perempuan pada tempatnya, memberikan ruang bagi perempuan untuk berkarya tanpa harus meninggalkan kewajibannya sebagai ibu yang mendidik putra-putrinya untuk menjadi generasi emas harapan bangsa. Sistem itu tidak lain adalah sistem Islam yang memuliakan dan mensejahterakan perempuan. Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja dan berkarya didepan publik, hanya saja Islam mengatur dengan sedemikian rinci dalam bentuk syariat Islam agar para perempuan tidak menjadi korban eksploitasi. Sebut saja Fatimah al-Fihri, Maryam astrolobi mereka adalah contoh perempuan muslimah yang tetap berkarya di depan publik ketika syariah Islam diterapkan.  Sistem Islam juga akan melahirkan generasi-generasi emas karena para perempuan tidak meninggalkan perannya untuk mendidik putra-putri mereka supaya taat kepada Allah Swt. Hal ini telah terbukti dalam sejarah peradaban Islam, sebut saja Imam Syafi’I, Muhammad Al-fatih, Sholahudin al-Ayubi dan masih banyak yang lainnya yang mereka adalah contoh generasi emas yang lahir dari seorang ibu yang tidak meninggalkan perannya sebagai pendidik yang utama dan pertama. Sehingga tidak ada pilihan lain bagi seorang perempuan jika ingin mulia maka harus tunduk dan kembali kepada syariah Islam yang diterapkan secara sempurna oleh negara.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama