Oleh: Siti Nur Rahma
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Penghinaan demi penghinaan terus terulang. Meski menuai banyak kecaman dari berbagai pihak, namun penghinaan tak kunjung usai. Terlebih penghina sudah merasa kebal hukum, maka tak heran jika aktivitas menghina tak lagi dihindari. Bahkan sistem sanksi terhadap penghina pun seperti pisau dapur, tajam kebawah dan tumpul ke atas, lantas mengabaikan kasus penghinaan jika Islam sebagai korbannya.
Kini penghinaan itu kembali diujarkan kepada agama Islam. Dicuit sebuah olokan dalam akun Twitter Eko Kutandhi (EK) yang ditujukan kepada seorang mubaligoh dari NU yang bernama Ustadzah Imaz Fatimatuz Zahra atau akrab disapa dengan Ning Imaz.
Meskipun cuitan EK telah di- _take_ _down_ di keesokan harinya, setelah mendengar kabar bahwa yang dia hina adalah seorang mubaligoh dari kalangan Nahdiyin, namun banyak netizen yang telah menangkap layar penggalan video ceramah dari Ning Imaz. Eko Kutandhi menyertakan _caption_ yang memicu dirinya terjerat beberapa pasal tentang penghinaan.
Caption yang disertakan sangat menghina isi ceramah Ning Imaz. Video Ceramah di channel YouTube NuOnline yang disampaikan oleh Ning Imaz, membahas tentang tafsir surat Ali Imran ayat 14. Tafsir yang disampaikan putri Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al Ihsan Lirboyo, KH Abdul Khaliq Ridwan dan Nyai Hj Eeng Sukaenah, sejalan dengan pandangan para mufasir, salah satunya Imam Ibnu Katsir ( 701 H - 774 H). EK terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir ayat Alquran sehingga sama saja dengan melecehkan Al-Qur'an.
Dirilis dari republika.co.id, menurut Praktisi Hukum, Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan menjelaskan beberapa pelanggaran yang berpotensi menjerat EK dalam kasus penghinaaannya. Pelanggaran tersebut adalah:
1. Pelecehan terhadap tafsir Alquran sama saja dengan melecehkan Al-Qur'an dapat dikriteriakan sebagai unsur penodaan terhadap agama, seperti pada pasal 156a KUHP.
2. Menghina dan merendahkan kredibilitas Ning Imaz yang memiliki otoritas serta sanad ilmu yang kredibel dalam menjelaskan tafsir Alquran, maka EK berpotensi terjerat pasal 310 KUHP terkait menyerang kehormatan dan nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu.
3. Dikarenakan EK menyampaikan pencemaran nama baik melalui akun Twitter atau media sosial maka potensi terjerat UU ITE sangat besar. Tindakan Eko dapat dinilai memenuhi unsur delik pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi.
4. EK juga terindikasi atau diduga menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Sehingga dinilai memenuhi unsur delik pasal pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
5. Dalam pasal 28 ayat (2) jo pasal 45A UU ITE tentang pidana disebutkan menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA tetap harus diproses karena pasal ini bukan delik aduan.
Meskipun permintaan maaf Eko Kuntadhi telah dilakukan dan pihak Ning Imaz beserta keluarga telah memaafkan, tidak sepatutnya kasus ini hilang bagai ditiup angin. Sebab peluang penghinaan terhadap Islam akan terus berpotensi terjadi dan terus berulang, dikarenakan tidak adanya sanksi tegas. Toh dengan meminta maaf mampu lolos dari sanksi hukum.
Sungguh miris ketika Islam sebagai korban penghinaan dari berbagai pihak, baik dari pegiat media, pejabat pemerintah, sebuah perusahaan atau bahkan penghinaan yang dilakukan oleh sebuah negara akan menguap kemudian reda tanpa sanksi tegas yang memberi efek jera.
Di samping itu tindakan EK sebagai pegiat media/ _buzzer_ seakan salah sasaran, ketika mengetahui bahwa olokan yang ditujukan ternyata mengena pada pihak yang bukan target sasaran, yakni pengasuh pondok pesantren besar di Indonesia. Ponpes tersebut bernaung dibawah organisasi besar keagamaan yang masih dirangkul pemerintah serta merupakan organisasi yang memiliki banyak jamaah. Sehingga juga berbahaya jika EK merusak nama baik pengasuh ponpes tersebut yang berakibat pada ketidaksukaannya terhadap EK dan apa-apa yang berkaitan dengan EK.
EK sempat menjadi Ketua Umum sebuah kelompok relawan Ganjarist yang mendukung seorang pejabat negara yang hendak mencalonkan diri sebagai presiden di pemilu akan datang. Setelah kejadian penghinaan tersebut, maka EK mengundurkan diri menjadi ketum Ganjarist. Hal ini mengindikasikan bahwa agar organisasi tersebut mau memberikan dukungan kepada calon pejabat itu tanpa mempertimbangkan adanya EK dibelakang Ganjarist.
Terlepas dari motif politik yang mendasari aktivitas EK selaku _buzzer_ , selayaknya seorang yang memiliki adab dan akhlak kharimah haruslah menghargai perbedaan dalam berpendapat. Apalagi sebagai seorang muslim maka wajib baginya untuk _khusnudzon_ kepada saudaranya dan berlaku ahsan. Tidak mencela bahkan berfikir kotor tentang pendapat orang lain.
Terlihat dari caption EK yang mengolok-olok dengan perkataan tidak pantas bahkan kasar, itu menandakan apa yang ada dalam kepribadiannya. Kepribadian itu terdiri dari pola pikir dan pola sikap yang ada pada diri seseorang. Pola pikir yang sekuler, yakni memisahkan agama dari kehidupan akan berdampak pada pola sikap/ perilaku bobrok dan tidak beradab. Maka penting bagi setiap muslim untuk senantiasa mengkaji Islam kemudian terikat dengan tata aturan Islam. Sehingga mampu menghargai perbedaan pendapat dari saudaranya serta hidup penuh dengan keberkahan.
Kepribadian yang tidak islami sedang menjangkiti banyak individu yang hidup dalam tata kehidupan demokrasi sekuler. Begitu pula sanksi hukum yang ada dalam kehidupan demokrasi sekuler akan berpeluang melindungi pemilik kapital atau modal besar beserta anak buahnya dalam setiap pelanggaran yang diperbuatnya. Jika EK tidak diproses hukum, maka hal ini menandakan makin besarnya dukungan pemerintah kapitalis sekuler dalam sistem demokrasi terhadap penghina Islam. Inilah hasil dari dijauhkannya aturan Islam dalam kehidupan manusia. Wallahu alam bishowab.[]