Oleh: Zubaidah Indah Sari (Aktivis Bangka Belitung)
Mahalnya biaya pendidikan sudah jamak diketahui masyarakat negeri ini bahkan nampaknya masyarakat dipaksa untuk menerima kondisi ini. Wajar para orang tua rela bekerja keras banting tulang untuk melihat anak mereka bisa menempuh pendidikan setinggi mungkin.
Sebagaimana diketahui bahwa media sosial belakangan ini tengah diramaikan mengenai tingginya biaya masuk Universitas melalui seleksi mandiri. Adapun informasi ini banyak beredar di media sosial termasuk twitter salah satunya akun @mudirans yang mengunggah foto berisi persyaratan Jaminan Kemampuan Keuangan atau JKK bagi calon mahasiswa Institut Teknologi Bandung atau ITB pada (Sabtu, 18-07-2018) lalu diketahui JKK tersebut mencantumkan rekening orang tua atau walinya dengan nominal minimum Rp. 100jt. Meskipun perguruan tinggi menyediakan beasiswa namun jumlahnya tidak sebanyak jalur mandiri yang sebagian Universitas mematok 50% kuota.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengakui jika memang biaya kuliah di tanah air saat ini masih terbilang mahal. Dede Yusuf mengungkapkan banyak orang tua tak melanjutkan studi kuliah sang anak lantaran benturan biaya. Iapun mengakui bahwa biaya mahal tersebut tidak cukup tertutupi dengan sejumlah program pemerintah seperti beasiswa Kartu Indonesia Pintar atau KIP. Dampaknya banyak orang tua yang enggan menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Konsultan Pendidikan dan Karir Ina Liem menyampaikan, penyebab mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di Universitas disebut karena beberapa Universitas Negeri tengah didorong untuk berbadan hukum. Makin beratnya beban pembiayaan PT karena komersialisasi pendidikan. Pasalnya, dalam sistem kapitalis neoliberal, pendidikan dianggap komoditas ekonomi. Hal ini pun tertuang dalam pasal 4 ayat (2) huruf d UU Perdagangan bahwa jasa pendidikan memang menjadi salah satu komoditas yang dapat diperdagangkan. Walaupun memang pengaturan jasa pendidikan ini tak dapat dilepaskan dari UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi atau UU PT. Namun demikian, potensi komersialisasi pendidikan sudah terbuka lebar.
Selain itu negara melepaskan tanggung jawabnya dari mengurusi urusan rakyat sebagai salah satu konsekuensi dari tata kelola negara yang kapitalistik. Termasuk dalam pembiayaan Pendidikan Tinggi. Paradigma good governance dan reinventing government mengharuskan negara berlepas tangan dari kewajiban utamanya sebagai pelayan rakyat. Ditambah lagi, di kehidupan kapitalistik saat ini beban pemenuhan kebutuhan hidup yang ditanggungkan pada penghasilan rakyat semakin besar. Seperti pajak melangit, harga bahan pokok, BBM, gas, dan listrik terus melonjak. Semua kondisi ini jelas akan mendorong pada makin lunturnya pandangan terhadap Perguruan Tinggi sebagai sumber ilmu dan penghasil para ilmuwan bergeser menjadi pandangan materialistik.
Mahalnya biaya kuliah bisa diselesaikan jika negara menerapkan aturan Islam secara Kaffah. Sistem Khilafah akan menerapkan hukum syariat baik dalam tatanan politik dan ekonominya. Dalam tatanan politiknya negara berperan secara tegas sebagai penanggung jawab dan pelaksana langsung pengelolaan Pendidikan. Negara tak akan melemparkan tanggung jawab kepada swasta atau korporasi ataupun warga masyarakat. Jika pun mereka hendak terlibat hanyalah sebagian amal sholeh yang tidak sampai mengambil alih peran negara. Adapun secara ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi Islam sehingga mendapatkan sumber-sumber pemasukan negara bagi pembiayaan Pendidikan Tinggi. Biaya pendidikan akan diambil dari pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara (fai dan kharaj). Semua diatur melalui mekanisme Baitul Mal.
Pendidikan, termasuk pendidikan tinggi merupakan kebutuhan primer masyarakat yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Negara akan memastikan seluruh rakyat mendapatkan pelayanan tersebut baik miskin atau kaya, pintar atau tidak, muslim atau non-muslim. Semuanya dilayani dan diberi kemudahan akses. Karenanya negara akan memberikan anggaran berapapun anggarannya. Negara harus mengupayakan melalui berbagai jalur sesuai tuntunan syariat. Kemampuan negara membiayai sektor pendidikan tinggi juga akan disertai peningkatan kualitasnya. Sebab, tata kelola pendidikannya berdasarkan akidah Islam. Tujuan, kurikulum hingga metode implementasinya akan terjamin shohih. Maka mewujudkan sumber daya manusia berkualitas pun tidak perlu diragukan lagi. Pendidikan Islam pernah terwujud dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam yang terbukti mampu menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang handal. Bahkan hasil penemuan mereka masa lalu masih kita rasakan pengaruhnya hingga hari ini.
Melalui pendidikan Islam, orientasi pendidikan akan kembali pada jalurnya yakni untuk membentuk kepribadian Islam dan mewujudkan kemaslahatan ditengah-tengah masyarakat. Tidak akan ada lagi yang berpikir bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencari uang sebab untuk menempuh pendidikan pun butuh modal sebagaimana bisnis. Pandangan ini akan ditepis melalui penerapan pendidikan Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah. Hanya Khilafah yang mampu memberikan kesempatan semua warga untuk mendapatkan pendidikan terbaik.
Wallahu'alam bisshowab.[]