Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)
Infinity menjadi kata-kata yang familiar digunakan dalam sebuah perusahaan, yayasan pendidikan, ataupun organisasi. Infinity menjadi kata-kata ajaib yang akan memompa semangat melambungkan effort kerja.
Beberapa waktu yang lalu penulis berkesempatan hadir dalam acara gathering akhir tahun sahabat Faaza di bawah perusahaan Zaada Usaha Mulia. Pada gathering kali ini mengambil tema besar Learn Growth Fun - Infinity Growth. Kata #Infinity inilah yang mengusik penulis untuk memahaminya karena memang memiliki makna yang sangat dalam.
Makna Infinity mewakili sesuatu yang tidak terbatas atau sesuatu yang lebih besar daripada bilangan real atau alami. So, sebenarnya apa sih infinity atau “tidak terhingga” itu?
Dalam ilmu matematika yang kita tahu, setiap angka dibagi 0 hasilnya tidak dapat didefinisikan. Itulah yang dimaksud tidak terbatas. Atau jika dalam kalkulator hasilnya 'error', coba saja.
Namun disini yang kita bahas bukanlah hasil pembagian bilangan dengan angka "0", tapi lebih dari tidak terbatasnya sebuah pertumbuhan hingga kata #infinity diikuti dengan kata #growth.
#Infinity #Growth, penulis artikan sebagai pertumbuhan yang tidak terbatas. Sehingga dalam sebuah perusahaan, jika ingin terus bertumbuh, maka ada tahapan yang harus dilalui. Termasuk tidak alergi dengan yang namanya perubahan.
Bagaimana jika Infinity Growth ini diterapkan dalam perjalanan dakwah, bisakah, mampukah?
Tentu saja bisa! Jika dakwah ini selalu bertumbuh, maka capaian-capaian akan terus kita dapatkan. Kita memang tidak boleh alergi dengan perubahan. Namun catatannya perubahannya selalu dalam koridor syar'i.
Dulu kita tidak menjadikan media sosial sebagai salah satu penumpu dakwah, namun siapa yang menyangka media sosial mampu menggerakkan jutaan massa dalam peristiwa 212 yang fenomenal tersebut.l, yang kenangannya terus membekas. Perubahan-perubahan seperti inilah yang justru harusnya membuat kita semakin inovatif dan kreatif. Sehingga sasaran dakwah semakin meluas dan opini publik semakin menyentuh berbagai kalangan.
Dulu, mungkin tabu acara-acara ke-Islaman diselenggarakan di cafe, resto, maupun hotel. Tapi, seiring berjalannya waktu, cafe, resto, ataupun hotel menjadi alternatif tempat yang juga memiliki daya panggil mendatangkan peserta yang dulu tidak tersentuh.
Jika Infinity Growth ini diterapkan dalam kehidupan bernegara, maka penyelenggara negara pun harus terbuka terhadap perubahan. Kesimpulannya, jika memang dengan demokrasi negara ini tidak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Mengapa tidak melirik sistem yang sudah mengukir sejarah emas peradaban? Khilafah misalnya! Wallahu'alam. []