Perundungan, Potret Buram Sekulerisasi Pendidikan


Oleh: Hestiya Latifah

(Mahasiswi, Aktivis Dakwah)


Sebuah video yang memperlihatkan para pelajar dengan empat sepeda motor yang ditumpangi viral di media sosial. Didalam video tersebut terlihat para pelajar berhenti di pinggir jalan, sementara ada satu pelajar yang merekam kejadian, yakni salah satu motor yang ditumpangi dua remaja berseragam sekolah itu berhenti di depan nenek-nenek. Tampak berbicara kepada nenek tersebut dari atas motor. Lalu tiba-tiba saja pelajar dari motor yang berhenti di depannya berlari ke arah nenek dan menendang sang nenek. Nenek itu pun langsung terjungkal usai ditendang. Remaja penendang lalu berlari ke arah motor dan kemudian meninggalkan nenek tersebut sambil tertawa. Kejadian tersebut terjadi di Tapsel (Tapanuli Selatan). Di mana sang nenek dalam video tersebut adalah terduga ODGJ (orang dalam gangguan jiwa). (Cnnindonesia.com /20/11/22)


Di video lain yang juga viral di media sosial, seorang siswa di SMP Baiturrahman, Kota Bandung, menjadi korban. Kejadian tersebut didalam kelas, di mana menunjukan seorang siswa memasang helm pada korban. Kemudian pelaku atau siswa yang memasang helm menendang kepala korban hingga terjatuh. Rekan korban yang ada di dalam kelas tersebut hanya melihat aksi bully tersebut. Korban yang terjatuh juga dibiarkan dan malah ditertawakan rekan-rekannya. Dari narasi yang beredar, korban sempat dilarikan ke rumah sakit. (Kumparan.com /20/11/22)


Dari kedua kasus di atas adalah salah satu bentuk  perundungan dari sekian banyak kasus perundungan di negeri ini. Banyaknya jenis perundungan yang terjadi tidak menutup kemungkinan karena adanya sistem yang tidak teratur dan adil yang tidak mampu menyelamatkan pelajar dari kerusakan-kerusakan yang ada, termasuk membentuk generasi yang benar dan baik. Tidak lain dan tidak bukan adalah buah dari sistem yang diterapkan di negeri ini yaitu  kapitalis-sekuler, yang menjadikan para pelajar di negeri ini tidak paham apa yang terjadi pada dirinya sendiri dan tidak paham bagaimana menyelesaikan permasalahan serta tidak tahu arah tujuan hidupnya.


Karena dalam sistem sekuler, agama hanya menjadi konsumsi pribadi tak ada ruang mengatur kehidupan umum dan negara. Sehingga ketika manusia sedang khilaf, menjadi urusan pribadinya saja lingkungan dan negara tak ada peran ikut campur. Tak heran, ketika generasi muda tak memiliki pondasi agama yang kuat dan tak ada kontrol masyarakat dan negara banyak kerusakan yang terjadi.


Sekulerisme Penyebab Rusaknya Generasi 


Sekularisme tidak bisa membawa kebenaran yang hakiki bagi generasi gemilang.  Akibatnya, negeri-negeri yang tercekoki sistem ini, menjadi sangar dan agresif terhadap rakyatnya sendiri, dan pendidikan di mana jati diri pelajar tidak ditemukan. Sementara orang tua hanya bisa pasrah terhadap sistem yang ada, bahkan nasib anak-anaknya pun tidak terkendali dan terkenali.


Bukan sekali dua kali kasus-kasus serupa terjadi, bahkan ada yang lebih parah hingga merenggut nyawa, hanya karena tangan-tangan usil dan pemikiran-pemikiran bejat akibat perbuatan dan pendidikan kapitalis-sekuler. D sinilah umat paham, anak-anak tidak bisa bergantung pada pendidikan yang berbasis kurikulum yang bebas serta aturan-aturan undang-undang yang dibuat oleh kebebasan-kebebasan yang memiliki kepentingan. Karenanya selalu dihantui kegagalan dan kehancuran masa depan, padahal umat membutuhkan generasi yang gemilang, tidak terkecuali para orang tua.


Terkait perundungan, diatur dalam pasal 76 C UU 35/2014 yang berbunyi, “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Ancaman hukuman bagi yang melanggar pasal ini adalah pidana. Penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000 (Tujuh Puluh Dua Juta Rupiah).”


Tapi ternyata, rupanya, keberadaan UU dan sanksi ini tidak cukup efektif mencegah perundungan. Faktanya, kasus perundungan makin marak saja dimana-mana. Lalu mengapa aturan yang ada belum juga efektif menyelesaikan kasus-kasus perundungan? Maka dalam permasalahan ini harus segera ada aturan alternatif yaitu yang mampu mencetak generasi cemerlang.


Sistem Islam Menjamin Generasi Cemerlang dan Mulia


Dalam sistem Islam, siapa pun yang sudah terbebani hukum syariat, jika melanggar ketentuan syariat, ia harus menanggung sanksi yang diberikan. Namun, dalam kacamata sekularisme, anak yang sudah balig, jika masih di bawah usia 18 tahun, tetap diperlakukan layaknya anak-anak. 


Pemikiran semacam inilah yang membuat anak kurang bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Kedewasaan yang tidak terbentuk, selalu dianggap anak-anak. Bandingkan dengan ketika Islam menjadi landasan dalam kurikulum pendidikan keluarga dan sekolah, pada saat itu semua para remaja termasuk seluruh umat akan mendapatkan pemahaman pada saat memasuki usia balighnya, yaitu terkait tentang tanggung jawab, taklif hukum, dan konsekuensi atas setiap perbuatannya.


Maka dalam hal ini, apa pun bentuknya, Islam melarang perundungan. Di dalam Islam, perundungan adalah perbuatan tercela yang dilarang oleh Allah Taala. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an:


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujurat: 11).


Berakhlak mulia adalah hal yang utama ada di dalam diri kaum muslimin. Dan harus di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan dalam permasalahan ini, diperlukan perbaikan yang menyeluruh, yaitu mengubah pemikiran sekuler menjadi pemikiran dan pendidikan yang berbasis akidah Islam, dan tentu sistem yang diterapkan haruslah sistem Islam, di mana kegemilangan Islam selama 1.400 tahun menguasai dunia dan melahirkan generasi unggul sebenarnya sudah cukup menjadi bukti bahwa Islam mampu mencetak generasi gemilang.


Sejarah sudah mencatat. Tinggal bagaimana kita apakah akan benar-benar serius membangun generasi ini sebagai pilar pembangun peradaban Islam atau tidak?


Dengan Islam, pendidikan menjadi terjamin, dan umat sejahtera serta menjadikan para pelajar yaitu generasi yang cemerlang dan mulia. Sebab hanya dengan Islam kita menjadi umat terbaik. Tanpa Islam kita tidak akan jadi baik sebagaimana ungkapan Umar bin Khaththab ra., “Kita adalah umat yang pernah hina dan lemah, lalu Allah menguatkan dan memuliakan kita dengan Islam. Kalau kita mencari kemuliaan selain dengan agama ini, Allah akan menghinakan kita.”


Wallahualam bishawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama