Paradoks Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia)



Oleh: Leni Puji Astuti

(Aktivis Dakwah)


Hari Anti Korupsi Sedunia diperingati setiap tanggal 9 Desember. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tahun ini layak disikapi dengan rasa berkabung atas runtuhnya komitmen negara dan robohnya harapan masyarakat.


ICW kemudian menyoroti sejumlah aspek yang dinilai turut berkontribusi dalam meruntuhkan komitmen negara terkait pemberantasan korupsi. Salah satu aspek yang turut disorot ICW adalah tingginya angka korupsi di kalangan politisi. 


"Berdasarkan data penindakan KPK, sepertiga pelaku korupsi yang diungkap selama 18 tahun terakhir berasal dari lingkup politik, baik legislatif (DPRD maupun DPR RI) dan kepala daerah dengan jumlah 496 orang," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. Dikutip dari tirto.id (11/12/22).


Sungguh ironi, seperti api jauh dari panggang, hari Anti korupsi jauh dari realita. Di Indonesia peringatan hari Anti korupsi sedunia hanya menjadi seremoni tanpa makna, angka korupsi kian hari kian meroket. Ditambah disahkannya RKUHP yang justru mengurangi hukuman para koruptor menggambarkan fakta bahwa negara tidak bisa bertindak tegas dalam pemberantasan korupsi. Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Kepercayaan masyarakat makin melemah terhadap KPK yang merupakan lembaga khusus pemberantas korupsi. Hasil kinerja KPK tidak membuahkan hasil yang real. Korupsi tumbuh subur dan menjadi problem yang sulit dituntaskan.


Mirisnya pelaku korupsi sebagian besar dilakukan oleh para politisi, kekuasaan dijadikan sebagai ajang untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan halal dan haram. Tingginya biaya saat mendapatkan kursi jabatan menjadikan para elit politik memanfaatkan masa kerja sebagai masa untuk mengganti modal yang dikeluarkan. Seperti Inilah mental para pejabat yang dihasilkan dari sistem kapitalis. Para wakil rakyat tidak amanah, haus akan jabatan dan kekuasaan. bukannya mengurus urusan rakyat, namun justru orientasinya untuk mengeruk pundi-pundi harta agar masuk ke saku pribadi dan kelompoknya.


Dalam Islam, korupsi akan dibilas habis. Sistem Islam bertindak serius dan tegas dalam mengentaskan korupsi. Celah tindak korupsi ditutup rapat. Para koruptor diberi sanksi ta'zir yang hukumannya diserahkan kepada Khalifah, bisa berupa hukuman mati dan hukuman-hukuman keras yang bisa membuat jera para pelakunya.


Hanya dengan tegaknya kembali sistem Islam,  problematika tindak kejahatan seperti korupsi akan dapat diselesaikan. Karena Islam tidak hanya mengurusi ibadah semata, namun juga terdapat berbagai aturan yang mengatur perbuatan manusia terkait apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dikerjakan. Serta Islam pun mempunyai solusi dari berbagai macam permasalahan yang ada dalam kehidupan.


Wallahu a'lam bissawwab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama