Oleh Umi Hafizha
Sungguh ironis, Indonesia yang terkenal dengan sumber air yang melimpah yang menyimpan 6% potensi air di dunia mengalami kekeringan. Pada awal bulan lalu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi pada pertengahan Juli 2022 akan terjadi kekeringan meteorologis di sejumlah provinsi yang biasanya kejadian titik panas di Indonesia.
Kekeringan meteorologis merupakan kekeringan yang disebabkan karena tingkat curah hujan di suatu daerah di bawah normal. Beberapa provinsi telah mengawali kekeringan meteorologis yaitu Sulawesi Selatan, Sultra, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua, dan Papua Barat (Tirto.Id, 13 Juli 2022).
Sementara pada bulan Agustus lalu bencana kekeringan telah melanda 74 Kecamatan di 8 Kabupaten atau provinsi NTB. Alhasil sekitar 570.464 jiwa penduduk kesulitan mendapatkan air bersih (BPBD.ntbprov.go.id, 8 Agustus 2022).
Kemarau yang mengancam kekeringan ini ternyata tidak hanya Indonesia tetapi dunia juga mengalaminya. Fakta kekeringan yang melanda dunia ini merupakan bukti bahwa di tangan peradaban Barat sekuler kapitalisme, bumi menderita kerusakan lingkungan yang sangat parah. Padahal kekeringan ditambah dampak perubahan iklim yang terjadi, tentu saja akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat, berdampak secara ekonomi, dan menurunkan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Sementara pada saat kondisi ini terjadi tidak ada kebijakan yang menyentuh akar persoalan.
Negara seharusnya membuat program mengatasi problem kekeringan yang diakibatkan oleh kondisi fisiologis wilayah, juga semestinya mandiri dari beragam program untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Namun negara tak akan mampu melakukan hal tersebut, selama negara masih berpihak pada sistem kapitalisme sekularisme.
Pada dasarnya darurat kekeringan dan air bersih yang melanda dunia ini, sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari laju deforestasi yang sangat cepat, sementara sistem kapitalisme telah melegalkan pembangunan secara besar-besaran. Meskipun harus melakukan pembukaan lahan yang luas. Kondisi ini dipengaruhi dengan konsep liberalisasi SDA sistem ekonomi kapitalisme yang telah menjadikan sumber daya air legal dikelola swasta. Sehingga terjadi eksploitasi mata air oleh pebisnis air minum kemasan.
Tak heran puluhan juta jiwa tidak mendapat akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik. Kondisi ini semakin parah dan semakin meluas setiap kemarau datang. Kekeringan berujung krisis air bersih. Kondisi ini hanya dapat terselesaikan dengan mengembalikan bumi dan segala isinya kedalam sistem kehidupan dari penciptanya yaitu Allah SWT yaitu sistem Islam.
Sejarah telah mencatat kota-kota Islam abad pertengahan di bawah pemerintahan Islam sudah memiliki sistem manajemen dan pasokan air yang sangat maju untuk mengalirkan ke semua tujuan. Hal ini ditandai dengan air di sungai, kanal, atau qanat yaitu saluran bawah tanah yang mengalir keseluruhan wilayah pemerintahan Islam.
Dalam mengatasi persoalan ini pemerintah berjalan di atas prinsip-prinsip yang shahih diantaranya, Pertama, faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang Indonesia bahkan dunia. Demikian sumber-sumber mata air berpengaruh luas terhadap masyarakat. Karena itu pada hutan dan sumber mata air, sungai, danau, dan lautan secara umum melekat karakter harta milik umum. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah Saw yang artinya, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput/hutan, air dan api" (HR.Abu Dawud dan Ahmad).
Status hutan dan sumber mata air, danau, sungai, dan laut sebagai harta milik umum, tidak dibenarkan dimiliki oleh individu. Akan tetapi tiap individu publik memiliki hak yang sama dalam pemanfaatannya.
Kedua, negara wajib hadir secara benar, negara tidak berwenang memberikan baik konsesi atau pemanfaatan secara istimewa khusus terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau, dan lautan. Karena konsep ini tidak dikenal dalam sistem Islam. Negara wajib hadir sebagai pihak yang diamanahi Allah SWT yaitu bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya terhadap pengelolaan harta milik umum.
Ketiga, negara wajib mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapanpun dan di manapun berada. Dan status kepemilikannya adalah harta milik umum dan atau milik negara yang dikelola negara untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin.
Hal ini kembali pada kaidah bahwa status hukum industri di kembalikan pada apa yang dihasilkannya. Untuk itu negara harus memanfaatkan berbagai kemajuan sains dan teknologi, memperdayakan para pakar yang terkait berbagai upaya tersebut seperti, pakar ekologi, pakar hidrologi, pakar teknik kimia, tehnik industri, dan ahli kesehatan lingkungan. Sehingga terjamin akses setiap orang terhadap air bersih gratis atau murah secara memadai kapan pun dan di manapun ia berada.
Inilah sejumlah prinsip shahih untuk mengakhiri krisis air bersih dan darurat kekeringan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme. Keseluruhan konsep ini adalah aspek yang terintegrasi dengan sistem kehidupan Islam.
Wallahu'alam bishawab.[]