Mempertanyakan Keanehan Profesionalisme Penegakan Hukum Indonesia?

 


Oleh Triani Agustina


Keanehan kembali terjadi, ketika terdapat korban meninggal dimana pelaku diduga anggota penegak hukum justru menjadikan si korban sebagai tersangka.  Kasus ini lantas heboh mempertanyakan profesionalisme penegak hukum.  Profesionalisme menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki dalam profesi apapun, apalagi pada institusi penegak hukum. Dan dalam sistem kapitalis, Hukum sering dapat diperjual belikan. Selain itu  jiwa sosial rendah, bahkan nyawa dapat dianggap murah bila tidak memiliki status dan jabatan tinggi. 


Kejadiannya bermula pada Kamis (6/1/23) malam, Hasya sedang mengendarai motor di daerah Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan beriringan dengan motor temannya. Tiba-tiba sebuah motor di depannya melaju lambat. Hasya mengelak, kemudian mengerem mendadak sehingga motor Hasya jatuh ke sisi kanan. Tidak lama kemudian, dari arah berlawanan, sebuah mobil SUV yang dikemudikan mantan Kapolsek Cilincing, AKBP (Purn.) Eko Setio Budi Wahono melintas dan melindas korban. Seorang saksi meminta pengemudi mobil membawa Hasya ke rumah sakit (RS). Namun, Eko menolaknya. Akibatnya, Hasya tidak bisa cepat dibawa ke RS untuk mendapatkan pertolongan. Tidak lama setelah tiba di RS, Hasya dinyatakan meninggal dunia. (Republika, 29/1/2023).


Terkait kejadian ini, Kompolnas secara ajaib menyatakan bahwa Eko yang menabrak Hasya, tidak memenuhi unsur untuk dijadikan tersangka karena tidak melihat korban yang terjatuh. Sedangkan korban ditetapkan sebagai tersangka karena Polisi menilai Hasya telah mengambil jalur secara mendadak karena menghindari kendaraan yang sedang berbelok. Hasya dinilai melakukan kelalaian sehingga menghilangkan nyawanya sendiri. Kasus tabrakan memang bisa saja menjadi kesalahan dan kelalaian kedua belah pihak, namun  berbeda dengan kasus tabrak lari yang tidak sengaja melindas korban dan tidak mau bertanggung jawab. Sebelum menjadi aparat terlebih senior, dimana kemanusiannya? Belum hilang dari ingatan publik, kasus Ferdy Sambo yang melakukan rekayasa kasus sehingga seolah-olah korban (Yosua) yang bersalah. Kini, kejadian serupa terjadi lagi. Hasya yang sudah meninggal justru dijadikan tersangka. Hal ini tentu mencederai keadilan yang harusnya memihak warga sipil.  Padahal, aparat adalah pihak yang harusnya mengayomi rakyat dan bertindak secara adil. Aparat juga hendaknya berbuat secara ihsan (baik). Rasulullah bersabda, “Sungguh Allah SWT memerintahkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu.” (HR Muslim).


Aparat  kepolisian, sejatinya adalah alat utama negara dalam menjaga keamanan. Oleh karena itu  polisi harus mempunyai karakter murni seperti; keikhlasan, akhlak yang baik, tawaduk, tidak sombong dan arogan, kasih sayang, tindak tanduknya baik, seperti; murah senyum, mengucapkan salam, menjauhi perkara syubhat, bijak dan lapang dada, menjaga lisan, berani, jujur, amanah, taat, berwibawa, dan tegas. Dengan demikian, rakyat akan mendapatkan kepuasan akan perlindungan dari segala macam mara bahaya. Selain lebel personal aparat, pelaksanaan tugas aparat juga sangat ditentukan oleh sistem yang diterapkan. Sayangnya, saat ini sistem yang ada adalah kapitalisme sekuler sehingga menghasilkan aparat yang mata duitan. Akibatnya, keadilan tegak bagi yang kuat membayar, sedangkan rakyat kecil tidak mendapatkan keadilan. 


Berbeda apabila dihadapkan hukum Islam, semua manusia memiliki kedudukan setara, baik ia muslim non muslim dan  pria maupun wanita. Dalam Islam tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum atau hak istimewa (privilese). Siapa pun yang melakukan tindakan kriminal (jarimah) mendapatkan hukuman sesuai dengan jenis pelanggarannya. Seperti pada masa Rasulullah, ada seorang wanita bangsawan dari Bani Makhzum melakukan pencurian. Para bangsawan mereka meminta kepada Usamah bin Zaid agar membujuk Rasulullah saw. untuk meringankan hukuman. Mendengar hal itu, Rasulullah SAW murka.


Sabda beliau, “Sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan. Sedangkan jika orang lemah yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya.” (HR Bukhari). Sungguh nampak perbedaan nyata dengan sistem Islam yang menjunjung tinggi supremasi hukum, dibandingkan sistem sekuler kapitalisme saat ini.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama