Waspada Tren Pernikahan Beda Agama



Oleh: Wina Fatiya


Kebebasan beragama di Indonesia menapaki titik kulminasinya. Sekat perbedaan keyakinan kian sirna terkalahkan oleh cinta, kebebasan dan kepentingan. Di tengah gempuran moderasi beragama yang mendustakan kemurnian ajaran Islam, kini para pegiat pluralisme kian percaya diri menampilkan dagelan ritual beragama khususnya dalam masalah pernikahan. 


Dilansir dari Suara.com, Stafsus Presiden Joko Widodo, Ayu Kartika menggelar pernikahannya dengan Gerald Sebastian yang berbeda agama dan dilakukan dalam dua proses keagamaan pada Jumat, 18 Maret 2022. Ayu beragama Islam, menggunakan kerudung ketika pemberkatan pernikahan di gereja Katedral, sedangkan Sebastian beragama Katolik. Sontak pernikahan ini viral dan menuai banyak reaksi masyarakat.


Indonesian Conference On Religion and Peace (ICRP) mencatat sejak 2005 sudah ada 1.425 pasangan beda agama menikah di Indonesia. (Jpnn.com, 10/03/2022) 


ICRP merupakan organisasi non sectarian, non profit, non pemerintah dan independen yang mempromosikan dialog dan kerjasama lintas iman. Kelahiran ICRP dibidani oleh para tokoh dari berbagai agama dan kepercayaan di Indonesia, seperti Djohan Efendi dan Presiden Abdurrahman Wahib. Visi ICRP adalah masyarakat yang damai dan sejahtera dalam konteks kemajemukan agama dan kepercayaan di Indonesia. (kemenag.go.id, 23/01/2015) 


Salah satu program ICRP adalah program Konseling dan Advokasi Keluarga Harmoni yang memberikan pendampingan terhadap pasangan yang menikah beda agama. 


*Pluralisme: Pangkal Persoalan*


Di alam Demokrasi yang menjamin empat kebebasan utama yaitu kebebasan berpendapat, berprilaku, beragama juga berkepemilikan, bukan hal yang aneh jika terjadi sinkretisme berbagai agama. Dalam prakteknya, ritual agama bisa dimanipulasi, dipadukan dan dimodifikasi sesuai kehendak hati. 


Mereka tidak peduli halal atau haram, sah atau batil. Semua kerangka hukum fikih itu dilabrak. Bagi mereka itu bukanlah masalah karena beragama itu adalah ranah privat. Yang terpenting bagi mereka adalah menjadi 'orang baik' dalam kacamata pemikiran pluralisme.

 

Ini adalah pandangan yang sangat berbahaya karena pluralisme itu hakikatnya adalah menghilangkan agama itu sendiri. Narasi awalnya adalah semua agama sama. Kelak, narasi akhir dari pluralisme itu adalah mengharamkan agama sebab agama akan dinilai sebagai batu sandungan terhadap nilai-nilai  kehidupan yang sudah disepakati bersama. 


Kita bisa lihat faktanya hari ini, orang yang berkomitmen menjalankan ajaran agamanya secara sempurna malah dicap mengancam keberagaman, persatuan dan kesatuan. Bahkan mereka tak segan memfitnah kaum beragama murni itu dengan label Radikal, Intoleran dll. 


Mereka sangat sinis dengan dalil dan tafsirnya. Bahkan klaim kebenaran agama menurut mereka adalah racun yang harus dimusnahkan. Jika mereka sangat sinis dengan ajaran agama dan para pemeluknya yang taat patuh, lantas untuk apa mereka mengklaim diri beragama?


Pluralisme inilah pangkal persoalan maraknya pernikahan beda agama yang saat ini vulgar dipertontonkan kepada khalayak. 


*Haram Pernikahan Beda Agama*


Dalam Islam, kemurnian keimanan itu adalah hal yang sangat penting. Sebab keimanan adalah syarat utama mendapatkan predikat sebagai orang Islam atau Muslim. Predikat itu akan menjadi pembeda perlakuan hukum Islam terhadapnya. 


Keimanan terhadap Allah Swt bukanlah sekedar masalah hati. Namun, bukti keimanan itu harus terpancar dari sisi ucapan dan perbuatan. Sebagaimana definisi iman yaitu membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melaksanakan dengan perbuatan.


Artinya, orang yang hanya mengimani Allah Swt dalam hati saja, sedangkan ucapan dan perbuatannya tidak taat kepada Allah, dikatakan sebagai orang fasik yang dikabarkan akan mendapatkan siksa pedih dan azab Allah Swt kelak. 


Definisi orang beriman itu sebagaimana Qs. an-Nur ayat 62 yakni: 


اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاِذَا كَانُوْا مَعَهٗ عَلٰٓى اَمْرٍ جَامِعٍ لَّمْ يَذْهَبُوْا حَتّٰى يَسْتَأْذِنُوْهُۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَأْذِنُوْنَكَ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ فَاِذَا اسْتَأْذَنُوْكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِّمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ


Artinya: "(Yang disebut) orang mukmin hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), dan apabila mereka berada bersama-sama dengan dia (Muhammad) dalam suatu urusan bersama, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang engkau kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." 


Islam dengan tegas mengharamkan pernikahan beda agama ini. Bahkan seorang wanita Mukmin haram menjadikan orang Kafir sebagai imam hidupnya. 


Sebagaimana tercantum dalam Qs. Al-Mumtahanh ayat 10 yakni: 


" ... Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka ...."


Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam

Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/ 26-29 Juli 2005 M membuat dua keputusan dalam permasalahan pernikahan beda agama. Pertama, perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Kedua, perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah. (Republika.co.id, 07/03/2021) 


Saatnya kita singsingkan lengan baju untuk lebih menggencarkan dakwah guna menghadapi makar mereka. Mereka sudah sedemikian kuat merongrong Islam dan ajaran Islam, terutama dalam praktek pernikahan beda agama. 


Hanya khilafah Islam sajalah yang akan bisa menghempaskan problem utama masalah pernikahan beda agama. Sekaligus akan meriayah umat dengan  tsaqofah Islam yang mumpuni. 


Wallahu'alam bi showab

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama