Jembatan Jeli-Ngadi Terbengkalai Bukti Pemerintah Abai

 



Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)


Jembatan merupakan salah satu infrastruktur vital transportasi darat dalam arus lalu lintas. Menurut Wikipedia, jembatan juga menjadi komponen kritis karena sebagai penentu beban maksimum kendaraan yang melewati  jalan tersebut. Sehingga jembatan semestinya juga menjadi  perhatian utama demi kelancaran arus transportasi darat. 


Salah satu jembatan yang cukup penting keberadaanya adalah jembatan Jeli-Ngadi  yang menghubungkan antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung. Jembatan ini merupakan jalur alternatif antar dua kabupaten sehingga arus kendaraan tidak menumpuk di jalur utama di timur (jembatan Ngujang 1).  Selama bertahun-tahun keberadaan jembatan ini rusak terbengkalai tanpa ada penanganan yang berarti. Selama bertahun-tahun pula jembatan Jeli hanya digantikan jembatan darurat yakni jembatan bailey portabel. Para pengguna jalan pun ditarik dana saat melintasi jembatan. 


Jembatan Jeli-Ngadi rusak  karena menggantungnya tiang penyangga akibat turunnya debit sungai serta banjir pada tahun 2017. Keberadaan jembatan Jeli-Ngadi yang rusak selama ini hanya digantikan oleh jembatan darurat bailey sehingga  seringkali mengalami kemacetan yang luar biasa padat saat jam sibuk dan libur panjang. Banyaknya arus kendaraan yang melintas harus antre panjang karena jalur buka tutup satu arah. 


Kabar segera dibangunnya jembatan Jeli-Ngadi yang direncanakan akan dimulai pada bulan Juni 2022 dan akan selesai dalam empat bulan ke depan merupakan kabar gembira bagi masyarakat kabupaten Tulungagung dan Kediri. Sebab jembatan tersebut dapat memperlancar mobilitas masyarakat. Penantian masyarakat selama bertahun-tahun pada akhirnya dapat segera terealisasi. 


Terbengkalainya pembangunan jembatan ini karena posisi jembatan yang berada di perbatasan antara kabupaten Tulungagung dan Kediri. Pemprov Jatim sebenarnya juga berencana membangun jembatan tersebut, namun hingga lima tahun belum terealisasi. Setelah lima tahun berselang, maka diputuskan Pemkab Kediri yang akan membangun jembatan Jeli-Ngadi dengan perkiraan anggaran dana sebesar Rp 10,5 miliar. Dana pembangunan sepenuhnya berasal dari APBD kabupaten Kediri. 


Sangat disesalkan terbengkalainya pembangunan jembatan Jeli-Ngadi selama lima tahun. Jembatan yang merupakan komponen vital dalam jalur transportasi darat semestinya lekas diperbaiki jika terdapat kerusakan. Bukan kemudian terus terjadi tarik ulur pembangunan sebagaimana yang terjadi pada kasus jembatan Jeli-Ngadi. 


Dalih terbentur kekurangan dana dalam pembangunan jembatan tidak bisa dijadikan alasan untuk mengulur perbaikan. Bahkan, semestinya begitu jembatan roboh bergegas melakukan perbaikan. Sayangnya, selama lima tahun ini hal tersebut tidak dilakukan. Sebaliknya, malah membangun berbagai infrastruktur lain seperti jalan tol dan bandara. Padahal dari segi esensinya lebih utama pembangunan jembatan Jeli-Ngadi karena sebagai penghubung antara dua kabupaten. 


Islam begitu peduli dengan kondisi yang terjadi masyarakat. Khalifah senantiasa meminta para pegawainya untuk mengecek kondisi masyarakat terkait kebutuhan pokok dan infrastruktur yang merupakan fasilitas umum untuk warga. Apabila ditemui ada infrastruktur yang rusak dan membutuhkan perbaikan maka segera diperbaiki, tidak perlu menunggu bertahun-tahun. Bahkan, saat dana Baitul mal kosong maka pembangunan infrastruktur yang vital harus tetap terselenggara dengan menarik pajak bagi rakyat yang kaya saja.  Bedanya dengan kapitalisme, Islam menarik pajak sifatnya insidental dan disesuaikan dengan kebutuhan dana pembangunan infrastruktur vital tersebut. Tidak seperti sistem kapitalisme yang justru menjadikan pajak bersifat permanen dan tidak memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat.


Wallahu a'lam bishshowab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama