Oleh : Syifa Islamiati
Seorang ibu sejatinya dituntut menjadi sosok yang berkualitas prima. Ia berperan penting mencetak generasi yang unggul. Selain itu, Ibu juga dituntut dapat membentuk dasar-dasar pola berpikir anak secara optimal.
Ada beberapa faktor yang harus dimiliki seorang ibu yang berkualitas. Di antaranya, ibu harus paham bahwa anak adalah amanah dari Allah SWT yang harus dijaga dan dirawat dengan penuh cinta. Ibu juga dituntut memiliki ilmu cara mendidik anak sesuai syariat Islam.
Tetapi apa yang terjadi hari ini? Peran ibu yang sesungguhnya telah terkikis oleh sistem sekulerisme. Sistem yang terbukti merusak tatanan kehidupan masyarakat, termasuk merusak peran mulia ibu yang telah diajarkan oleh syariat.
Di tengah himpitan sistem kaum kuffar tersebut, optimalisasi peran dan beban ibu justru semakin berat. Selain harus mendidik dan membesarkan anak-anaknya, banyak ibu yang juga harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Oleh karena itu, peran ibu tidak mungkin optimal selama sistem ini belum berganti dengan sistem Islam.
Makanya tidak heran jika hari ini banyak ibu yang berperilaku kasar terhadap anak-anaknya. Ibu yang dengan tega menganiaya bahkan membunuh anak-anaknya tanpa ada rasa menyesal dan bersalah sama sekali. Dan itu semua disebabkan karena ibu mengalami depresi/stres berat.
Seperti kasus yang terjadi di desa Rasabou, Bima, NTB, seorang ibu dengan tega menganiaya anaknya yang baru berusia 4 bulan dengan cara menggigitnya (Kompas.com, 28/6/2022). Kasus serupa juga terjadi di Brebes, Jateng, bahwa ada seorang ibu yang juga tega menganiaya 3 anak kandungnya. 2 anaknya luka-luka dan 1 anak tewas (Kompas.com, 22/3/2022).
Mental dan psikologi ibu saat ini pastinya banyak yang terguncang bukan karena sebab dirinya sendiri, melainkan karena tuntutan hidup yang begitu berat. Negara yang seharusnya mengurus segala kebutuhan rakyatnya justru seolah angkat tangan dan rakyat sendirilah yang harus berupaya memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Di sinilah beban ibu terasa begitu berat. Ia dituntut harus pandai membagi waktu, tenaga dan pikirannya. Membagi waktu antara bekerja di luar (bagi yang bekerja), mengurus rumah tangga, dan mendidik anak-anak. Pastinya itu semua menguras tenaga dan pikirannya. Maka peran utama ibu yaitu mendidik anak-anak sesuai syariat tidak akan maksimal.
Itulah sebabnya mengapa ibu harus senantiasa happy jiwa raganya? Agar semua beban di pundaknya terasa ringan dan ia dapat menjalani perannya dengan penuh keikhlasan. Seorang ibu akan happy jika ia memahami hakikat hidup sebagai seorang hamba, ia juga harus memahami syariat Islam dengan cara mengkaji Islam kaffah.
Selain itu, dibutuhkan juga peran serta dukungan dari negara agar ia dapat menjalankan perannya dengan baik sesuai ketentuan syara'. Karena hari ini banyak ibu berubah menjadi sosok yang menyeramkan bagi anak-anaknya seperti yang telah dijelaskan di atas.
Nah, sudah saatnya sistem sekuler ini berubah menjadi sistem Islam. Karena hanya Islamlah yang dapat memberikan ketenangan hidup, serta ketenangan jiwa raga seluruh umat manusia. Umat tidak akan pernah terbebani dengan peran yang diamanahkan oleh syariat. Karena daulah yang akan menanggung semua kebutuhan umatnya, mulai dari kesehatan, pendidikan, stabilitas harga bahan pokok, dan yang lainnya. []