Merdeka: Bebas dari Penghambaan kepada Manusia



Oleh: Finis (Aktivis Dakwah)


Setiap  memasuki bulan Agustus, suasana sukacita dan pestaria mewarnai seluruh penjuru negeri ini. Pernak-pernik  bermotif merah putih tampak menghiasi ruang publik. Mulai dari gang-gang kecil hingga jalan raya, mulai dari rumah-rumah warga hingga gedung-gedung perkantoran, dan Istana Negara. Sang Merah Putih mulai berkibar di seluruh  pelosok negeri. Berbagai macam perlombaan dan gelaran tasyakuran di mana-mana. Anak-anak, ibu-ibu hingga bapak-bapak tidak ada yang ketinggalan, seluruhnya berpartisipasi dalam merayakan hari peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Sudah 77 tahun peristiwa bersejarah itu berlalu. Indonesia mampu melepaskan belenggu penjajahan secara fisik oleh kaum imperialis berkat perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa ini, dengan segenap jiwa dan raganya.


Apakah hingar bingarnya perayaan peringatan kemerdekaan—yang setiap tahun digelar—mampu mencerminkan bahwa negeri ini benar-benar telah merdeka? Sepanjang perjalanan bangsa hingga saat ini, sudahkah kemerdekaan negeri ini telah mencerminkan merdeka yang sesungguhnya? Sementara persoalan  yang menimpah rakyat kian padat, tanpa kunjung terselesaikan. Benarkah kita sudah terbebas dari segala bentuk penjajahan?


Kalau kita teliti lebih dalam lagi, ternyata negeri ini belum sepenuhnya terbebas dari penjajahan. Memang, Indonesia telah terlepas dari penjajahan fisik. Namun negeri ini belum mampu melepaskan diri dari penjajahan gaya baru (neoimperialisme), yang berupa pembiayaan dan bantuan pembangunan untuk Indonesia berbasis utang riba. Para penjajah menjerat Indonesia dengan utang dan proyek-proyek mercusuar. Sebagai imbal baliknya Indonesia harus menyerahkan sumber daya alam bermutu tinggi seperti tambang emas di Mimika Papua, ladang minyak Blok Kepala Burung di Papua Barat dan masih banyak SDA lainnya yang diserahkan kepada para korporasi asing.


Ketergantungan pada Penanaman Modal Asing(PMA) sangat tinggi, termasuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk penanggulangan wabah Covid-19. Padahal investasi asing tidak pernah menyejahterakan rakyat. Buktinya, sudah 77 tahun Indonesia merdeka, jumlah penduduk miskin masih dan pengangguran masih sangat tinggi. Investasi asing yang jumlahnya sangat besar pun terbukti tidak sanggup menghentikan pengangguran, dan hanya mampu menyerap sebagian kecil pengangguran saja.


Penjajahan di bidang pendidikan dan kesehatan, akibatnya rakyat harus menanggung biaya yang mahal, sebab aturannya yang semakin kapitalistik. Penjajahan di bidang kebudayaan, hingga generasi muda semakin tergerus dengan budaya liberal yang serba kebablasan. Penjajahan pemikiran yang secara terus menerus meracuni pemikiran umat, akibatnya sedikit demi sedikit masyarakat mengikuti pola pikir masyarakat barat yang sangat merusak. Sistem sekuler-kapitalis-liberal saat ini membuat serangan pemikiran makin masif, akibatnya generasi muda yang seharusnya menjadi tumpuan masa depan negeri ini tumbuh menjadi generasi pembebek, bukan generasi pemimpin.


Sementara itu penjajahan secara ekonomi telah menenggelamkan negeri ini ke dalam rawa ribawi, yang membuat utang negara makin menumpuk hingga menggunung tinggi sekali. Kepemilikan umum yang seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, kini diprivatisasi dan dikuasai oleh para korporasi. Sedang rakyat yang seharusnya menikmati hanya bisa gigit jari. Beginilah kehidupan di dalam sistem kapitalisme, di mana kemerdekaan hakiki hanyalah sebuah ilusi.


Apa kemerdekaan hakiki itu? Di dalam pandangan Islam, kemerdekaan hakiki adalah ketika manusia hanya mengabdikan diri kepada Allah Swt. semata. Jadi, ia menjadi manusia yang tidak mau didikte oleh manusia lain, baik fisik maupun pemikirannya.


Dengan demikian, seorang Muslim yang berupaya menerapkan Islam secara kaffah, sejatinya itulah manusia yang merdeka, karena ia hanya menghamba kepada Allah Swt., bukan budak manusia. Dan satu-satunya cara untuk membebaskan negeri ini dari beragam bentuk penjajahan yang masih menyelimuti adalah dengan menjadikan negeri ini tunduk kepada _Rabbul Izzati_ (Sang Pencipta), yaitu Allah Swt., yakni tunduk pada syariah-Nya, yang diwujudkan dalam penerapan syariah Islam secara kaffah melalui institusi negara warisan Rasulullah, yaitu Khilafah Rasyidah _‘ala minhajin nubuwah,_ yang dengannya insya Allah, semua penghambaan terhadap sesama manusia, perbudakan dan penjajahan satu negara atas negara lain akan dapat dihilangkan. Wallahu a'lam![]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama