Tanggap Bencana Di Sistem Islam

 



Oleh: Tri Setiawati, S.Si


PBB mengatakan, sebuah konvoi kecil pada hari Kamis (9/2) melintas dari Turki ke wilayah Suriah barat laut yang dikuasai pemberontak untuk memasok bantuan yang sangat dibutuhkan berupa obat-obatan, selimut, tenda dan perlengkapan penampungan PBB. Itu adalah pasokan bantuan pertama yang mencapai daerah tersebut, tiga hari setelah gempa bumi dahsyat menewaskan ribuan orang. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta lebih banyak bantuan untuk membantu upaya pemulihan. Ia juga mengatakan kepada wartawan bahwa Kepala Koordinator Kemanusiaan PBB Martin Griffiths sudah berada di Turki untuk menuju wilayah-wilayah terdampak akhir pekan ini, untuk menilai apa saja kebutuhan yang diperlukan di lapangan (voaindonesia.com, 10/02/2023).


Kita sering mendengar kabar duka dengan terjadinya gempa bumi di berbagai wilayah, seperti di Papua juga di negara Turki dan Suriah. Hal yang membuat sedih tatkala para korban bencana tidak mudah untuk mendapatkan bantuan. Seperti hal nya di daerah Suriah, mereka kesulitan menerima bantuan gempa Internasional karena negara Suriah tengah menghadapi sanksi dari negara Amerika Serikat dan Eropa sehingga membuat bantuan terhambat masuk ke negaranya.


Juga yang terjadi di Papua, korban bencana baru mendapatkan bantuan setelah beberapa hari sejak gempa terjadi. Padahal korban bencana merupakan manusia-manusia yang sangat membutuhkan pertolongan yang sangat mendesak karena berurusan dengan hidup dan mati seseorang.


Sayangnya ideologi Kapitalis yang diemban telah menyusahkan kaum muslimin, menjadikan penguasa abai dan setengah hati dalam mengurus kepentingan umat. Padahal sejatinya ketika terjadi musibah negara seharusnya menjadi garda terdepan dalam merawat dan mengurus rakyatnya yang sedang kesusahan. Bencana adalah qadha, sebuah ketetapan yang pasti adanya dan tidak dapat dielakkan oleh manusia. Meski begitu syariat Islam memiliki aturan bagi manusia untuk berikhtiar menghindari marabahaya akibat kelalaiannya dalam penanganan bencana. 


Sesungguhnya Allah menjelaskan bahwa kerusakan di daratan dan lautan adalah akibat tingkah polah manusia kala mengelola alam yang tidak seiring dengan ketentuan Allah.


Siapa saja  yang memimpin Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, mestinya memiliki kesadaran politik penanganan bencana yang tinggi. Manajemen penanganan bencana disusun dan dijalankan dengan berpegang teguh pada prinsip “wajibnya seorang pemimpin melakukan ri’ayah (pelayanan) terhadap urusan-urusan rakyatnya.” Begitulah Islam mengajarkan,  sehingga seluruh aspek penanganan tanggap bencana dari hulu ke hilir akan berjalan sesuai aturan Allah.


Indonesia sendiri merupakan wilayah dengan potensi bencana besar yang dapat terjadi.  Seperti gempa dan tsunami karena banyaknya pantai yang berhadapan langsung dengan perbatasan lempeng Indo-Australia dan Eurasia.  Kemudian ancaman letusan gunung berapi karena termasuk  “ring of fire”.  


Namun patut disayangkan, politik bencana ini belum berjalan optimal. Kebijakan tanggap bencana mulai dari penguasaan daerah rawan bencana, peta potensi bencana, pembangunan sarana tanggap darurat, dan pemindahan pemukiman penduduk di area rawan bencana harus mendapat perhatian dan persiapan matang.  Penanganan ini pun harus dilakukan secara menyeluruh dari kesiagaan hingga pemulihan, serta keterkaitan dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan.


Selain itu dibutuhkan SDM untuk proses tanggap darurat yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya, dan ketersediaan sarana-prasarana yang cukup. Salah satu aspek penting lainnya adalah kebijakan penganggaran yang proporsional. Di satu sisi ancaman meningkat tetapi anggaran bencana menurun. Sehingga mitigasi dan kesiagaan berjalan tidak semestinya. Meskipun telah disiapkan dana darurat bencana, harus dijaga peruntukan dan keoptimalannya. Meski diakui itu sesuatu yang sulit, kala pengelolaan pembangunan saat ini masih menggunakan sistem berbasis sekuler. Meniscayakan aturan Allah kalah dari aturan manusia.


Jika melihat di masa kekhilafahan Umar bin Khattab ketika terjadi gempa, ia berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”


Oleh sebab itu sangat penting diterapkannya sistem berlandaskan akidah Islam dalam mengelola dunia ini, khususnya tanggap bencana dengan syariat Islam secara sempurna.  Bukan untuk tujuan materi yang fana tetapi rida Ilahi. Berharap beroleh keberkahan dari langit dan bumi. Hingga tak perlu Allah kembali memerintahkan alam untuk menegur kita berkali-kali.


“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS Al-A’raf: 96). 


Di dalam sistem Islam, Khilafah yang memiliki tanggungjawab penuh sebagai pengurus, pelayan dan pelindung rakyat. Seperti saat Khilafah Ustsmaniyah mengalami gempa, negara dengan cepat memberikan bantuan kepada umat, mengupayakan penanggulangan bencana tanpa mengulur waktu.


Wallahua’lam bishshowwab. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama