Ayumu Ketutup Gincu




Oleh : Endah Sulistiowati

Siapa pun yang sering melakukan perjalanan jauh, kemudian berada dibelakang truk dengan bak yang penuh warna, pasti sering membaca kata-kata mutiara, kata-kata lucu, doa-doa, atau pun sindiran-sindiran khas para sopir truk.

Seperti judul yang penulis sematkan di atas. Ayumu Ketutup Gincu, artinya kecantikan terbantu dengan make up yang dipakai oleh seorang wanita. Pasti pembaca paham maksudnya. Terkadang seseorang yang biasa saja akan terlihat cetar mempesona jika sudah dipoles make up, bahasa jawanya make up nya "mangklingi", dan khalayak menganggap make up yang bagus atau sempurna adalah yang bisa menyulap jadi mangklingi ini.

Bagaimana jika Ayumu Ketutup Gincu ini kita bawa dalam kehidupan yang lebih luas?

Saat ini di dunia maya banyak sekali berbagai aplikasi untuk nampang, narsis, eksis, dsb - dsb. Sebut saja aplikasi sosial media Facebook, Instagram, Tik Tok, You Tube, Line, Twitter, dan teman-temannya. Mereka memberikan apa yang kita butuhkan dalam bersosial media sesuai karakter dari masing-masing. 

Tidak jarang dari kita menjadikan sosial media itu tempat untuk berjual - beli, untuk dakwah, untuk yang hobi nulis, hobi videografi dan fotografi. Jadi bagaimana sosial media tersebut berisi, sesuai dengan si pemilik akun mau yang seperti apa.

Bahkan, banyak yang bisnis jual beli followers, penyedia jasa layanan upgrade akun, mempercantik akun, dsb. Bisnis ini pun laris manis seperti es Boba (kita gen milenial, sudah jarang makan kacang goreng, jadi kita ganti dengan es Boba, wkwkwkwk).

Hingga apa yang nampang di akun media sosial adalah foto terbaik, video termanis, dan aktivitas teryahud. Yang biasa-biasa sih lewat. Itulah hasil polesan atau kalau seperti judul di atas hasil dari gincuan.

Jika memang untuk bisnis, untuk dakwah, sah - sah saja mempercantik tampilan sosial media. Tapi kalau tujuannya untuk pengakuan, mendapatkan like, dikagumi banyak orang, akhirnya sibuk poles sana, poles sini. Digincu pink, peach, rose, mate, walah. Hmmm. Apalagi jika dilakukan secara sengaja. Kok ya, iya. 

Kalau hidup itu hanya sebuah polesan, menurut penulis sih, seperti menipu diri sendiri. Bukan real-nya kita. Berat juga jika harus hidup terus berpura-pura. Apalagi jika khalayak mengenal kita sebagai sosok yang di sosial media cetar, ternyata di kehidupan sesungguhnya maaf "njeglek". Yuk ah, jangan ketebalan gincunya.
.
.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama