Negara Menjadi Ujung Tombak Mengatasi Stunting

 



Oleh: Umi Hanifah (Aktivis Muslimah Peduli Negeri).


Kasus stunting di kota Jember menempati urutan tertinggi di Jawa Timur. Menurut data hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, prevalensi balita stunting di Kabupaten Jember mencapai 34,9 persen, tertinggi di wilayah Provinsi Jawa Timur. Jawatimur.antaranews.com (7/2/2023).


Stunting merupakan masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang. Hal itu mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Antara lain, tinggi badan anak terhambat dan lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Tak tercukupinya gizi karena faktor ekonomi. Dalam penanganannya, Pemda setempat memberikan makanan tambahan setiap hari kepada penderita dengan melibatkan kader posyandu, serta penyuluhan makan yang sesuai standart sehat pada masyarakat.


Tentu menjadi sebuah pertanyaan besar, Jember yang sudah mendunia dengan diselenggarakannya Jember Fashion Carnaval, ditambah festival cerutu bertaraf international, Jember Kota Cerutu lnternational/JKCI dengan nilai transaksinya tahun 2022 mencapai 11 M, namun kasus stuntingnya tinggi? 


Harus diakui, perhelatan tingkat dunia yang tak berkolerasi dengan kesejahteraan rakyat, jika pun ada hanya remah-remah sedikit yang didapat. Ini semua akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Sistem yang memudahkan para kapital menguasai hajat hidup publik. Tentu saja yang mendapat keuntungan hanya segelintir orang yang terlibat didalamnya.


Bisa dilihat dari fakta yang lain, adanya gunung kapur di Puger dan gunung emas di Wuluhan yang telah dikuasai para korporasi besar. Masyarakat sebagai pemilik tanah dan air terabaikan haknya, Jember juga dikenal sebagai kota santri sudah seharusnya mau memakai aturan lslam dalam pengelolaan kekayaan alam. Dalam lslam api yaitu tambang (emas, kapur, minyak, besi dan lainnya), hutan, dan air adalah milik umum maka yang berhak mengelola hanya negara dan dikembalikan lagi hasilnya kepada masyarakat sebagai pemiliknya. Dilarang pribadi ataupun perusahaan swasta, asing , atau lokal menguasainya. (HR. Abu Dawud).


Masalah stunting sebenarnya telah masuk dalam rencana pemerintah untuk dicegah, namun langkah yang ditempuh belum menyentuh akar permasalahan. Ada kesalahan paradigma untuk mengatasi stunting, yaitu dari sisi penanganan yang bersifat individu padahal kasus ini adalah masalah sistemik dan satu-satunya jalan hanya negara yang bisa menyelesaikannya.

 

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa target  penurunan angka prevalensi kekerdilan pada anak (stunting) sudah sesuai dengan arahan dan indikator yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.


“Berbagai indikator pembangunan manusia, telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024. Satu di antaranya adalah penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024 dari kondisi 27 persen di tahun 2019,” kata Deputi Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dalam Peluncuran ILM "Cegah Stunting Itu Penting" yang diikuti di Jakarta, Senin. Antaranews.com


Negara Menjadi Ujung Tombak Atasi Stunting Hingga Tuntas. 


Dalam hal ini, yang bertanggung jawab agar rakyat tercukupi kebutuhan dasarnya per individu adalah negara. Pangan, sandang dan papan adalah hak rakyat dan penguasa berkewajiban memenuhinya agar stunting bisa diminimalkan hingga angka nol. Karena stunting berhubungan dengan terpenuhinya gizi, maka masyarakat harus dimudahkan mendapatkan akses pangan. Jika mereka susah memenuhinya bahkan jauh dari kelayakan tentu kasus tersebut akan terulang.


Inilah konsekuensi pemimpin sebagai pelayan sebagaimana Rasulullah saw. Berpesan, penguasa adalah pelayan yang mengurusi kebutuhan rakyatnya dan kelak ada pertanggung jawaban. (HR. Bukhari Muslim).


Sebagaimana saat Umar bin Khathab menjabat sebagai Khalifah, beliau setiap malam ronda berkeliling dari rumah ke rumah untuk memastikan rakyatnya tercukupi pangannya. Dengan sigap ketika mendapati rakyatnya yang kelaparan, ia mengambil gandum dan daging dari baitul mal untuk diberikan. Ketika masa paceklik, Umar juga memerintahkan kota lain untuk membantu saudaranya serta membuat dapur umum agar kebutuhan dasarnya terpenuhi. 


Alokasi dana yang digunakan negara dalam mengatasi kasus stunting sesuai syariat. Ada tiga sumber perolehannya, pertama harta negara yang diperoleh dari ghanimah, 'usyur, fai, harta orang murtad, harta orang yang tidak punya ahli waris dan lain-lain. Kedua, harta milik umum yaitu air, api (tambang) dan hutan yang jumlahnya sangat banyak. Harta ini akan dikembalikan lagi kepada umum/masyarakat sebagai pemiliknya dan negaralah yang berhak mengelola, swasta atau individu dilarang memilikinya. Ketiga, harta zakat yang distribusinya hanya kepada delapan golongan. Mekanisme yang sederhana namun tepat sasaran, sejak awal kasus ini akan bisa dicegah dan tidak berlarut-larut.


Semua itu bisa terlaksana karena didukung sikap amanah para pemimpin, mereka tidak memanfaatkan jabatan demi kesenangan di dunia. Para pemimpin dalam lslam bersungguh-sungguh dalam melayani rakyat karena takut hisab berat di akhirat ketika mengabaikan urusan mereka.


Lain halnya dengan saat ini, upaya Pemda setempat memberikan makanan tambahan kepada penderita bukan solusi, bisa dikatakan itu tumbal sulam saja. Karena kebutuhan makan, terutama gizi harus selalu terjaga setiap hari bukan ketika terjadi stunting. Hal ini menunjukan ketidaksiapan para aparat menuntaskan kasus stunting, mereka bekerja ketika ada kasus dan itupun jauh dari yang diharapkan untuk menuntaskan. 


Selain itu penguasa harus memudahkan rakyat mendapat akses pendidikan baik terkait gizi maupun skill yang lain. Sayang, dalam sistem kapitalisme pendidikan adalah barang mahal yang tidak bisa dijangkau oleh kaum papa. Jauhnya pendidikan berakibat dengan minimnya keahlian mengatasi masalah.


Penguasa juga harus memberikan banyak peluang agar para suami mudah mencari nafkah, salah satunya dengan membuka banyak lowongan pekerjaan. Hari ini, lowongan pekerjaan didominasi yang berduit, punya kolega, dan yang lebih miris pekarja asing dan aseng membanjiri negeri ini. Dengan pendidikan yang rendah dan skill yang kurang, rakyat terpinggirkan hingga kesulitan mendapatkan ekonomi untuk menafkahi keluarga.


Sekali lagi negara yang menerapkan sistem kapitalisme bisa dikatakan gagal mengatasi stunting, karena dari hulu tidak dituntaskan. Maka hilirnya akan banyak masalah, sulitnya mencari pekerjaan, tarif dasar listrik mahal, harga berbagai kebutuhan pokok melonjak seperti minyak, telur, beras dan lain sebagainya adalah dampak penerapan sistem yang hanya berbicara untung rugi. Tentu saja, stunting menjadi salah satu masalah rumit yang akan terus terulang.


Tentu kita berharap kasus stunting tak perlu terjadi lagi di kota kita tercinta Jember. Solusi satu-satunya adalah ketika negeri ini mau menerapkan lslam dalam seluruh aspek kehidupan. Allahu a’lam. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama