Oleh : Nuha
Pemerintah berencana memperketat penjualan BBM subsidi dengan mewajibkan masyarakat melakukan registrasi di website pertamina maupun aplikasi MyPertamina sebelum membeli BBM per 1 Juli 2022. Rencananya, uji coba dilakukan di beberapa kota/kabupaten yang tersebar di 5 provinsi antara lain Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan DI Yogyakarta. (cnnindonesia.com, 29/06/22)
“Kami menyiapkan website MyPertamina yakni https://subsiditepat.mypertamina.id/ yang dibuka pada 1 Juli 2022. Sistem MyPertamina ini akan membantu kami dalam mencocokan data pengguna,” ujar Direktur Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution dalam keterangan pers. (otomotif.okezone.com, 01/07/22).
Sejumlah pihak seperti ahli ekonomi, pengamat kebijakan mempertanyakan langkah yang akan dibuat pemerintah ini.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritik keras kebijakan yang disusun pemerintah dan Pertamina. Sebab, ia menilai ini cara halus atau tidak langsung untuk memaksa masyarakat menggunakan pertamax.
Pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi berujar ada potensi rakyat di daerah yang tidak memperoleh subsidi lantaran tidak bisa mengunakan MyPertamina. Menurutnya belum tentu sasaran penerima bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi itu dapat menggunakan aplikasi MyPertamina. Alasannya, tidak semua konsumen menggunakan gadget untuk akses MyPertamina dan tidak semua SPBU memiliki akses internet yang dibutuhkan aplikasi MyPertamina. "Dengan potensi masalah tersebut, pembatasan Pertalite via MyPertamina sebaiknya dibatalkan," ujarnya.
Kebijakan Pro Penguasa, Tidak Pro Rakyat
Tak dipungkiri masuknya dunia pada revolusi industri 4.0 membawa pengaruh pada digitalisasi di segala lini. Digitalisasi ditengarai membawa kemudahan, sekalipun jika diibaratkan magnet selalu punya kutub negatif di samping positifnya.
Bahaya penggunaan aplikasi gadget dalam pengisian BBM misalnya, pada 2017 lalu, terjadi ledakan di SPBU kota Baubau, Sulawesi Tenggara, yang bermuara dari telepon genggam pengendara yang sedang mengisi BBM di SPBU. Sebenarnya, larangan menyalakan telepon genggam saat berada di SPBU sudah sangat jelas, namun mengapa justru pemerintah meluncurkan kebijakan yang kontradiktif dan bersebrangan?
Sementara itu, wajibnya menggunakan aplikasi MyPertamina dimana akan memfilter penerima subsidi pertalite bakal mempersulit masyarakat. Alih-alih membuat kebijakan untuk menyediakan BBM murah yang lebih memadai untuk rakyat, pemerintah justru seakan ‘memaksa’ publik untuk mengkonsumsi pertamax dengan tarif yang tentu mahal. Pasalnya, bukan hanya masyarakat miskin, kalangan masyarakat menengah pun kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, terlebih adanya dampak pandemi.
Inilah watak penguasa kapitalisme. Bukan hanya disebabkan penguasa tidak amanah dan tidak berpikir panjang, namun sistem sekuler-kapitalisme yang melingkunginya sejatinya telah fasad dari akarnya. Sehingga, aturan dan kebijakan yang dilahirkan bukan hanya tidak pro rakyat, tapi juga menimbulkan banyak masalah baru.
Sebagai gantinya, sistem yang bersumber dari Dzat Maha benar dan Maha tahu lah yang akan membawa kesejahteraan, kebaikan, dan keberkahan bagi manusia. Dialah sistem Islam yang kepemimpinannya hanya akan terwujud dalam keberadaan negara Khilafah. Yang demikian hanya akan tegak bila ummat bersatu, berseragam menolak kedzaliman dan menuntut syariat Allah. Wallahu a’lam bish-shawwab.[]