Pramugari Dilarang Berhijab: Fixed ini Diskriminatif


Oleh Triani Agustina   


Selama ini dunia selalu mengagungkan HAM dan aktif mengampanyekan dunia untuk menghormatinya. Ironisnya hal tersebut nampaknya tidak berlaku untuk umat Islam, khususnya dalam penggunaan kerudung bagi pramugari. "Munculnya kasus maskapai penerbangan di Indonesia yang melarang pramugarinya berjilbab menimbulkan kesan bahwa seolah-olah ada perlakuan diskriminasi yang diterapkan oleh terhadap pramugari yang mendasarkan pada agama atau discrimination based on religion or belief. Padahal sejak era reformasi yang diawali dengan dilakukannya amandemen konstitusi (UUD 1945), Indonesia menjadi salah satu negara yang juga berupaya untuk selalu menjunjung HAM," ungkap kiai Ahmad Kusyairi dalam pesan singkat yang diterima dan dipublikasikan oleh republika,co.id, Ahad (22/1/2023).  Adanya larangan tersebut jelas menunjukkan adanya diskriminasi terhadap muslimah. Terlebih memakai kerudung adalah kewajiban yang harus ditaati oleh muslimah semenjak mencapai usia baligh, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Ahzab ayat 59.    


Inilah fakta bahwa perintah agama yang jelas diperuntukkan bagi muslimah nyatanya masih terhambat oleh aturan buatan manusia. sehingga pada akhirnya, muslimah tersebut harus menghadapi pilihan antara patuh atas perintah Tuhan atau mematuhi aturan manusia. Akhirnya pula kebanyakan masyarakat justru mengedepankan tuntutan pekerjaannya supaya memiliki tetap memiliki pendapatan untuk menghidupi diri dan keluarganya. Hal ini nampak dapat juga disaksikan di ranah perusahaan, instansi, organisasi dan sebagainya khususnya di negara sekuler yang masih tidak mengizinkan pelaksanaan syariat. Misalnya saja, siswi di Bali dilarang menggunakan jilbab di sekolah umum. Kemudian, ada yang tidak mudah menunaikan salat bagi muslim atau muslimah di suatu pabrik atau kantor. Aturan  larangan pergaulan bebas yang justru kontradiktif dengan aturan permisif yang ada terkait hubungan laki-laki dan perempuan, bahkan tidak ada pengaturan upload konten di media sosial yang sangat memengaruhi kehidupan mental masyarakat sehingga akhirnya semakin sekuler  serta melanggar ketentuan Islam.  


Kesimpulannya, memang tidak mudah menjalankan syariat di negeri sekuler. Pasti selalu ada pertentangan karena propaganda kelompok moderat liberal untuk membebaskan perempuan, terserah dirinya mau menutup aurat atau tidak. Gaungnya lumayan banyak memengaruhi umat Islam.  Faktanya bahwa HAM memiliki standar ganda, manusia tentu memiliki keinginan agar hak-hak menjalankan agama dapat terpenuhi. Bukankah menjalankan syariat agama juga merupakan bagian dari HAM? Namun, HAM mengatakan tidak boleh melanggar hak perempuan dan mengekang kebebasan perempuan sehingga sulit mendapat pekerjaan. Jadi, itulah standar ganda HAM yang selalu ada pertentangan membingungkan. 


Maka, sistem kehidupan yang bisa menjamin pelaksanaan semua perintah Allah dan tidak akan membingungkan umat manusia hanyalah sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Negara dalam sistem Islam berkewajiban melaksanakan semua perintah Allah SWT dan memastikan rakyatnya menjalankan hukum syara’. Negara Islam akan mencegah segala pemikiran, nilai, dan standar pemahaman yang bertentangan dengan Islam, semisal liberalisme yang melahirkan tindakan diskriminatif. Selain itu,  harus dipahami bahwa dalam Islam profesi perempuan tidak berbasis pada eksploitasi tubuh dan mengedepankan kecantikannya atau fisiknya dan sebagainya. Islam membolehkan perempuan untuk berkiprah di ranah publik pada profesionalitasnya, seperti guru, dokter, dan lainnya. Itu pun ketika berkiprah di ranah publik, tetap menutup auratnya dan terjaga pergaulannya. Oleh karena itu wajib untuk benar-benar memahami bahwa satu-satunya sistem kehidupan yang dapat menghormati dan memuliakan perempuan, memenuhi seluruh hak dan kebutuhannya. Tidak mengeksploitasi  dan tidak membebani  dengan berbagai persoalan, hanya ada dalam sistem Islam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama