Jelang Ramadhan Harga Menjulang, Tradisi Buruk yang Terus Berulang



Oleh : Anita Humayroh


Tak terasa bulan Ramadhan sudah di depan mata. Di bulan yang suci nan penuh berkah ini umat muslim akan menjalankan kewajiban puasa. Selain itu bulan Ramadhan juga memiliki banyak keistimewaan di mana Allah SWT akan membuka pintu ampunan dengan lebar bagi hamba-Nya. 


Suka cita kaum muslim menyambut Ramadhan nampaknya selalu diiringi oleh duka yang diakibatkan oleh kenaikan harga pangan. Bak misteri, sering kali kita bertanya kenapa harga sembako menjelang atau pada saat Ramadan selalu mengalami kenaikan? Namun, ternyata kenaikan harga ini bukan hanya sebagai misteri, tapi juga bagian dari tradisi Ramadan itu sendiri. Secara umum kenaikan harga sembako di bulan Ramadan biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor :


Pertama, ketidakseimbangan jumlah supply & demand sembako, konsumsi/permintaan sembako di bulan Ramadan biasanya meningkat tidak diiringi dengan kenaikan pasokan sembako di pasaran. 


Kedua, panjangnya rantai distribusi sembako sedangkan terjadi kenaikan permintaan yang meningkat di berbagai daerah, sehingga, mengakibatkan beban ongkos distribusi menjadi lebih besar terlebih di tempat yang jauh dari produsen. (DataBaseJabar)


Selain itu, tidak dipungkiri masih adanya pihak yang tidak bertanggung jawab yang ingin meraup keuntungan lebih, pihak yang nakal ini biasanya membeli barang/produk dari petani dengan jumlah besar, kemudian ditimbun dan dijual pada saat persediaan pasar menipis dengan harga yang tinggi. Sistem kapitalis yang mencengkeram negeri ini telah berhasil menjadikan pemikiran masyarakat yang mengembannya menjadi brutal. Demi meraup keuntungan besar, mereka membuat skenario jahat agar keuntungan yang didapat semakin berlipat. Itulah kejahatan sesungguhnya. Kejahatan terstruktur yang dihasilkan dari sebuah penerapan sistem rusak. Sistem yang hanya menjadikan kebebasan sebagai standar perbuatan masyarakat tanpa adanya tujuan datangnya keridhoan Allah SWT. 


Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan oleh pemerintah, yang membuat tangan-tangan besar makin leluasa merampok dan merompak negeri ini. Sungguh luar biasa sistem saat ini merusak setiap sendi kehidupan manusia. Ekonomi dalam sistem kapitalis menghendaki pasar bebas untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi, mulai dari produksi, konsumsi sampai distribusi. Semboyan kapitalis adalah lassaz faure et laissez ke monde va de lui meme (biarkan dia melakukan dan biarkan dia berjalan, dunia akan mengurus dirinya sendiri). 


Ekonomi kapitalis tidak menginginkan pemerintah ikut campur tangan dalam sistem perekenomian dan membiarkan perekonomian berjalan dengan wajar dan akhirnya membawa perekonomian ke arah equilibrium serta menghindari terjadinya distorsi dan inefisiensi. Nauzubillah. Sungguh sebuah pemikiran yang rusak dan merusak.


Kondisi yang amat berbeda terjadi pada masa kegemilangan peradaban Islam. Sebuah artikel menggambarkan bagaimana sukacitanya masyarakat Khilafah Utsmaniyah menyambut bulan suci Ramadan. Para Sultan (Khalifah) menetapkan kebijakan khusus dalam rangka memuliakan bulan ini dan menjamin kebutuhan rakyatnya, termasuk pangan. Menjelang Ramadan, Sultan memerintahkan pembentukan lembaga khusus untuk memantau makanan yang beredar di pasar dan mengatur harganya. Bahkan, Sultan sendiri ikut memilih kualitas gandum untuk pembuatan roti yang akan dijual, serta menentukan berat dan jumlah garam yang ditambahkan ke dalamnya. Jika roti yang dihasilkan telah dipastikan baik oleh Khalifah dan orang-orang yang berpengalaman tentangnya, barulah Sultan memerintahkan untuk membuat dan menjualnya kepada masyarakat. Ini hanya salah satu fakta yang menunjukkan tanggung jawab Khilafah dalam menjamin tersedianya makanan bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau, khususnya saat menyambut dan selama bulan Ramadan. 


Di luar Ramadan, stabilitas harga pangan juga menjadi perhatian penting Khilafah. Untuk peran ini, Khilafah memiliki struktur yang dinamakan Muhtasib (Qadhi Hisbah). Di antara fungsi pentingnya adalah mengawasi aktivitas di pasar, termasuk pengawasan harga dan peredaran bahan makanan yang haram dan membahayakan rakyat. Pada masa Rasulullah saw., beliau saw. sendiri yang melakukan fungsi pengawasan di pasar-pasar, mencegah terjadinya kecurangan dan praktik-praktik kotor lainnya. Di samping itu, beliau saw. pernah mengangkat Sa’ad bin Sa’id al-Ash sebagai muhtasib di Makkah. Hal ini terus berlangsung hingga masa Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelahnya. Maka tidak heran keagungan Islam memancar dalam setiap aturan yang dipakainya. (Muslimah news.com)


Sejarawan Barat pernah menuliskan terkait ketahanan pangan dalam Daulah Islam, “Bahwa di sepanjang era peradaban Islam, makanan tersedia dan terjangkau hampir sepanjang waktu. Kelaparan yang terjadi sangat terbatas dan cepat teratasi. Dan belum pernah terdengar bahwa muslim—di mana pun mereka menetap—mengimpor makanan dari luar negara-negara dunia Islam.” 


Wallahu alam bisshowaab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama