Endah Sulistiowati
Dir. Muslimah Voice
Judul di atas penulis ambil dari salah satu sepanduk yang di pasang dipinggir jalan berbunyi "Genjot Produksi Pangan", tentu saja samping kanan kiri menampilkan foto penguasa negeri dan salah satu pendukungnya. Apakah slogan itu ada yang salah?
Tentu saja slogan tersebut tidak salah! Namun sangat ironis! Kenapa?
Seperti pagi ini penulis mendapatkan informasi pupuk bersubsidi sudah ready dan bisa diambil di toko pertanian yang ditunjuk. Dengan percaya diri, penulis mendatangi toko tersebut, pastinya dengan membawa foto copy KTP (yang sudah terdaftar di RDKK) dan uang tunai. Akan tetapi, zonk! Petani masih "disemayani" dua hari lagi.
Inilah yang penulis sebut ironis. Petani diajak untuk menggenjot produksi pangan, namun di sisi lain pupuk yang ramah dikantong sebagai sarana menggenjot produksi, sulit diperoleh. Ibarat pungguk merindukan bulan, tidak sejalan.
Belum lagi jika ditengah panen raya, pasar digrojog produk impor. Nah loh!
Isu Krisis Pangan di G20
Mengutip dari tempo.co, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menekankan jika ingin Indonesia lebih maju, yang pertama kali harus menjadi prioritas adalah pertanian dan ketahanan pangan. "Masalah pertanian harus menjadi super prioritas teratas, jika ingin Indonesia lebih maju," tegas Syahrul dalam Diskusi Publik: Outlook Sektor Pertanian 2023, Jumat, 16 Desember 2022.
Dari merdeka.com, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut negara-negara di dunia akan mengalami krisis pangan di tahun 2023 mendatang. Sehingga isu pangan global ini harus diselesaikan dengan duduk bersama antar negara.
Sri Mulyani mengatakan, permasalahan ketahanan pangan telah menjadi perhatian forum G20. Presidensi G20 Indonesia telah menegaskan kembali komitmennya untuk menggunakan semua perangkat kebijakan yang tepat untuk mengatasi tantangan ekonomi dan keuangan saat ini, termasuk risiko kerawanan pangan.
Sehingga kalau memang mewujudkan ketahanan pangan adalah suatu hal penting dan genting, kenapa negara tidak memberikan kemudahan-kemudahan untuk petani mengakses sarana produksi (saprodi) pertanian? Bukankah jika dengan mempermudah petani mendapatkan saprodi, otomatis selangkah lebih maju untuk mengamankan ketahanan pangan.[]