Ironis Bersukacita di Tengah Penderitaan Rakyat Karena Gempa Cianjur



Oleh: Agung Ratna (Muslimah Bangka Belitung) 


Ratusan infrastruktur dan fasilitas publik terdampak gempa magnitudo 5,6 yang melanda Cianjur. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 526 infrastruktur rusak,yakni 363 sekolah, 144 tempat ibadah, 16 gedung perkantoran, dan 3 fasilitas kesehatan, sedang jumlah rumah warga yang rusak sebanyak 56.320 unit. (Kompas.com, 26 November 2022).


Sangat disayangkan adanya pertemuan relawan ditengah bencana gempa Cianjur yang hingga saat ini masih membutuhkan pertolongan dan bantuan.


Pertemuan tersebut tentunya menghabiskan biaya besar. Apalagi ditengah suasana politik menjelang pemilu 2024. Pertemuan dengan relawan rawan dengan kepentingannya pribadi dalam hal jabatan / kekuasaan.Adanya penipuan kegiatan makin menguatkan dugaan tersebut.


Beragam cerita seperti puas,kecewa dan bingung datang dari acara pertemuan akbar relawan Presiden Joko Widodo yang tergabung dalam Gerakan Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta pada sabtu, 26 November 2022. Seperti halnya Sumitri,relawan yang berasal dari Tegal Jawa tengah, dia mengungkapkan " ya ada senangnya ada enggaknya,tadi katanya mau shalawatan qubro tapi ternyata enggak". 


Pemerintah saat ini sungguh berbeda dengan sikap Umar bin Khattab ketika terjadi paceklik yang melanda Madinah, yang menahan dirinya untuk tidak makan enak karena begitu prihatin dengan kondisi rakyatnya.


Pada dasarnya menolong orang-orang yang terkena musibah adalah kewajiban dan tanggung jawab bersama. Namun demikian, yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah. Sebabnya, pemerintah memang diamanahi untuk mengurus segala urusan rakyatnya, termasuk saat rakyat ditimpa musibah, sebagaimana saat ini. 


Karena itu pemerintah wajib melakukan ikhtiar terbaik dalam mengatasi rentetan dampak yang dirasakan warga akibat musibah gempa ini. Pemerintah harus memastikan dan menjamin setiap warga negara yang terdampak musibah terpenuhi segala kebutuhannya. Terutama makanan, akses terhadap air, layanan kesehatan dan obat-obatan. Berapapun biaya yang diperlukan harus disediakan dan dikeluarkan oleh pemerintah. Realokasi anggaran, penggunaan sisa anggaran lebih dan sisa lebih penggunaan anggaran, termasuk opsi yang bisa dilakukan. Kuncinya adalah kepedulian dan kemauan pemerintah untuk bertanggung jawab penuh mengatasi semua persoalan akibat musibah gempa ini. Selain itu, sudah seharusnya pemerintah lebih serius dalam melakukan antisipasi ikhtiar optimal jika sewaktu-waktu berbagai musibah (bencana) kembali datang. Ini adalah bagian dari amanah kekuasaan. Kelak di akhirat amanah kekuasaan ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. 


Rasul. saw. bersabda:


فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Pemimpin manusia adalah pengurus mereka dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad).


Amanah pemimpin (pemerintah), seperti dalam hadis di atas, adalah mengurus urusan-urusan rakyat (ri’âyah syu`ûn ar-ra’yah). Seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim, ri’âyah yang baik itu tidak lain dengan menjalankan hukum-hukum syariah Islam serta mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan rakyat. Inilah seharusnya yang dilakukan oleh pemimpin yang amanah. 


Dalam mengurusi rakyat, pemerintah hendaklah berlaku seperti pelayan terhadap tuannya. Sebabnya, “Sayyidu al-qawmi khâdimuhum (Pemimpin kaum itu laksana pelayan mereka).” (HR Abu Nu’aim).


Pengurusan rakyat oleh pemerintah ini tidak mungkin bisa dilakukan dengan baik kecuali dengan menjalankan seluruh hukum dan aturan Allah SWT dalam wujud penerapan syariah-Nya secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu alam bishawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama