Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Tahun ini, Hari Anak Nasional 2022 mengambil tema, yaitu "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". Indonesia terkena imbas pandemi COVID-19 yang menyerang berbagai kalangan, termasuk anak-anak. Tema yang unik "Anak terlindungi, Indonesia Maju". Kita tentu sadar generasi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kesehatan tidak dilihat dari jasmani saja namun negara juga perlu memperhatikan kesehatan rohaninya. Karena saat jasmani nya sehat dan rohaninya sehat maka akan melahirkan generasi yang kuat, dan akan menjadikan seseorang bersemangat untuk menjalankan ibadah dan aktivitas ketaatan lainnya. Ternyata tema tersebut tidaklah sesuai dengan kenyataan (Bobo.Id, 17/07/ 2022).
Mereka menilai keberhasilan suatu negeri adalah dari kualitas pendidikan masyarakatnya, karena melalui pendidikan dapat mencetak sumber daya manusia intelektual, cerdas, ilmiah dan bertanggung jawab. Tetapi, mengapa semakin meningkatnya pendidikan diberbagai bidang masalah-masalah sosial terasa semakin kompleks. Dan sangat disayangkan belakangan ini, maraknya pergaulan bebas dan meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak baik fisik maupun seksual, semakin banyak pecandu narkoba, korban HIV, perdagangan anak, pornografi dan sebagainya dimana anak bukan lagi menjadi korban melainkan sebagai pelaku.
Mungkinkah ada yang salah dengan dunia pendidikan di negeri ini? Karena keberhasilan suatu pendidikan mereka ukur dengan keberhasilan duniawi semata. Tanpa menggunakan nilai-nilai agama didalamnya yaitu Islam. Padahal Islam sebagai way of life (pandangan hidup), datang dari sang Khaliq yang menciptakan manusia.
Miris, fakta yang ada begitu banyak generasi yg rusak karena tidak adanya peran negara dalam memperhatikan kesehatan rohani remaja saat ini. Hura-hura, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Seolah menjadi ciri khas dunia kebanyakan remaja. Bahkan mereka sampai tidak mengenali jati diri mereka serta norma-norma yang harusnya mereka pegang. Mereka tidak memahami hakekat tujuan hidup yang sebenarnya, Mereka pun tidak menyadari bahwa setiap diri akan mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dan setiap perbuatan terikat dengan larangan dan perintah Allah SWT. Senjata barat, sekularisme, berhasil menancap dalam tubuh generasi muda. Dan yang mereka tau, mereka melakukan suatu perbuatan yang menghasilkan suatu kesenangan yang sesaat.
Baru-baru ini juga media di viralkan dengan pemberitaan remaja "Citayam Fashion week". Dari fenomena Citayam Fashion Week, muncul generasi muslim lebih tertarik dan menganggap penampilan fisik sebagai sebuah kemajuan di era globalisasi dan modernisasi. Hal ini tak lepas dari pengaruh gaya hedonis yang tercipta dari sebuah sistem bernama Kapitalisme yang berasaskan sekular. Sistem ini memberikan ruang bagi generasi muda untuk tampil eksis dengan berbagai gaya berbusana. Alih-alih ingin ikut bergaya semakin jauh generasi muslim dari identitas agamanya.
Remaja butuh perhatian khusus tidak hanya dari keluarga. Negara juga menjadi peran utama dalam memberikan perhatian khusus bagi remaja khususnya generasi muslim. Remaja butuh di bekali dengan bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap, kehidupan pemuda di era khilafah jauh dari hura-hura, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Mereka tidak mengonsumsi miras, atau narkoba, baik sebagai dopping, pelarian atau sejenisnya. Karena ketika mereka mempunyai masalah, keyakinan mereka kepada Allah, qadha’ dan qadar, rizki, ajal, termasuk tawakal begitu luar biasa. Masalah apapun yang mereka hadapi bisa mereka pecahkan. Mereka pun jauh dari stres, apalagi menjamah miras dan narkoba untuk melarikan diri dari masalah.
Kehidupan pria dan wanita pun dipisah. Tidak ada ikhtilath, khalwat, menarik perhatian lawan jenis [tabarruj], apalagi pacaran hingga perzinaan. Selain berbagai pintu ke sana ditutup rapat, sanksi hukumnya pun tegas dan keras, sehingga membuat siapapun yang hendak melanggar akan berpikir ulang. Pendek kata, kehidupan sosial yang terjadi di tengah masyarakat benar-benar bersih. Kehormatan [izzah] pria dan wanita, serta kesucian hati [iffah] mereka pun terjaga. Semuanya itu, selain karena modal ilmu, ketakwaan, sikap dan nafsiyah mereka, juga sistem utama yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat.
Islam memiliki seperangkat aturan. Islam akan melakukan proteksi kepada generasi dari berbagai pemikiran yang rusak. Bentuk proteksi dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan kelompok dakwah serta negara. Keluarga sebagai individu yang bertaqwa hadir untuk menjaga, mendidik para generasi sebagai madrasah pertama dan utama.
Peran masyarakat dan kelompok dakwah untuk melakukan aktivitas Amar Ma'ruf nahi Munkar. Mencegah berbagai kemungkaran yang akan merusak generasi. Dan yang paling penting peran negara, Negara hadir melakukan pembinaan dengan menggunakan berbagai sarana atau media yang ada. Untuk menutup berbagai celah yang dapat mengantarkan atau menjerumuskan kepada kemaksiatan yang bisa merusak generasi. Sungguh hal ini bisa terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah dengan adanya seorang pemimpin Khalifah yang akan melindungi umat yaitu dalam bingkai Khilafah. []