Koruptor Dibebaskan, Cacatnya Penegakkan Hukum

 


Oleh : Nur Aisyah


Penegakan hukum di negeri ini kian lemah. Terbukti dengan dibebaskannya 23 narapidana korupsi. Puluhan koruptor ini diberikan pembebasan bersyarat oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS). Beberapa diantaranya kasusnya viral dan sangat merugikan uang negara.


Berita ini pun tak pelak menuai kritik tajam dari masyarakat. Mengingat kejahatan korupsi itu bukanlah kejahatan biasa. Koordinator ICW Adnan Topan Husodo di kanal YouTube Populi Center, Rabu (7/9/2022) mengatakan, "Ada pemberian remisi yang itu tentu dari akal sehat kita, sebagai masyarakat melihat bahwa korupsi sebenarnya merupakan kejahatan yang serius, kejahatan kerah putih, kejahatan karena jabatan, itu kemudian dianggap sebagai sebuah kejahatan yang biasa."


Tak habis pikir bahkan sangat tak masuk akal para koruptor ini mendapatkan keringanan hukuman dengan adanya remisi korupsi. Remisi adalah pengurangan masa tahanan.


Latar belakang pemberian remisi koruptor ini adalah Mahkamah Agung (MA) mencabut dan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang dikenal dengan PP Pengetatan Remisi Koruptor. Lalu diganti dengan aturan baru. Yaitu Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 7 tahun 2022. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa bagi koruptor yang ingin mendapatkan remisi koruptor sehingga dapat bebas bersyarat harus memenuhi persyaratan. Menkumham mensyaratkan bagi napi koruptor, syarat remisi koruptor adalah wajib sudah membayar denda dan uang pengganti.


Dengan hukuman yang ringan yang dijalani para napi koruptor akan berdampak serius pada masa depan pemberantasan korupsi di negara ini. Yang paling utama adalah penegakan hukum yang dilakukan tidak akan memberikan efek jera. Artinya, orang tidak akan takut melakukan korupsi. Bahkan, mereka bisa jadi akan semakin getol dalam menggarong uang rakyat. Kedua, dengan kebijakan pembebasan bersyarat ini justru akan membuat para penegak hukum kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Pemerintah dan penegak hukum dianggap ambigu dalam menjalankan kebijakannya. (Sindonews.com)


Korupsi yang dilakukan para pejabat saat ini adalah buah dari sistem sekular-kapitalisme. Dimana mereka menjabat bukan demi melayani masyarakat tapi demi keserakahan diri. Sistem sekularisme menjauhkan mereka dari nilai agama dan membuat mereka tak takut pada penghisaban kelak di akhirat. Tak pelak mereka menerima suap dan melakukan tindak korupsi dengan menjarah uang rakyat. Padahal pejabat dalam Islam adalah amanah. Rasulullah SAW bersabda, "Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)


Islam adalah agama mulia. Dan mengatur seluruh aspek. Salah satunya adalah aspek yang mencegah korupsi dalam sistem Islam, yaitu :

1. Khilafah membentuk badan pengawasan/pemeriksaan keuangan. Syekh Abdul Qodir Zallum dalam kitab Al Amwal fi Daulah Khilafah "untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak maka akan ada pengawasan yang ketat dari pengawasan/pemeriksa keuangan.

2. Khilafah akan memberi gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan para pegawai pemerintah. Gaji mereka cukup untuk kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier.

3. Dalam pemerintahan Islam, biaya hidup murah. Karena politik ekonomi negara menjamin terpenuhinya kebutuhan seluruh rakyat. Kebutuhan kolektif akan digratiskan oleh pemerintah seperti pendidikan, keamanan, kesehatan, jalan dan birokrasi. Sedangkan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan bisa diperoleh dengan harga murah.


Jika tetap ada tindakan korupsi. Khilafah akan menerapkan sanksi yang keras. Khilafah akan menerapkan aturan haram korupsi/suap/kecurangan. Hukum yang bersumber dari hukum Islam bersifat keras seperti publikasi tindak korupsi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati sesuai pertimbangan harta yang dikorupsi.


Jadi para pejabat Islam tidak memungkinkan melakukan tindakan korupsi  karena dibekali keimanan yang luhur yang lahir dari kesadaran bahwa mereka hamba Allah. Lalu negara yang menjamin kesejahteraan para rakyat dan hukum yang tegas. Wallahu alam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama