Oleh Rina Yulistina
Pelecehan ataupun kekerasan seksual semakin marak bukan hanya terjadi di kota besar, namun kota kecil pun kerap terjadi. Dalam kurun waktu 6 bulan di Kabupaten Ngawi telah terjadi 13 kasus pencabulan, sebanyak 12 kasus menimpa anak-anak. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) menetapkan Ngawi dalam status darurat kekerasan anak (suara.com, 14/6/2022).
Tentunya bukan hanya Ngawi saja yang ditetapkan sebagai status darurat kekerasan anak, di kota kota lain pun kasusnya tak kalah mengerikan apalagi dimasa pandemi kasus tersebut melonjak. Seperti yang diutarakan oleh Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandemi. “Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi,” jelas Valentina. (kemenpppa.go.id, 23/06/2020)
Sangat mengerikan kondisi bangsa kita, Indonesia yang terkenal dengan adab ketimuran nyatanya kasus kekerasan pada anak tinggi, moral menjadi barang mahal di negara ini. Fakta membuktikan bahwa degradasi moral meluncur bebas, tak sungkan-sungkannya pelaku kejahatan seksual ini bertindak tak senonoh di depan publik seperti yang terjadi akhir-akhir ini di dalam transportasi umum MRT Jakarta. Pelecehan seksual juga terjadi di lingkungan rumah, sekolah, perguruan tinggi hingga pesantren, bahkan pelaku pencabulan kebanyakan adalah orang terdekat korban. Bukankah sangat mengerikan? Orang terdekat yang seharusnya menjaga, melindungi, mendidik malah yang menghancurkan psikologi dan masa depan korban.
Umur pelakunya pun beragam mulai dari yang bau kencur hingga yang bau tanah. Lapas bagi pelaku pencabulan tak pernah sepi, penjara tak membuat mereka jera dan instropeksi diri. Kasus pelecehan terus terjadi dan terus meningkat. Selama degradasi moral terus terjadi, predator seksual akan terus berkeliaran. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) akan semakin kerja keras berusaha untuk merangkul korban, memulihkan psikologis mereka dan memberikan edukasi agar kedepannya mereka tak lagi menjadi korban.
Sekulerisme Biang Keladi
Kejahatan seksual membuat kita semua geram, namun kegeraman saja tak cukup. Maka hal yang perlu kita fahami bersama adalah apa akar masalah dari pelecehan seksual ini? Pelecehan yang terjadi bukan sekedar dari bujuk rayu syaiton, bukan sekedar manusia tak bisa mengendalikan hawa nafsunya. Namun ada faktor yang membuat manusia menjadi tidak bermoral dan beradab yaitu sekulerisme.
Sekulerisme merupakan pemisahan antara agama dengan kehidupan, agama hanya diletakan menjadi urusan pribadi, agama hanya boleh mengatur dalam urusan ibadah saja sedangkan dalam pengaturan kehidupan manusia agama dilarang sangat keras untuk ikut campur. Alhasil manusia menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri, bersikap dan bertingkah laku semaunya, seolah-olah akan hidup selamanya. Dia tak sungkan mengkonsumsi tontonan tak bermoral dan menyalurkan hasratnya seperti binatang.
Dari sekulerisme inilah lahir isme-isme yang lain seperti kapitalisme dan liberalisme. Kapitalisme diuntungkan dengan keberadaan liberalisme dan juga sebaliknya. Degradasi moral tak lepas dari dua isme ini, kapitalisme menjadikan materi adalah segalanya maka kaum kapital akan melakukan segala cara untuk menghasilkan uang yang banyak, contoh kecilnya industri pornografi sangat menguntungkan oleh karena itu industri ini sulit untuk dimusnahkan. Sedangkan liberalisme berfungsi untuk mengokohkan eksistensi kapitalisme itu sendiri dengan dalih kebebasan berekspresi. Dengan dunia digital yang semakin berkembang pesat maka sangat mudah sekali orang untuk mengakses tayangan-tanyangan yang tidak senonoh. Liberalisme begitu halus masuk ke dalam film, sinetron, musik, iklan hingga game.
Pornografi dampaknya sangat mengerikan, ahli Psikologi Inge Hutagalung mengatakan, pornografi memiliki dampak negatif serius karena dapat merusak lima bagian otak manusia terutama prefrontal cortex yang terletak pada bagian otak dekat tulang dahi dan otak logika.
"Akibatnya bagian otak yang bertanggung jawab untuk logika akan mengalami cacat karena melakukan stimulasi berlebihan tanpa saringan lantaran otak hanya mencari kesenangan tanpa adanya konsekuensi," kata Kepala Pusat Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Mercu Buana Inge Hutagalung di Jakarta, Senin (19/2).disadur di laman republika.co.id (19/02/2018)
Sudah bisa dibayangkan ketika seseorang terpapar pornografi maka otaknya menjadi mesum, akal sehatnya hilang, yang dikejar hanyalah kesenangan sesaat akhirnya terjadilah asusila. Kerugian ini bukan hanya dialami oleh korban saja tapi juga keluarga korban, masyarakat dan juga negara.
Tugas Kita Bersama
Lantas apakah kita hanya diam saja melihat begitu banyak kemungkaran? Apakah kita akan bergerak ketika salah satu anggota keluarga kita menjadi korban? Sebelum terlambat sudah selayaknya untuk segera bertindak melakukan pencegahan. Pencegahan bisa dilakukan oleh individu dan keluarga, namun amat disayangkan kapitalisme dan liberalisme masif untuk merusak otak manusia maka tak cukup kita hanya menjaga diri dan keluarga saja butuh bantuan masyarakat dan negara, karena ini adalah tugas kita bersama.
Penanaman agama sedari kecil sangat dibutuhkan, ajarkan anak kita ataupun keluarga kita untuk takut kepada Sang Pencipta. Tanamkan bahwa setiap apa yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak, ada dua malaikat yang membersamai kita yang akan mencatat amal buruk dan amal baik. Dan tanamkan bahwa Allah mencintai hambaNya yang taat dengan aturanNya.
Tanamkan untuk taat dengan aturan agama sedari kecil seperti berpakaian sebagai seorang muslim, menutup aurat bagi perempuan dan laki-laki, fahamkan bahwa aurat tidak boleh terlihat atau dilihat dan dipegang oleh orang lain. Tanamkan rasa malu. Ajarkan bagaimana berteman dengan lawan jenis dengan baik yang sesuai dengan aturan agama.
Keberadaan masyarakat pun sangat penting karena kita bagian dari masyarakat, maka kita harus memiliki pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama, kita harus memiliki satu kata yang sama yaitu kemaksiatan harus diberangus. Jangan sampai kita memaklumi kemaksiatan apalagi menormalisasi kemaksiatan. Dengan kesepakatan masyarakat disekitar tempat kita tinggal maka kita akan saling menjaga kehormatan kita, saling menasehati, dan menghargai.
Dan yang paling penting adalah negara, negara mempunyai fungsi yang sangat vital, apapun yang diterapkan oleh negara pasti akan berdampak pada masyarakat. Seperti sanksi hukuman bagi pelaku kejahatan seksual Islam telah memberikan tuntunan di dalam Al Qur'an
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman." (An Nur: 2)
Sedangkan kejahatan lain seperti pemerkosaan, pelecehan dan kekerasan seksual bisa masuk kategori ta'zir, dimana hukumannya mengikuti ijtihad Khalifah atau hakim yang ditunjuk. Bisa berupa denda, penjara, cambuk atau bahkan mati, sesuai derajat kesalahan yang dilakukannya.
Sekilas hukum Islam mengerikan namun sesungguhnya dengan hukuman yang berat seperti itu mampu untuk membuat pelaku jera sekaligus sebagai pencegahan bagi masyarakat yang ingin mengikuti jejaknya.
Maka negara pula yang harus bertindak tegas untuk memblokir seluruh situs situs tak senonoh tersebut, memfilter film, iklan dan sinetron yang masuk termasuk memblokir game yang mempertontonkan asusila. Dan yang paling utama adalah negara menjauhkan diri dari penerapan sistem kapitalisme liberal. InsyaAllah dengan negara menjauhi isme-isme tersebut pada akhirnya individu dan masyarakat akan menjauhi isme-isme tersebut dalam kehidupannya. Sehingga terciptalah individu, masyarakat dan negara yang bertaqwa, yang takut melakukan dosa. Kehidupan menjadi produktif untuk berkarya mengharumkan nama bangsa.[]