Justice Collaborator: Potret Gagal Sistem Pidana Sekuler




Oleh Diyani Aqorib S.Si.

(Aktivis Muslimah Bekasi)


Saat ini masyarakat Indonesia tengah menyoroti kasus tewasnya seorang perwira polisi, Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Diduga Brigadir J tewas pada 8 Juli 2022 di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Setelah hampir satu bulan akhirnya kepolisian menetapkan seorang tersangka yaitu Bharada Richard Eliezer Lumiu atau Bharada E. (cnnindonesia.com, 7/8/2022)


Namun, ternyata kasus belum selesai. Kini Bharada E mengajukan diri sebagai _Justice Collaborator_ ( JC) guna meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait kasus tersebut. Menurut kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara meski Bharada E berstatus tersangka, ia tetap perlu mendapatkan perlindungan. Karena menurutnya Bharada E adalah saksi kunci atas kasus penembakan yang terjadi di kediaman Irjen Ferdy Sambo.(cnnindonesia.com, 7/8/2022)


_Justice Collaborator_ (JC)  merupakan pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius. Seperti kasus korupsi, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir lainnya. 


Aturan tentang JC tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Terdapat keuntungan dan penanganan khusus yang akan diberikan pada JC, antara lain:

1. Pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa atau narapidana yang diungkap tindak pidananya. 

2. Pemisahan pemberkasan dalam proses penyidikan/penuntutan antara saksi pelaku dengan tersangka/terdakwa yang diungkapkannya. 

3. Memberikan kesaksian di persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya. 

4. Saksi pelaku juga akan diberikan penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, pemberian remisi tambahan, dan hak narapidana lainnya sesuai aturan yang berlaku. 


Hukum Pidana Sekuler


Sudah menjadi rahasia umum bahwa aturan-aturan hukum pidana maupun perdata di negeri ini merupakan warisan penjajah Belanda. Maka, jelas Belanda sebagai penjajah yang berasal dari Eropa membuat aturan hukum sesuai dengan pemahaman sekuler yang dibawa dari Barat. Selanjutnya aturan-aturan hukum tersebut diterapkan di negeri-negeri jajahannya, termasuk Indonesia.


Aturan hukum pidana sekuler ini tentu sarat akan permainan dan tarik-menarik kepentingan. Terlihat jelas dalam penjelasan poin-poin di atas. Karena asas hukum pidana tersebut adalah sekularisme yang menafikan Allah Swt. dalam penentuan dan pembuatan hukum-hukumnya. Pada akhirnya hukum dapat ditarik ulur sesuai kepentingan. Akibatnya keadilan tidak dapat ditegakkan.


Keunggulan Sistem Pidana Islam


Sistem sanksi ('uqubat) dalam Islam disyariatkan untuk mencegah manusia dari tindakan kejahatan. Seperti firman Allah Swt. dalam QS. al-Baqarah:179, yang artinya:

"Dan dalam (hukum) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa."


Maksudnya adalah dalam hukum qishash terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu menjaga jiwa. Sebab, jika si pembunuh mengetahui akan dibunuh lagi (dihukum mati), maka ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Itulah sebabnya di dalam qishash ada jaminan hidup bagi jiwa manusia. 


Sedangkan terkait dengan perlindungan dan jaminan keamanan bagi saksi dalam Islam, ini merupakan hal yang sangat penting. Karena ini merupakan tujuan dasar hukum Islam (maqashid al-syari'ah) untuk menegakkan keadilan. Sehingga saksi akan merasa aman dalam mengungkapkan kebenaran. 


Serta tidak ada tarik ulur kepentingan dalam hukum pidana Islam. Karena semua itu dibuat berlandaskan hukum-hukum syariah Islam yang berasal dari Allah Swt. Sehingga pelaksanannya pun disertai dengan ketakwaan dan ketundukkan kepada Allah 'Azza wa Jalla. Dengan begitu pelaku dapat dijatuhkan sanksi sesuai perbuatannya dan keluarga korban mendapatkan keadilan yang menentramkan jiwa.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama