Agar Keluarga Tidak Terjebak Euforia Menyambut Ramadhan



Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)


Dari hasil pengamatan selama bertahun-tahun diperoleh bahwa euforia Ramadhan dirasakan berada pada puncaknya itu satu minggu jelang Ramadhan hingga satu minggu pertama Ramadhan. Setelah itu grafik melandai, kemudian akan naik lagi satu minggu jelang hari raya Idul Fitri. Sehingga tidak salah jika disebut umat Islam hanya terkena euforia Ramadhan semata tanpa mampu meresapi kemuliaan bulan Ramadhan. Meskipun tidak semua, tapi euforia ini telah banyak menginfeksi umat Islam.


Tidak jarang di akhir Ramadhan yang harusnya kita semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, justru kita disibukkan dengan hal-hal mubah yang melenakan. Sebut saja berburu baju lebaran, membuat kue-kue, dsb. Jika aktivitas tersebut melibatkan anak-anak, apa iya kita justru menjerumuskan keluarga kita pada kerugian. Astaghfirullah. 


Untuk itu sebagai bagian dari keluarga yang memahami esensi Ramadhan jangan sampai kita terjebak dalam euforia tersebut. Karena tidak ada jaminan Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk berkumpul dan berjumpa Ramadhan di tahun berikutnya.


Sehingga apa yang harus kita lakukan agar tidak hanya terjebak dalam euforia Ramadhan semata? Setidaknya ada beberapa poin yang bisa kita lakukan, antara lain:


1) Menjaga niat. Kenapa niat? Karena setiap aktivitas itu tergantung niatnya. Ketika kita berazam agar Ramadhan kita memiliki makna yang lebih tidak hanya pada diri sendiri tapi juga keluarga, maka di sinilah _entry point_-nya. 


2) Memberikan teladan. Anak-anak adalah peniru ulung. Maka dari itu orang tua haruslah terlebih dahulu melakukan suatu amal. Kalaupun jika itu adalah amaliah yang baru akan dilakukan maka orang tua memberikan contoh kesungguhan untuk melakukannya.


3) Memiliki visi yang sama antara ayah dan ibu. Hal ini tidak kalah penting. Misalnya, jika ibunya mengajak tadarusan bersama maka ayah ya jangan mengajak ngabuburit ke mall, jalan-jalan, ataupun aktivitas yang lain yang berlawanan.


4) Kompak dan saling mengingatkan. Dengan begitu jika kita mulai "oleng" dengan hal lain diluar program yang sudah dicanangkan bersama, anggota lain dari keluarga bisa saling mengingatkan.


Dengan empat poin di atas diharapkan keluarga kita bisa kembali pada hakikat kemuliaan bulan Ramadhan dan tidak terjebak pada euforia saja. Dan janganlah kita berpuasa tapi menjadi orang yang merugi. 


Rasulullah SAW bersabda,


قَالَ لِي جِبْرِيلُ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ، فَقُلْتُ: آمِينَ


Jibril as. berkata kepada diriku, “Sungguh sangat merugi seseorang yang masuk ke dalam bulan Ramadhan, lalu tidak diampuni dosanya.” Aku pun mengucapkan: Âmîn (Ya Allah, kabulkanlah).” (HR al-Bukhari).[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama