‘Roller Coaster’ BBM










Oleh : Ummu Fahhala
(Pegiat Literasi & anggota Komunitas Aktif Menulis)


Hampir di semua SPBU BBM, terlihat antrian panjang PERTALITE, sekarang pemandangan tersebut menjadi hal biasa yang kita setelah pemerintah yang secara resmi menetapkan kenaikan harga Pertamax per 1 April 2022. BBM jenis Pertamax naik dari Rp9.000/liter menjadi Rp12.500Rp13.000/liter, walaupun pada ranah implementatif, tiap provinsi  berbeda-beda kenaikanya antara rentang Rp.3500 hingga 3.550 per liter. Penolakan kenaikan BBM ini juga menjadi salah satu isu yang diangkat dalam demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan anggota badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia (BEM SI) sejak jumat (8/4/2022) sampai hari Senin (11/4/2022) di seluruh Indonesia, 

Naik Turun BBM

Kenaikan harga BBM khususnya pertamax, dikatakan pemerintah dalam rangka melaksanakan keputusan Mentri (Kepmen) SDM No.62 K/12/MEM 2022 terkait formula harga dasar perhitungan harga jual eceran BBM umum jenis bensin dan minyak solar yang disalurkan melalui SPBU, disamping  itu juga akibat naiknya harga minyak mentah dunia yang menembus 119 dolar AS per barel. Selama era pemerintahan Joko Widodo Kenaikan harga Pertamax bukan kali pertama terjadi. Pada 2016, mengutip laman Pertamina, tercantum daftar harga Bahan Bakar Khusus (BBK) Pertamax terhitung 15 Agustus 2016 lalu mencapai Rp7.350 per liter untuk regional DKI Jakarta. Pada 2017, Jokowi menaikkan harga Pertamax pada 1 Agustus sebesar Rp900 per liter. Sehingga dari sebelummya Rp7.350 menjadi Rp8.250 per liter. Selanjutnya, Pertamax kembali berubah menjadi Rp10.400 per liter pada 10 Oktober 2018. Atau naik sebesar Rp2.150. tapi pada 10 Februari 2019, pemerintah menurunkan Pertamax menjadi Rp9.850 per liter. Lalu pada 1 Feburari 2020 pemerintah kembali menurunkan Pertamax jadi Rp9.000.


Lonjakan harga Pertamax membuat masyarakat beralih menggunakan bensin jenis Pertalite karena harganya relatif lebih murah dan masih disubsidi pemerintah. Hal ini berakibat meningkatkan permintaan Pertalite sehingga berpotensi langka akibat ketersediaan Pertalite yang terbatas, kalua sudah langka masyarakat pun terpaksa beralih ke Pertamax. Achmad Nur Hidayat sebagai Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute menilai bahwa masyarakat jangan bergembira dulu dengan kebijakan penetapan Pertalite sebagai BBM bersubsidi. BBM jenis Pertalite akan bernasib sama seperti Premium, tiba-tiba hilang di pasaran karena utang Pemerintah tidak kunjung dibayarkan ke Pertamina. Ahmad mengatakan bahwa pola yang terjadi terhadap Premium itu rentan terulang pada Pertalite. Lebih jauh Kenaikan BBM akan memicu inflasi, terjadi kenaikan harga barang lain dan menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini menambah beban hidup masyarakat. 


Sistem Ekonomi Kapitalisme vs Islam

Meningkatnya harga BBM tidak bisa dilepaskan dari buruknya tata kelola dan politik ekonomi kapitalisme sekuler pada sektor energi. Negara hanya sebagai pembuat regulasi, sekadar penjaga dari kegagalan pasar. Akibatnya, semua hajat hidup publik, termasuk BBM, dikelola sesuai kacamata bisnis dengan menyerahkannya pada mekanisme pasar, hal ini termaktub dalam UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Parahnya lagi, sebagian besar ladang minyak bumi malah dikelola pihak swasta, terutama asing. Dengan demikian, kita pahami bahwa mahal dan terus meningkatnya harga BBM bukan karena Indonesia kekurangan sumber daya minyak, tetapi terletak pada visi rezim dan tata kelola minyak yang kapitalistik.


Dalam tinjauan syariat Islam, BBM adalah salah satu sumber daya alam milik umum karena jumlahnya yang melimpah dan masyarakat membutuhkannya. Dengan demikian, Islam melarang pengelolaannya dilakukan oleh swasta/asing. Nabi saw. bersabda, Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api. (HR Abu Dawud dan Ahmad). Berserikatnya manusia dalam ketiga hal tersebut karena sifatnya bukan karena zatnya, sebagai sesuatu yang dibutuhkan orang banyak yang jika tidak ada, akan menimbulkan perselisihan, pertikaian atau masalah lainnya. 
Dengan demikian, apa pun yang memenuhi sifat sebagai fasilitas umum dan masyarakat membutuhkan serta memanfaatkannya secara bersama, pengelolaannya tidak boleh dikuasai individu, swasta, ataupun asing. Negaralah yang harus bertanggung jawab terhadap pengelolaan harta milik umum tersebut. 


Dalam hal minyak bumi, negara berkewajiban mengelola dan mendistribusikan hasilnya kepada masyarakat secara adil dan merata, serta tidak boleh mengambil keuntungan dengan memperjualbelikannya kepada rakyat secara komersial. Kalaupun negara mengambil keuntungan, itu untuk menggantikan biaya produksi yang layak dan hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat sebagai bentuk tanggung jawab pengurusan umat untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan pengaturan minyak sebagai milik umum berlandaskan pada syariat Islam, negara akan mampu memenuhi bahan bakar dalam negeri untuk rakyat. Negara juga memberikan harga yang murah bahkan gratis. 

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama