Koruptor Merajalela, Islam Beri Solusi Nyata

 



Oleh Firda Umayah


Ditengah arus kasus korupsi yang melanda bumi pertiwi, masyarakat kini disuguhkan dengan fenomena adanya remisi bagi para koruptor. Sebagaimana dilansir oleh detik.com pada Rabu 7 September 2022 lalu, remisi bagi koruptor menjadi sorotan setelah 23 orang narapidana koruptor bebas bersyarat.  Remisi merupakan pemotongan masa tahanan sehingga masa tahanan menjadi lebih pendek dari ketetapan sidang pengadilan.


Remisi bagi para koruptor menuai kontra, lantaran sejumlah napi korupsi telah bebas dari penjara pada hari yang bersamaan. Yaitu pada Selasa 6 September 2022. Sehingga, Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyetujui adanya wacana dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut agar para terdakwa kasus korupsi dicabut hak remisi dan pembebasan bersyaratnya (beritasatu.com/11/09/2022).


Maraknya kasus korupsi terutama dikalangan para kepala pemerintahan baik di daerah maupun di pusat merupakan dampak dari keterlibatan para kapitalis yang ingin mengintervensi para calon pemimpin ketika pemilu (pemilihan umum) akan dilaksanakan. Ini dilakukan para kapitalis atau pemilik modal karena mereka memiliki kepentingan untuk melanggengkan kekuasaan mereka dalam melakukan aktivitas ekonomi dimana mereka membutuhkan legalitas dari para pemimpin wilayah. 


Akibatnya, para kapitalis akan mengeluarkan banyak modal untuk mendukung calon pemimpin yang akan loyal kepada mereka. Sehingga ketika para pemimpin yang terpilih menjabat, mereka harus mengembalikan modal yang telah diberikan oleh para kapitalis. Tentu saja hal ini tidak lepas dari penerapan sistem demokrasi yang sarat akan adanya ikatan kemaslahatan atau kepentingan politik antara para kapitalis dan para calon pemimpin.


Lebih dari itu, penerapan sistem pemerintahan demokrasi juga tidak lepas dari penerapan ideologi kapitalisme. Dimana sekularisme menjadi landasan berpikir dalam ideologi ini. Artinya, segala aturan dalam kehidupan dibuat berdasarkan akal manusia semata. Kalaupun sekularisme mengakui adanya agama, namun dalam sekularisme agama tidak boleh ikut serta dalam mengatur kehidupan sehari-hari baik dalam masyarakat maupun negara. Selain itu, ideologi kapitalisme telah menjadi asas manfaat dan keuntungan materi menjadi bagian dari standar perbuatan para pengembannya. Oleh karena itu, semua bentuk kepengurusan negara terhadap rakyat tidak terlepas dari asas manfaat ini.


Sungguh, ideologi kapitalisme dengan landasan berpikirnya sekularisme dan sistem pemerintahan demokrasinya tidak layak dijadikan sebagai sistem pedoman hidup. Karena telah merusak tatanan kehidupan masyarakat dan juga menyengsarakan rakyat. Lantas, adakah solusi nyata atas permasalahan kehidupan khususnya terkait maraknya tindak korupsi?


Faktanya, Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang berlandaskan aqidah Islam telah memberikan pandangan tersendiri terkait tindak korupsi. Korupsi atau tindakan penyalahgunaan kepercayaan publik untuk mendapatkan keuntungan sepihak merupakan tindakan yang dilarang dalam Islam. Hukum bagi para koruptor tidak sama dengan pencuri. Karena tindakan ini merupakan bentuk penghianatan terhadap amanah yang diberikan.


Hukuman bagi para koruptor akan ditentukan oleh hakim yang telah ditunjuk oleh pemimpin negara Islam (Khalifah). Hukuman dapat beragam, mulai dari pemberian teguran, denda, sanksi sosial, cambuk bahkan hukuman mati. Semua itu tergantung dari tingkat pelanggaran hukum Islam yang dilakukan. Islam juga memandang bahwa negara harus memiliki mekanisme untuk menjaga kejujuran para pejabat bahkan aparatur negara apakah mereka melakukan tindakan korupsi atau tidak. Caranya adalah dengan melakukan pencatatan kekayaan sebelum dan sesudah para aparatur negara. Inilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab dimasa kepemerintahannya.


Hal lain yang tak kalah penting adalah Islam memandang bahwa amanah sebagai penguasa bukanlah amanah untuk memperkaya diri. Sebab Khalifah dan jajaran penguasa daerah tidak ada pemberian gaji akan tetapi disantuni dan dipenuhi kebutuhan pokoknya. Walhasil, menjadi pemimpin bukanlah langkah untuk mendapatkan keuntungan materi. Melainkan merupakan bentuk pengorbanan untuk mengurusi urusan rakyat berlandaskan syariat Islam.


Islam sebagai ideologi juga menjadi aqidah Islam sebagai landasan berpikir. Dimana semua tingkah laku manusia ditentukan berdasarkan syariat Islam. Tidak ada 'money politic' dalam Islam. Karena masyarakat Islam memiliki keimanan di dada mereka. Termasuk keberadaan pemimpin yang terpilih harus terbebas dari segala intervensi. Baik intervensi partai politik, asing atau yang lainnya. Inilah solusi nyata Islam terhadap permasalahan korupsi. Solusi ini akan dapat dirasakan jika Islam diterapkan secara keseluruhan di segala aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishowab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama