Pupuk Bersubsidi Hanya untuk 9 (Sembilan) Komoditi, Apa Kabar Para Petani?

 


Endah Sulistiowati

(Dir. Muslimah Voice)


Dikutip dari republika.co.id, Pemerintah resmi menetapkan penyaluran pupuk bersubsidi hanya difokuskan pada dua jenis yakni #Urea dan #NPK dari sebelumnya yang sebanyak lima jenis pupuk. Masa transisi sebelum perubahan skema itu ditetapkan selama tiga bulan hingga September mendatang.


Sebelumnya, jenis pupuk yang mendapatkan subsidi pemerintah yakni jenis Zwavelzure Amonium (ZA), Urea, SP-36, NPK, dan pupuk organik Petroganik. Pupuk bersubsidi juga menyasar hingga 70 komoditas pertanian.


Lewat pemangkasan menjadi hanya dua jenis, cakupan komoditas juga ikut dipangkas menjadi hanya sembilan komoditas. Yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi rakyat, dan kakao rakyat. Untuk tanaman milik BUMN atau perusahaan tidak mendapatkan jatah pupuk bersubsidi. Bagaimana dengan komoditi yang lain, tentunya saja tidak mendapatkan subsidi pupuk alias mereka harus mandiri.


Panen Melimpah Dengan Pupuk Berimbang 


Untuk ketahanan pangan keluarga dan ketahanan pangan nasional, tentu saja mengandalkan hasil dari sektor pertanian. Harusnya sektor pertanian juga mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah, mengingat bahan pangan rakyat Indonesia tergantung dari sektor ini. Janganlah dikit-dikit impor, kalau kita bisa mengoptimalkan produksi dalam negeri mengapa harus impor?


Salah satu saran agar panenan dengan hasil maksimal adalah penerapan pupuk berimbang dengan prinsip 4 T, yaitu : 


1. Tepat dosis


2. Tepat waktu 


3. Tepat cara 


4. Tepat jenis/bentuk 


Dengan pupuk berimbang dan 4 T ini, harapannya hasil panen bisa maksimal, dan petani juga untung. Namun sayangnya pemupukan berimbang sulit dilakukan oleh para petani. Bukan saja karena subsidi sedikit demi sedikit dicabut, tapi pupuk yang bersubsidi pun cukup sulit di dapat. Apalagi saat ini pupuk bersubsidi hanya diberikan kepada 9 komoditi saja. Belum lagi ketika panen,  serbuan impor menghancurkan harapan petani untuk sekedar menikmati keuntungan. Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itulah pengibaratan yang pas untuk para petani, Pahlawan Pangan Indonesia. Ironis!


Sebagai negeri muslim terbesar di dunia, mengapa kita tidak mencoba mempelajari, memahami, dan menerapkan politik ketahanan pangan dalam Islam. Bagaimana Islam menyejahterakan para petani? Karena selama Islam diterapkan sekitar 13 abad, hampir tidak pernah ada masalah dalam sektor pertanian dan juga ketahanan pangan.


Pengaturan pertanian wajib berada dalam tanggung jawab negara/Khilafah mulai dari hulu hingga hilir. Sebab negara/pemerintah adalah raain dan junnah bagi rakyat.


 Sebagaimana hadis Rasulullah (Saw.) yang berbunyi: “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari).


Dalam hadis lain Rasulullah (Saw.) bersabda, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya….” (HR Muslim).


Kedua hadis ini menetapkan bahwa negaralah penanggung jawab semua urusan rakyat dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain apalagi korporasi baik dalam maupun luar negeri. Negara diharamkan membisniskan pelayanannya kepada rakyat. Pertanian wajib dikelola berdasarkan prinsip syariat Islam. Bahkan dengan pengaturan pertanian Islam ini akan mewujudkan dua hal sekaligus yaitu ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.


Bersambung ke bagian 2



*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama