Nasib Buruk Pekerja Migran, Butuh Negara Sebagai Pelindung

 


Oleh: Hikmatul Mutaqina


Kisah pilu seorang ibu, Merience yang berasal dari desa terpencil di Nusa Tenggara Timur. Mantan pekerja migrant yang selama delapan tahun disiksa majikannya di Malaysia, hanya bertahan demi uang  saku anak-anaknya.


Sungguh tragis nasib para ibu di tengah kemiskinan yang melanda negeri ini. Berjuang tanpa lelah bahkan nyawa pun menjadi taruhan. Merespon kasus tersebut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 Tahun 2023 guna meningkatkan pelindungan dan pelayanan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).


Menaker Ida Fauziah dalam keterangan yang diterima di di Jakarta, Jumat, mengemukakan pada Permenaker terbaru itu terdapat beberapa penambahan manfaat jaminan sosial dalam hal terjadi kecelakaan kerja, kematian, dan hari tua.


Menaker menjelaskan besaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) tidak ada kenaikan (tetap) yakni sebesar Rp370.000 (perjanjian kerja 24 bulan).


Begitu juga dengan besaran iuran JHT tetap sesuai dengan pilihan calon Pekerja Migran Indonesia antara Rp50.000 sampai dengan Rp600.000," paparnya.


Kurang Perlindungan


Setelah kasus mencuat baru terbit kebijakan baru. Padahal kasus serupa sudah sangat sering terjadi. Undang-undang perlindungan pekerja migran No.18 tahun 2017 yang menyatakan Pekerja Migran Indonesia harus dilindungi dari perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang- wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. 


Namun peraturan tersebut belum bisa menyelesaikan kasus perdagangan orang, kekerasan yang dialami pekerja migran bahkan terus terjadi hingga sekarang. Pasalnya, masih ada banyak celah dari pihak swasta merekrut pekerja untuk dijual ke luar negeri. Seperti yang  terjadi di awal bulan Maret 2023, Kepolisian Resor Lumajang mengungkap kasus dugaan perdagangan orang jaringan internasional dengan menetapkan pasangan suami istri berinisial HR (39 tahun) dan LJS (47) sebagai tersangka. 


Kemiskinan Jadi Alasan


Sempitnya lapangan pekerjaan bagi para laki-laki sebagai penanggung nafkah, juga pekerjaan yang tak layak menyebabkan bertambah angka pengangguran yang berdampak kemiskinan. Banyaknya BUMN yang beralih fungsi menjadi perusahaan swasta, aplikasi jualan online yang berstandar pasar bebas memastikan banyak perusahaan milik anak negeri yang gulung tikar. 


Bekerja ke luar negeri menjadi salah satu solusi yang dipilih agar bisa terus bertahan hidup. Tak sedikit kaum ibu yang turut menjadi pekerja migrant yang penuh resiko. Ditambah lagi, biaya hidup sandang, pangan dan papan yang terus meroket harganya. Dari pada mati kelaparan, bertaruh nyawa di negeri orang jadi pilihan.


Negara sebagai Junnah (pelindung)


Negara adalah pelindung rakyat, penjaga jiwa dan kehormatan setiap individu rakyatnya. Seperti disampaikan dalam hadist yang diriwayatkan Bukhori,


"Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” 


Menjadi Junnah (perisai) bagi umat Islam, khususnya, dan rakyat umumnya, meniscayakan Imam harus kuat, berani dan terdepan. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi juga pada institusi negaranya. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam.


Fungsi junnah dari Khalifah ini tampak ketika ada Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah, Nabi saw melindunginya, menyatakan perang kepada mereka, dan mereka pun diusir dari Madinah. Selama 10 tahun, tak kurang 79 kali peperangan dilakukan Rasulullah Saw, demi menjadi junnah bagi Islam dan kaum Muslim.


Selain itu, pengelolaan sumber daya alam dalam Islam juga ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Tidak ada campur tangan negara asing. Mekanisme distribusi harta diatur sedemikian rupa agar tidak ada monopoli kekayaan. Meniscayakan tidak ada jurang antara si kaya dan si miskin seperti saat ini. Pejabat dan konglomerat hidup mewah, sedang rakyat menderita bahkan sampai disiksa di negeri orang. 


Sangat bertolak belakang dengan sistem saat ini. Ketika al-Qur’an dihina,  Nabinya dinista,  negara dan penguasa justru abai. Mirisnya yang melakukannya justru seorang pejabat negara. Ketika kekayaan alamnya dikuasai negara lain jangankan mengambil balik dan mengusir mereka, melakukan negosiasi ulang saja tidak berani. Bahkan, merekalah yang memberikan kekayaan alamnya kepada negara asing. Sementara di negerinya sendiri rakyat terpaksa harus mendapatkannya dengan susah payah, dan harganya juga mahal.


Hadirnya negara sebagai pelindung sangat dibutuhkan agar tidak terjadi lagi kasus penganiayaan dan penyiksaan bagi para pekerja perempuan seperti yang terjadi pada Marience. Wallahua'lam. 





*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama