Penculikan Anak Makin Parah, Orang Tua Menjadi Resah




Oleh: Puspita Indah Ariani, S.Pd (Guru dan Aktivis Muslimah) 

Belakangan ini, info kasus penculikan anak semakin masif di sejumlah daerah. Bahkan dikatakan darurat. Para Ibu menjadi semakin resah dengan banyaknya pemberitaan tersebut. Anak yang diculik dipaksa mengemis, menjadi korban hasrat seksual, hingga organ tubuhnya dijual.  Sejumlah pemerintah daerah (Pemda) seperti di Semarang, Blora hingga Mojokerto sampai mengeluarkan surat soal isu pencegahan penculikan anak beberapa waktu terakhir. Namun, alih-alih menangani, polisi di sejumlah daerah justru menyatakan kasus penculikan anak itu hoaks.Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengatakan, meski polisi menyatakan hal tersebut hoaks, alangkah baiknya masyarakat agar tetap mawas diri. Para orang tua untuk memfilter informasi yang hoaks, di samping tetap memastikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak. (tirto.id,  Sabtu, 4/2/2023) 

Berbagai motif penculikan anak menjurus pada satu garis besar, yaitu kemiskinan. Pelaku penculikan melakukan hal tersebut karena tergiur imbalan yang besar. Selain itu, faktor utama adalah ketakwaan kepada Allah Taala. Andai saja para pelaku tersebut beriman pada Allah Swt. dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah Swt. telah menetapkan rezeki bagi setiap makhluk-Nya, mereka tidak akan melakukan cara haram untuk mendapatkannya. Akan tetapi, bagaimana bisa ketakwaan tumbuh pada diri mereka, sedangkan mereka lahir di tengah sistem kehidupan sekuler. Sejak kecil mereka tidak mengenal agamanya secara utuh dan mereka tidak memahami berbagai nilai ajaran Islam, seperti bahwa nyawa manusia lebih mulia dari dunia dan isinya, pembunuhan adalah kejahatan paling besar, wajib mencari nafkah dengan cara halal, wajibnya seorang ayah menafkahi anak dan istrinya, dan sebagainya.

Kehidupan sekuler  telah melahirkan berbagai tindak kriminal, karena kebebasan tingkah laku menjadi konsekuensi logis dari paham ini. Masyarakat merasa bebas berbuat untuk kepentingan mereka sendiri, tidak peduli merugikan orang lain atau tidak. Negara pun alih-alih menyelesaikan masalah, malah memicu terjadinya tindak kejahatan, secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, menetapkan sejumlah kebijakan yang ternyata kontradiktif terhadap penyelesaian tindak kriminal, termasuk penculikan anak.
 
Kebijakan terkait dengan perekonomian rakyat melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja, misalnya, melegalkan perusahaan untuk mengupah murah pekerjanya, bahkan mem-PHK mereka. UU Minerba juga jelas-jelas memihak korporasi untuk makin menguasai kekayaan yang sejatinya milik rakyat. Dua kebijakan ini saja sudah merugikan rakyat kecil yang kemudian makin menambah angka kemiskinan. Akhirnya, akibat kemiskinan, suburlah tindak kriminal, termasuk penculikan anak.

Payung hukum memang telah ada, hanya saja, sanksinya sangat tidak menjerakan. Pasal 83 UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan pelaku penculikan anak diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling sedikit 3 tahun, serta ancaman pidana berupa denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta. 

Realitas hukum di negeri ini yang tampak mudah diperjualbelikan. Asal ada uang, hukuman bisa ringan, bahkan pelaku dibebaskan. Akhirnya, tindakan kuratif untuk menyelesaikan persoalan penculikan tidak berjalan efektif. Begitu pula tiadanya tindakan preventif, masyarakat begitu mudah mengakses media sosial yang mengajarkan kejahatan dan pornografi, memicu maraknya penculikan dan pelecehan seksual.

Keamanan adalah kebutuhan komunal yang wajib diwujudkan oleh negara, terlebih untuk anak yang merupakan golongan yang rentan. Namun hal ini masih belum menjadi prioritas negara.  Abainya negara atas keselamatan rakyatnya adalah salah satu bukti lemahnya negara sebagai junnah atau pelindung rakyat.  Bahkan keamanan menjadi salah satu obyek kapitalisasi, sehingga tidak semua rakyat mendapat jaminan keamanan dan perrlindungan 

Berbeda keadaannya dengan sistem Islam. Islam menjadikan keamanan sebagai kebutuhan komunal yang wajib dijamin oleh negara.  Oleh karena itu, Islam menjadikan keselamatan semua individu menjadi salah satu hal utama yang harus diwujudkan oleh negara. Tidak diterapkan syariat Islam secara sempurna menjadi faktor terbesar terjadinya keburukan di tengah rakyat, termasuk kasus penculikan. 

Menurut Islam, negara harus berada di garis terdepan untuk melindungi rakyatnya, terlebih pada generasi muda sebab mereka adalah mutiara umat yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan. Negara akan melindungi mereka dari segala macam mara bahaya. Mereka akan dididik dengan pemahaman akidah Islam, baik di sekolah maupun rumah. Mereka pun akan dijauhkan dari pemahaman kufur, seperti budaya liberal.

Negara juga akan memberikan sanksi yang menjerakan. Pelaku penculikan dihukum takzir, yaitu hukuman yang ditetapkan oleh Khalifah. Hukuman bagi pembunuhan ataupun perusakan tubuh adalah kisas, yaitu hukuman balasan yang seimbang bagi pelakunya. Selain melindungi, negara juga menciptakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki dan menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya. Sandang, pangan, dan papan, serta kesehatan, keamanan, dan pendidikan, semua akan dijamin oleh negara. Sehingga kasus penculikan anak terselesaikan dengan baik dan tindak kriminal akan berkurang.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama