Kontroversi RUU KUHP Bukti Standar Ganda Demokrasi




Oleh Ernita S


Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah mengalami revisi yang kini akan disahkan oleh DPR walaupun pengesahannya sempat mengalami penundaan. Penundaan pengesahan ini salah satunya diakibatkan oleh penolakannya masyarakat yang disebabkan pasal-pasal yang direvisi dipandang kontroversial seperti pasal yang mengancam kebebasan. Hingga menjelang pengesahan beberapa pasal masih diprotes sekalipun ada pembaruan.


Meski ada perbaikan, RUU KUHP masih mempertahankan pasal-pasal yang dapat mengancam kebebasan, termasuk pidana untuk “penghinaan” terhadap presiden dan perbuatan zina, kata aktivis dan ahli hukum. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mensahkan RUU KUHP yang sudah memicu perdebatan selama bertahun-tahun itu sebelum masa reses 15 Desember, kata legislator kepada BenarNews. Pakar Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, menilai adanya perbaikan dibandingkan dengan draf pada 2019 lalu karena adanya partisipasi dari berbagai ormas sipil.“Ada perbaikan tentu saja karena ini ada kerja keras dari banyak pihak tapi harusnya lebih baik lagi pasal yang masih represif dan berpotensi nantinya menyempitkan ruang berpendapat di Indonesia, harusnya tidak boleh ada sama sekali,” katanya kepada BenarNews. (Benarnews.com, 8/12/2022)


Di tengah-tengah ramainya arus penolakan RUU KUHP ini tetap saja mengalami perdebatan selama bertahun-tahun yang akhirnya akan disahkan. Meskipun berkali-kali undang-undang mengalami perbaikan di setiap tahunnya diharapkan pasal yang dihasilkan tidak bersifat represif bahkan tidak mempersulit bagi setiap warga negara untuk menyampaikan kebebasan pendapatnya. Seperti halnya saat sebelum pengesahan disampaikan oleh Ketua Dewan Pers memberikan pandangan RKUHP masih bermasalah karena berpotensi membatasi kemerdekaan pers.


Pengesahan RKUHP tinggal menunggu waktu. Komisi III DPR RI bersama pemerintah yang diwakili Kemenkumham menyatakan pembahasan RKUHP sudah selesai dan tinggal dibawa ke rapat paripurna. “Hadirin yang kami hormati, kami meminta persetujuan kepada seluruh hadirin dan pemerintah agar RKUHP ini untuk dilanjutkan pada rapat paripurna terdekat,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Adies Kadir di Ruang Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (24/11/2022). Dewan Pers juga mengkritik dan meminta agar Presiden Jokowi menunda pengesahan RKUHP. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya menilai, RKUHP masih bermasalah karena berpotensi membatasi kemerdekaan pers. (Tirto.id, 8/12/2022)


Pengesahan Revisi KUHP di tengah banyaknya pasal bermasalah terkait dengan kebebasan berpendapat dan lainnya, menunjukkan otoriternya pemerintah. Apalagi dengan abainya pemerintah terhadap  aspirasi rakyat.  Hal ini menunjukkan adanya kontradiksi dengan prinsip demokrasi yang dianut.  Adanya standar ganda menunjukkan demokrasi tak layak dijadikan sebagai  sistem kehidupan. 


Dalam Islam, standar aturan ada pada aturan Allah dan bukan pada akal manusia. Aturan Allah merupakan aturan yang paling adil dan tepat untuk manusia. Karena yang berhak untuk membuat hukum hanyalah Allah bukan justru manusisa. Pada hakikatnya Allah yang menciptakan manusia sehingga Dia lah mengetahui apa yang baik dan yang buruk, serta yang bermanfaat dan yang bermudarat untuk hambanya. 


Hanya dalam Islam akan tegak sistem hukum yang adil karena Islam mempunyai sumber hukum yang jelas. Sumber-sumbernya yaitu Al-Qur’an, Sunah, Ijmak Sahabat dan Qiyas sehingga manusia hanya tinggal menerapkan apa yang termuat dalam hukum tersebut. Karena hukum yang valid adalah aturan Allah maka aturan tersebut tidak akan berpotensi untuk mengalami perubahan. Oleh karena itu, aturan yang ditetapkan tidak mengikuti sesuai keinginan manusia dengan ini supremasi hukum akan selalu terjaga. Selain itu aturan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan permasalahan umat secara tuntas tanpa menimbulkan persoalan baru.


Wallahu a’lam bishshawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama