Banjir Menyapa, Bagai Agenda Rutin Berkala

 


Oleh Nahida Ilma (Mahasiswa) 


Banjir kembali menyapa. Tak hanya ibu kota negara saja, kini sudah meluas bahkan ke lain pulau. Layaknya kawan lama yang bersua kembali. Lagi-lagi curah hujan menjadi objek pelabelan akar masalah. Curah hujan yang tinggi menjadi penyebab hujan kembali terjadi. Redaksi yang tak pernah berubah konteksnya seiring waktu berlalu


Curah hujan tinggi yang melanda Pulau Dewata menyebabkan tiga wilayah di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, mengalami banjir pada Sabtu (8/10/2022). Dari tiga wilayah tersebut, pihaknya telah melakukan evakuasi terhadap 154 orang wisatawan dari tempat mereka menginap (Kompas.com, 9 Oktober 2022).


Di Bali, tidak hanya WNI saja yang terdampak banjir. Beberapa WNA juga terdampak sehingga evakuasi dilakukan dari villa yang ditinggali. 


Sebanyak 2.436 warga mengungsi akibat banjir yang melanda wilayah Aceh Timur, Provinsi Aceh, sejak Jumat (7/10) pukul 10.00 WIB. Sebagian besar dari mereka mengungsi di balai dusun, meunasah, masjid, dan dayah (CNNIndonesia.com, 9 Oktober 2022).


Aceh kembali diterjang banjir, setelah di awal tahun juga mengalami hal yang sama. Untuk warga aceh sendiri, bencana alam terutama yang diakibatkan dari mobilitas air pasti membawa trauma tersendiri mengingat tsunami besar yang pernah terjadi di awal tahun 2000. Namun nyatanya setelah bencana alam tersebut, mereka tidak lantas mendapatkan jaminan keamanan dari pihak terkait. Hidup dengan terus dihantui rasa tidak aman. 


Jakarta. Menjadi wilayah yang tidak pernah alpa akan banjir ketika sudah memasuki musim hujan. Hidup di perkotaan, minim daerah resapan menjadikan Jakarta sebagai wilayah langganan banjir. Kota penyokong disekitarnya juga turut mengalami banjir, seperti depok, bogor dan tanggerang. 


Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan pemerintah dan masyarakat bahwa fenomena banjir yang terjadi di wilayah DKI Jakarta sudah tidak bisa dianggap lagi sebagai banjir kiriman dari hulu.


Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan hujan lokal dengan intensitas tinggi sudah bisa membuat Ibu Kota banjir. Menurutnya hal disebabkan masalah pada teknis saluran pembuangan air atau drainase (CNNIndonesia.com, 11 Oktober 2022).


Kejadian yang terus berulang ini cukup sebagai bukti bahwa selama ini solusi yang diberikan pemerintah masih belum menyentuh akar masalahnya. Upaya antisipasi dan mitigasi masih belum diperhatikan penuh. Padahal BMKG selalu memberikan peringatan berulang di akun media sosial untuk melakukan antisipasi banjir di tengah musim hujan. Kebijakan pemerintah justru semakin mengeliminasi daerah-daerah resapan air. 


Ketika dilihat kembali ke belakang. Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Yusmada Faizal telah menggagas sistem Polder sebagai andalannya dalam menanggulangi banjir di Jakarta (Kompas.com, 21 Februari 2021). Pertanyaannya, apakah sistem Polder efektif untuk mensolusi banjir? 


Sistem Polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik yang meliputi saluran drainase, kolam retensi dan pompa air yang dikendalikan dengan satu kesatuan. Dengan begitu lokasi rawan banjir didaerah rendah bisa diatasi dengan jelas sehingga elevasi muka air, debit  dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Sayangnya sistem polder hanya bisa diterapkan di daerah rendah yang berupa cekungan dan nyatanya tidak semua dataran rendah membuat dan menggunakan sistem polder. Kemudian, apa kabar daerah yang bukan dataran rendah dan tidak berbentuk cekung? 


Masalah banjir bukanlah masalah yang pelik ketika diselesaikan secara sistematis. Seluruh aspek kehidupan mendukung upaya tidak terjadi banjir, termasuk negara juga dengan maksimal mengupayakan pencegahan dan penanggulangan banjir. 


Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, glester, rob, dan lainnya, negara dapat mengambil kebijakan untuk membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan dan lain sebagainya. Negara juga dapat memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air untuk mempermudah pemilihan tindakan. 


Kebijakan pelarangan pembangunan pemukiman di wilayah-wilayah minim resapan air bisa dilakukan. Atau jika negara memiliki biaya yang mencukupi, dapat dibangun kanal-kanal baru atau resapan agar air bisa dialihkan alirannya dan dapat diserap oleh tanah secara maksimal. Sehingga wilayah tersebut dapat tetap ditinggali dan tempat dengan dataran yang lebih rendah tidak mengalami banjir. Sumur-sumur resapan dapat dibangun guna menambah kapasitas tempat resapan air dan dapat digunakan sebagai sumber air jika sewaktu-waktu terjadi kekeringan. 


Kelestarian lingkungan juga harus diperhatikan. Industri yang ramah lingkungan, penjagaan hutan dari berbagai bentuk pembalakan liar. Sanksi yang tegas akan diberikan kepada siapa-siapa yang melakukan pencemaran atau merusak ekosistem lingkungan. 


Upaya penanggulangan yang sistematis tidak dapat dilakukan pada negara yang memiliki paradigma rakyat adalah beban, sehingga upaya penyejahteraan rakyat hanya dianggap akan merugikan. Negara yang tertanam paradigma bahwa rakyat adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelaklah yang dapat mengaplikasikan upaya pencegahan dan penanggulangan banjir secara maksimal. Karena kesejahteraan rakyat akan selalu menjadi prioritas utama. Rakyat pun akan senantiasa diselimuti rasa aman. 


Wallahua'lam bi ash showab

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama