Minimnya Perlindungan Bagi Para Pahlawan Devisa



Penulis : Siti Fatimah (Pemerhati Sosial dan Generasi)


Berita mengejutkan kembali datang dari dunia ketenagakerjaan Indonesia yang merantau ke luar negeri. Dikabarkan bahwa terdapat 60 orang TKI disekap di Kamboja. Sebanyak 55 diantaranya telah dibebaskan oleh otoritas kepolisian setempat. Dari 55 orang TKI yang berhasil dibebaskan 8 diantaranya adalah tenaga kerja wanita. Semua korban penyekapan dinyatakan dalam kondisi sehat, sementara 5 orang yang masih disandera belum diketahui kondisinya.


Kasus penyekapan atau human trafficking yang dialami oleh tenaga kerja Indonesia tidak terjadi kali ini saja. Banyak sekali kasus lain yang bahkan tidak terendus oleh media. Masih segar dalam ingatkan beberapa ABK yang dipaksa bekerja oleh perusahaan pelayaran China hingga meninggal dunia dan jasadnya disimpan di dalam lemari pendingin. Bahkan sebagian jasad ABK Indonesia tersebut juga ada yang dibuang begitu saja dilautan lepas. Namun, ini tidak bisa dijadikan tumpuan pengharapan dikarenakan dampak yang ditimbulkan dari menjamurnya TKI pergi bekerja ke luar negeri sangat besar. Salah satunya adalah meningkatnya angka perceraian. Pun begitu dengan kasus human trafficking yang dari tahun ke tahun kasusnya semakin meningkat. Tercatat  dalam kurun waktu tahun 2015 hingga 2019 sekitar 2.648 jiwa menjadi korban perdagangan manusia, 2.319 diantaranya adalah perempuan.


Data International Organisation for Migration (IOM) Indonesia menunjukkan bahwa kasus human trafficking ini pada tahun 2020 meningkat sebanyak 154 kasus, sementara jumlah pemohon perlindungan saksi meningkat sebesar 15,3 %. Lantas bagaimana jumlah kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) pada tahun 2022? 


Apakah dengan carut marut kondisi ekonomi yang tidak menentu ini kasus human trafficking bisa berkurang, mengingat penanganan kasus semacam ini hanya terbatas pada pembebasan dan penyelamatan?


Masalah human trafficking sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Dunia international pun mengalami permasalahan yang sama, bahkan kasus TPPO ini mayoritas korbannya adalah perempuan dan anak-anak. Lantas bilamana human trafficking di Indonesia dapat dihentikan?


Pertama, kasus TPPO yang menimpa Warga Negara Indonesia ini akan berhenti tentu saja apabila pemerintah menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Luar Negeri. Selagi permintaan atas jasa ini terus ada, maka perusahaan-perusahaan penyalur akan terus beroperasi. Selain itu banyak juga perusahaan penyalur yang berstatus ilegal, belum lagi tindakan pemalsuan data sehingga para pekerja tidak berkutik saat berhadapan dengan otoritas keimigrasian.


Kedua, pemerintah harus menyelesaikan masalah internal (ekonomi) dalam negeri sehingga warganya tidak harus mencari penghidupan di tempat lain. Apabila kebutuhan rakyat akan pangan, sandang dan papan terpenuhi, terlebih kebutuhan akan pekerjaan melimpah dengan gaji yang cukup, tentu pengiriman jasa tenaga kerja ini tidak akan ada. Meskipun ada kemungkinan hanya tenaga profesional yang dikirimkan.


Ketiga, mekanisme hukum harus berjalan dengan baik dan berkeadilan. Penindakan terhadap pelanggaran pengiriman tenaga kerja ke luar negeri secara ilegal dan pemalsuan terhadap segala bentuk data/identitas harus ditindak tegas. Dengan demikian pemerintah berperan secara aktif dalam penanganan perlindungan terhadap tenaga kerja sehingga kasus TPPO dapat diatasi.


Perlindungan total terhadap setiap warga negara hanya bisa dilakukan dengan penerapan syariat Islam Kaffah. Dalam pemerintahan Islam seorang pemimpin (khalifah) wajib untuk melayani kepentingan umat dan menyediakan kebutuhannya. Kebutuhan disini meliputi sandang, pangan dan papan yang dijamin secara tidak langsung melalui penyediaan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki dan kepala keluarga sehingga dengan jaminan pekerjaan tersebut mereka mampu memberikan nafkah kepada keluarga.


"Saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan di minta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggung jawaban  perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan di tanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya"( HR. Muslim). Diriwayatkan Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin umar r.a.


Sementara itu kebutuhan dasar yang lain terkait pendidikan dan kesehatan juga akan dilayani dengan biaya murah atau bisa jadi diberikan secara gratis. Lantas dari mana pemerintah mampu membiayai pendidikan dan kesehatan rakyat? mengingat biaya sekolah dan layanan kesehatan di Rumah Sakit sangat mahal, mampukah khalifah membiayai itu semua?


Segala pengeluaran terkait kepentingan rakyat biayanya diambil dari kas keuangan negara Baitul Mal dari pos kepemilikan umum. Pos ini sumbernya berasal dari pengelolaan kekayaan publik, seperti pengelolaan atas sumber daya alam dari pertambangan (batubara, emas, perak tembaga, nikel, minyak ataupun gas), hasil hutan ataupun hasil laut. Dengan pengelolaan sumber-sumber alam yang maksimal maka kebutuhan rakyat pun akan semakin terpenuhi dengan sangat baik, karena hasil pengelolaan tersebut dikembalikan untuk rakyat berupa pelayanan atas kesehatan, pendidikan dan juga transportasi. Apabila semua kebutuhan pokok rakyat terpenuhi dengan sangat baik, ditambah jaminan keamanan yang maksimal pula, maka keinginan untuk bekerja ke luar negeri tidak akan terjadi. Pengiriman tenaga kerja bisa jadi hanya tenaga profesional dan itupun harus memenuhi syarat-syarat tertentu (ketat) supaya tidak menabrak hukum syariat yang ditetapkan oleh Daulah Islamiyah. Wallahu'alam bish shawab. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama