Bahaya Pendidikan Sekulerisme

 



Oleh Triani Agustina


Sudah tidak terhitung banyaknya kasus bunuh diri di dunia ini, khususnya kasus bunuh diri dikalangan pelajar. Salah satunya seperti warga Kelurahan Sribasuki (Lampung Utara) telah digegerkan dengan kabar seorang remaja yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas (SMA) tewas gantung diri, di rumahnya Rabu siang (27/7/2022).


M. Arsyad Sadikin (17 tahun) ditemukan tergantung, dengan tali tambang melilit dilehernya di lantai dua di dalam rumahnya. Korban ditemukan sudah tidak bernyawa dan masih menggunakan pakaian batik warna merah. Bripka Untung Sarwono, kepala urusan identifikasi, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resort (Polres) Lampung Utara mengatakan pihaknya melakukan olah tempat kejadian perkara. Seperti mengamankan seutas tali yang dipakai korban untuk akhiri hidupnya. Mengenai motif korban mengakhiri hidupnya, polisi belum tahu alasannya. Saat ini, korban akan langsung dimakamkan oleh keluarganya. Polisi masih menyelidiki motif dari kematian remaja malang tersebut, terlebih apabila dia seorang muslim sungguh amat disayangkan.


Ironisnya lagi menurut data Kementerian Kesehatan RI, berdasarkan data Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (P2MKJN) 2019, di Indonesia sendiri terdapat lebih dari 16.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya. Ini berarti, terdapat 2,6 kasus bunuh diri per 100.000 orang. Tingkat bunuh diri pria 3 kali lebih banyak dari wanita (kompas.com, 12/9/2021). 


Mengapa demikian?


Padahal Allah swt jelas mengharamkan kita untuk berputus asa terlebih mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri, Allah swt juga sering menghibur hambaNya seperti tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 286  "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannnya..”


Dari sekian banyak kasus, kasus bunuh diri pada pelajar tidak lain bukti nyata Pendidikan sekuler gagal membangun kepribadian kuat pada pelajar. Bagaimana tidak? Aturan untuk memisahkan agama dari kehidupan merupakan kesalahan fatal yang tidak disadari apabila hanya mengandalkan etika dan moral. Berbeda dengan pahala dan dosa yang bobot tekanan lebih berat, sehingga tatanan lebih teratur termasuk akan meminimalisir bahkan meniadakan kasus bunuh diri. Di saat sama sistem kapitalisme nyatanya telah berhasil membangun masyarakat yang penuh tekanan hidup, sulit mendapat kebutuhan (termasuk sulit sekolah) dan lain sebagainya. 


Berkebalikan sekali dengan sistem Islam yang menjadikan tujuan pembangunan kepribadian islam sebagai inti sistem Pendidikan, menjamin akses Pendidikan pada semua warga negara dan menghasilkan masyarakat yang kokoh nan sejahtera.


Islam akan senantiasa membersamai umatnya dalam menjalankan tugasnya mengemban amanah kepemimpinan sebagai Khalifah di muka bumi. Menjadikan akidah Islam sebagai landasan kurikulum pendidikan yang bertujuan untuk membangun kepribadian Islam setiap individu sebagai inti dalam dunia pendidikan, sehingga dapat mencetak generasi Rabbani yang memiliki karakter (kepribadian) kuat. Mereka tentu tidak mudah goyah menghadapi ujian hidup apapun. Keyakinan mereka pada Allah lah yang menguatkan mereka.


Apabila Allah memberikan nikmat kesenangan, maka akan bersyukur. Jika diuji dengan kesedihan, maka bersabar dan selalu berharap pada pertolongan Allah.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama