Oleh: Dwi Maria
Kabupaten Ngawi berada di ujung kulon Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah, memiliki luas wilayah 1.298,58 km² dan 870.057 jiwa penduduk. Sebuah kota kecil, namun kerusakan moralnya patut mendapatkan perhatian. Bagaimana tidak, setelah bulan juni lalu Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga (DP3AKB) menetapkan Ngawi dalam status darurat kekerasan seksual anak karena ditemukan sekitar 13 anak menjadi korban kekerasan seksual, kini kembali menuai sensasi dengan meningkatnya angka permohonan rekomendasi nikah dini. Sejak awal tahun 2022,dinas terkait mencatat ada puluhan permohonan rekomendasi, sebagai syarat pernikahan resmi negara. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Ngawi, melalui Bidang Perlindungan Anak, Sunarno mengatakan, hingga bulan Juli tahun 2022, permohonan rekomendasi nikah dini hampir menyentuh angka seratus.
Tidak hanya permohonan rekomendasi nikah dini yang meningkat, yang bikin bergidik, mayoritas pemohon telah melakukan hubungan intim, hingga terjadi hamil sebelum menikah. Pemohonnya pun masih berusia belia. "Usia terendah pemohon 14 tahun. Masih SMP," katanya kepada TIMES Indonesia pada Selasa (12/7/2022).
Miris sekali, seharusnya di usia itu seorang anak lagi semangat-semangatnya dalam menuntut ilmu. Karena dalam pernikahan bukan hanya sekedar kata sah saja yang diperlukan, namun juga bekal ilmu untuk menjalani pernikahan juga harus di siapkan.
Tidak hanya di Ngawi saja hal ini terjadi, Sepanjang tahun 2020 lalu, kenaikan pernikahan anak di bawah umur atau pernikahan dini meningkat hingga hampir 300 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam Catatan Tahunan, Komnas Perempuan menemukan 23.126 kasus pernikahan anak pada 2019. Angka kasus yang sama naik menjadi 64.211 kasus selama tahun 2020. (SINDOnews.com, 09 juni 2021)
Faktor Penyebab
Setelah melihat bahwa kasus peningkatan permohonan rekomendasi nikah dini tidak hanya terjadi di Ngawi saja namun juga secara nasional, maka jelaslah bahwa ini bukankah masalah kasuistis. Tapi masalah sistemis. Penerapan sistem sekuler (agama dipisahkan dari kehidupan) oleh negara berdampak sangat buruk bagi masyarakat, liberal hedonis menjadi tren gaya hidup milenial dan menyerang keluarga muslim. Saat ini pondasi keluarga sangat rapuh sehingga menghasilkan generasi- generasi yang rapuh pula. Mudah terpengaruh dan mudah terbawa arus. Sedangkan Solusi yang diberikan oleh pemerintah pun serasa tambal sulam, apalagi UU TPKS yang disahkan malah menjadikan kehidupan semakin liberal. Dimana pasangan bisa berbuat apa saja atas dasar suka sama suka tanpa adanya paksaan, dengan kata lain justru keberadaan UU ini adalah untuk melegalkan kemaksiatan.
Solusi Islam
Islam merupakan satu satunya aturan yang sempurna dan hakiki. Islam sangat menjaga kehormatan manusia, maka islam mengatur interaksi antara pria dan wanita. Didalam sistem pergaulan Islam, kehidupan antara pria dan wanita haruslah terpisah (infisol), kecuali dalam hal yang bersifat umum seperti muamalah, pendidikan dan pengobatan.
Islam juga mengatur cara berpakaian. Wajibnya bagi lelaki dan perempuan menutup auratnya sesuai aturan syara’. Untuk para perempuan wajib menutup tubuhnya dengan jilbab (jubah) dan khimar (kerudung) serta tidak tabaruj serta menjaga pandangannya ketika berada di tempat umum.
Dalam sistem pendidikannya, akan diberlakukan kurikulum pendidikan yang berlandasakan pada aqidah islam, ditanamkan keimanan pada setiap anak sejak dini agar membentuk kepribadian Islam kuat. Keimanan sangat penting untuk menghadapi gempuran tsaqofah dan beradaban barat yang serba bebas [liberal]. Dengan penerapan Islam generasi terjaga dari kemaksiatan yang menjerumuskan ke lembah nista.
Islam juga menanamkan bahwa tanggung jawab pertama pendidikan anak ada pada keluarga (orang tua), keluarga pun akan dibentuk menjadi keluarga yang islami sehingga generasinya pun juga islami.
Begitupun dengan kekhasan dalam masyarakat Islam. Masyarakat berperan sebagai kontrol sosial yang akan membentuk kebiasaan untuk saling peduli, muhasabah di tengah masyarakat. Sehingga memiliki cara pandang yang sama tentang hubungan di luar mahram, pacaran adalah bentuk kemaksiatan yang dilarang dalam Islam.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Isra : 32,
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.”
Aturan yang tegas dalam Islam akan mampu mencegah pergaulan bebas sekaligus akan menutup pintu-pintu kemaksiatan yang dapat menjerumuskan generasi berpolah liberal. Sehingga hamil di luar nikah tidak terjadi. Dan jikapun terjadi, para pelaku zina akan diberi hukuman berupa cambuk dan rajam yang dilaksanakan dimuka umum agar menimbulkan efek jera di tengah-tengah masyarakat.
Negara pun punya peran penting dalam menjaga masyarakat dengan menutup pintu-pintu kemaksiatan dengan kebijakannya, seperti menjauhkan dari tayangan yang tidak senonoh. Semua itu hanya bisa diterapkan dengan penerapan islam kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah.
Terlebih dalam negara Islam (khilafah) tidak akan membuat UU yang melarang remaja menikah dini dalam batasan usia, karena Islam menganggap ukuran dewasa adalah baligh. Hal ini untuk mempermudah para pemuda untuk bersegera menikah jika sudah mampu, sehingga terhindar dari zina. Wallahu’alam bishawab.[]