Oleh : Septa Yunis
Pemutusan hubungan kerja atau disingkat PHK menjadi topik yang jangan untuk dibahas. Beberapa perusahaan rintisan atau startup melakukan PHK massal. Jika di Indonesia dikabarkan Zenius, JD.ID, hingga LinkAja melakuakan PHK karyawan, startup global seperti Vtex, Paypal hingga Snap juga melakukannya. Kabarnya startup di sektor teknologi di beberapa negara memangkas total lebih dari 15 ribu pekerjanya di bulan Mei ini, ungkap laporan agregator layoff.fyi.
Dilansir dari CNBC.com (30/05/2022), Platform e-commerce Vtex mengumumkan menghentikan 193 orang atau 13% dari tim. Paypal memberhentikan 83 karyawan dari jumlah staf perusahaan lebih dari 30 ribu pegawai. PHK ini dilakukan seminggu sebelum perusahaan fintech itu menutup kantornya di San Fransisco.
Bendahara Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) sekaligus Managing Partner Ideosource Venture Capital, Edward Ismawan Chamdani, mengaku tak kaget melihat startup mulai memilih strategi efisiensi lewat PHK karyawan.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini, PHK massal di banyak startup ini disebut bubble burst. Dikutip dari Investopedia, (3/4/2022), gelembung atau "bubble" adalah siklus ekonomi yang ditandai dengan eskalasi cepat nilai pasar, terutama pada harga aset. Inflasi yang cepat ini diikuti oleh penurunan nilai yang cepat, atau kontraksi, yang terkadang disebut sebagai "kecelakaan atau crash" atau "ledakan gelembung atau bubble burst". Biasanya, gelembung diciptakan oleh lonjakan harga aset yang didorong oleh perilaku pasar yang bersemangat.
terdapat sejumlah penyebab utama perusahaan rintisan tersebut secara bersamaan melakukan PHK terhadap karyawannya. Pertama, produk yang ditawarkan kalah bersaing, sehingga perusahaan kehilangan pangsa pasar atau market share secara signifikan. Apalagi, saat ini semakin banyak startup yang terus bermunculan di Tanah Air. Kemudian, startup dinilai mulai kesulitan mencari pendanaan baru akibat investor lebih selektif memilih perusahaan.
Penyebab lainnya, yakni karena pasar mulai jenuh dan sangat sensitif terhadap promo dan diskon. Hal ini terjadi jika aplikasi tidak memberikan diskon maka jumlah pengguna akan menurun. Lalu, dengan semakin meredanya penyebaran Covid-19 dan aktivitas masyarakat yang kembali pulih, membuat transaksi tak hanya dilakukan secara online melainkan juga secara offline.
Para pemodal asing memanfaatkan startup untuk menguasai pangsa pasar di Indonesia. Hal ini sebenarnya membahayakan bagi Indonesia. Indonesia akan terus bergantung kepada Asing tanpa dapat berdiri sendiri.
Dukungan sistem yang dianut negeri ini turut ikut andil dalam permasalahan ini. Sejatinya akar permasalahan di semua lini, adalah dari sistem yang rusak, yaitu kapitalisme. Kapitalisme sendiri menguntungkan pihak pemodal, dalam hal ini adalah asing. Kapitalisme hanya mengutamakan keuntungan, bukan kesejahteraan rakyat.
Jika kita menggunakan sistem ekonomi Islam, bisa dikatakan hal tersebut tidak akan terjadi. Karena pada dasarnya sistem ekonomi Islam fokus pada pembangunan sektor ekonomi riil. Bahkan tidak mengenal sektor ekonomi nonriil. Dan itu artinya di dalam Islam mengharamkan ekonomi nonriil. Seperti halnya jual beli saham karena di dalamnya terdapat riba dan akad yang bathil.
Ekonomi Islam mencakup tentang perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun distribusi. Asas sistem ekonomi Islam berdiri di atas tiga pilar, pertama, cara harta diperoleh (menyangkut kepemilikan); kedua, terkait pengelolaan kepemilikan; dan ketiga, terkait distribusi kekayaan di tengah masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan ekonomi.
Kebutuhan pokok rakyat juga akan terpenuhi. Sungguh Islam akan mengurus rakyatnya, tidak hanya mencari keuntungan semata. Islam, merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah Swt. Oleh karena itu, sudah sewajarnya Islam mengatur setiap sendi-sendi kehidupan manusia mulai dari bangun tidur, hingga tidur kembali.[]