Mewujudkan Fungsi Masjid yang Sesungguhnya



Oleh: Nur Faktul (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Menjelang pemilu 2024 para calon hampir tak pernah absen untuk mengiklankan diri agar dikenal masyarakat luas. Berbagai kesempatan dan tempat tak luput untuk didatangi. Salah satunya adalah masjid dimana tempat ini memang sangat berkaitan erat dengan mayoritas muslim di negeri ini. Maka wajar saja jika para calon begitu antusias dengan masjid demi mendapatkan simpatisan dan suara rakyat.

Namun hal ini tidak selaras dengan pendapat beberapa pihak, sebab menurutnya masjid adalah tempat ibadah jadi tak seharusnya dijadikan tempat konstelasi politik. Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik maupun lainnya. Ini disampaikan Ma'ruf usai adanya pengibaran bendera salah satu partai politik di wasjid wilayah Cirebon yang menuai kritik masyarakat.

"Saya pikir itu sudah ada aturannya ya, bahwa tidak boleh kampanye di kantor pemerintah, di tempat-tempat ibadah, dan di tempat pendidikan. Itu saya kira sudah ada (aturannya)," ujar Ma'ruf dalam keterangan persnya usai menghadiri acara Haul ke-51 K.H. Tubagus Muhammad Falak Abbas bin K.H. Tubagus Abbas di Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan, Bogor, Sabtu (07/01/2023) malam. Dari sini dapat terlihat bahwasanya banyak sekali kaum muslim bahkan tokoh-tokoh Islam yang mengkerdilkan fungsi masjid yang sebenarnya. 

Mereka menganggap bahwa masjid tempat suci yang hanya boleh untuk perkara ibadah mahdhoh semata. Paham sekulerisme sepertinya memang telah mengakar kuat di benak para tokoh Islam di negeri ini, sehingga mereka pun menutup mata dan akalnya untuk memahami bagaimana fungsi masjid yang sesungguhnya di dalam Islam. Sekulerisme telah membatasi bahwa tempat ibadah hanya untuk mengatur urusan pribadi manusia dengan Tuhannya, sedangkan dalam urusan publik peran agama harus dihilangkan. 

Paham memisahkan agama dari kehidupan ini justru disampaikan lantang oleh para tokoh Islam yang notabene dianggap representasi suara kaum muslim. Sungguh sangat ironis memang, pandangan yang mereka sampaikan justru kontraprodiktif dengan akidah Islam yang pada akhirnya mereka sedang mengerdilkan Islam hanya sebatas ibadah semata. Astaghfirullah. Padahal, Islam adalah sebuah ideologi dan juga way of life bagi manusia tak hanya umat muslim. Islam mengatur seluruh urusan manusia, baik itu ranah pribadi, masyarakat hingga bernegara. 

Maka ketika masjid dibatasi hanya untuk urusan ibadah saja, hal ini merupakan upaya penjajah untuk mengkerdilkan ideologi Islam. Mereka berupaya memahamkan bahwa masjid adalah tempat suci sedangkan politik adalah perkara kotor. Padahal politik kotor ini adalah cerminan dari sistem demokrasi saat ini, yang penuh dengan kasus korupsi bahkan penyelewengan kekuasaan.

Tentu hal ini sangat berbanding terbalik dengan cerminan politik di dalam Islam yang mana makna politik adalah mengurus segala urusan umat dengan aturan yang telah Islam tetapkan. Oleh karena itu, jika politik Islam dijauhkan dari masjid maka hal ini adalah upaya menjauhkan umat dari politik Islam yang sesungguhnya. Di masa Rasulullah masjid merupakan pusat berbagai kegiatan, mulai dari ibadah, pendidikan hingga urusan politik kenegaraan. Hal yang dibahas pun berbagai problematika umat, baik individu dengan dirinya sendiri, dengan Tuhannya maupun terkait orang lain (muamalah). Di sinilah letak kesempurnaan Islam dalam menyelesaikan seluruh urusan umat, baik individu, masyarakat hingga negara. MasyaAllah.

Upaya menjauhkan masjid dari politik merupakan bentuk ketakutan dari penjajah akan kembalinya ideologi Islam, sehingga tak seharusnya umat muslim turut mengaminkan upaya ini. Sudah saatnya umat muslim bangkit dalam taraf berfikirnya, menjadikan islam sebagai satu-satunya solusi terbaik. Dan mendakwahkan Islam secara menyeluruh di berbagai lini masyarakat, agar Islam segera diterapkan dalam tatanan bernegara. Wallahu a'lam bi shawab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama