By Rubi Alamanda
Mengutip dari Wikipedia, eksploitasi pada anak-anak memperlihatkan sikap diskriminatif ataupun tindakan sewenang-wenang terhadap seorang anak yang dilakukan oleh para orang tua ataupun masyarakat yang memaksa seorang anak untuk melakukan sesuatu untuk kepentingan ekonomi, sosial ataupun politik tanpa mempedulikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Bentuk eksploitasi pada anak bisa berbentuk fisik, sosial dan seksual.
Eksploitasi fisik adalah penyalahgunaan tenaga anak untuk dipekerjakan demi keuntungan orangtuanya atau orang lain seperti menyuruh anak bekerja dan menjuruskan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya belum pantas untuk dijalaninya.
Eksploitasi sosial adalah segala bentuk penyalahgunaan ketidakmampuan seorang anak yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Eksploitasi seksual adalah melibatkan seorang anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya.
Eksploitasi seksual tersebut dalam bentuk perlakuan tidak senonoh dari orang lain yang menjurus pada sifat pornografi, perkataan-perkataan porno, sehingga membuat anak menjadi malu.
Eksploitasi anak merupakan pemanfaatan untuk keuntungan sendiri melalui anak dibawah umur. Dengan kata lain anak-anak digunakan sebagai media untuk mencari uang.
(https://talithakumindonesia.com/5-faktor-terjadinya-eksploitasi-anak/)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti masih banyaknya kasus eksploitasi perempuan dan anak di bawah umur yang terjadi di apartemen. Terbaru, polisi mengungkap kasus remaja perempuan berinisial NAT (15) yang disekap di apartemen dan dipaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK) selama kurun waktu 1,5 tahun.
(https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/21/22432251/kpai-kasus-eksploitasi-anak-banyak-terjadi-di-apartemen-jakarta-hingga?page=all)
Sejumlah pengamen dan pengemis dari kalangan anak-anak masih marak di seputaran kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Beberapa di antara anak-anak itu bahkan mengaku sengaja diperintah keluarganya sendiri.
Satu pengemis anak lainnya pun mengakui sengaja meminta-minta ke pengunjung PKL di seputaran Kota Mataram. Bahkan anak itu mengaku terpaksa meminta-minta karena tidak diurus oleh keluarganya
(https://www.detik.com/bali/nusra/d-6429080/pengemis-pengamen-anak-marak-di-mataram-ada-yang-diperintah-bibi)
Mengapa Eksploitasi Anak Terjadi?
Berdasarkan fakta, masih banyak anak- anak yang belum mendapatkan hak -haknya yang dijamin oleh Undang-Undang. Untuk mewujudkan usaha tersebut, diperlukan dukungan dari pihak Pemerintah sendiri untuk mengawasi, membimbing, melindungi dan memberikan sanksi yang tegas, terhadap orang tua dan pihak-pihak yang melalaikan tanggung jawabnya terhadap perlindungan anak, dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002.
Berikut adalah beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya eksploitasi anak, berdasarkan penelitian dari KPAI: ekonomi, pendidikan, budaya, lingkungan, lemahnya penegakan dan perlindungan hukum.
(https://talithakumindonesia.com/5-faktor-terjadinya-eksploitasi-anak/)
Termasuk apa yang dilakukan oleh influencer Ria Ricis pada anaknya beberapa waktu yang lalu dalam sebuah konten, meskipun di akhir dia meminta maaf karena telah membuat heboh, adalah salah satu bentuk eksploitasi anak yang ujung-ujungnya adalah menaikkan rating akun media sosialnya yang tentu saja akan mengalirkan pundi-pundi rupiah. Meskipun bersembunyi dibalik mendokumentasikan masa kecilnya si anak dsb. Tapi tidak memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan, juga berujung untuk mendapatkan cuan, maka hal tersebut masuk pada kategori eksploitasi anak.
Faktor ekonomi ini terkait dengan adanya sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di Indonesia, yang berjaya yang punya kapital. Rakyat dibiarkan mengais rejeki tanpa ada bantuan terstruktur dari pemerintah. Rakyat dibiarkan hidup dalam kesulitan. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpuruk. Kenaikan berbagai keutuhan pokok, listrik, bensin. Membuat manusia merasa hidupnya tercekik, nafas susah sekali keluar, jantung berdebar memikirkan hari esok. Jangankan hari esok, nanti mau makan apa saja belum terpikirkan. Sehingga mereka terbiasa untuk menghalalkan segala cara untuk menopang perekonomian. Termasuk dengan mengeksploitasi anak.
Anak Dalam Islam
Anak merupakan permata hati orang tua. Anak merupakan hasil buah kasih sayang ayah ibunya. Anak merupakan generasi penerus perjuangan ayah ibu dan juga Islam.
Allah sangat memuliakan manusia, sehingga untuk terus berkelanjutan adanya kehidupan ada ghorizah nau bagi manusia, yang manifestasinya yaitu muncul rasa sayang kepada seseorang dan berkembang biaknya manusia. Harusnya ketika sudah mendapatkan anak, maka orang tua berkewajiban untuk mendidik, mengasuh dan mengembangkan potensi anak. Orang tua punya kewajiban tanggungjawab yang penuh atas amanah Allah ini. Baik itu berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan.
Anak di dalam Islam sangat dimuliakan, di fase anak-anak orang tua bahkan menjadi pembantu baginya. Di usia remaja menjadi pengawalnya. Di usia dewasa menjadi sahabatnya.
Jika terjadi keterbatasan ekonomi, maka negaralah yang akan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup individu per individu. Negara akan membuka lowongan pekerjaan bagi rakyat. Mengelola sendiri SDA (sumber daya alam) untuk kesejahteraan rakyat.
Dengan begitu pendidikan, kesehatan, perekonomian mampu dijamin oleh negara. Sehingga rakyat hidup secara mulia. Tidak ada alasan ekonomi yang dapat menghambat ayah ibu dalam mendidik anak. Ayah ibu, anak, sangat dimudahkan, bahkan cukup memikirkan ibadahnya saja. Karena faktor ekonomi tidak perlu dipermasalahkan lagi. Rakyat hidup mulia, sehingga tidak akan ada pikiran untuk mengeksploitasi anak. Bahkan anak orang lain sekalipun. Untuk itu maka sangat diharapkan kembali tegaknya Islam kaffah dalam bingkai negara yang super power untuk mengatasi ini semuanya. Wallahu a’lam.[]